Bab 2 Serpihan Kaca Dari Vas Bunga
"Yu Darsi, mana koperku?" seru Nanda dengan suara tinggi. waktu dua puluh menit yang dia beri kan pada pelayan itu sudah habis, sehingga membuat nya murka.
Nanda melempar vas bunga ke arah pelayan itu.
Prang ....
Suara pecahan keramik dari vas bunga itu menggema di seluruh ruangan, membuat semua orang keluar menuju ruang tamu di mana Nanda melempar vas bunga ke arah Yu Darsi.
"Ampun den ayu, ampun. Saya minta maaf den Ayu," Yu Darsi duduk bersimpuh di depan Nanda, dengan menekan pelipisnya yang berdarah karena pecahan kaca dari vas bunga, dengan menekan nya dia ber harap tidak banyak darah yang keluar.
"Sungguh tidak berguna kalian, melakukan satu pekerjaan saja tidak pecus! ucap nya dengan angkuh,
Perhatian buat kalian semua ! saya akan pergi ke luar kota beberapa hari, jangan ada satu orang pun yang mengadu ke ayah, kalian akan tahu akibat nya jika itu terjadi ... Paham!"
Ancaman demi ancaman dia berikan pada semua pelayan yang ada di rumah, membuat suasana nya mencekam. Hampir setiap hari hal seperti itu terjadi, bahkan banyak pelayan yang memilih pergi dari sana kecuali simbok dan yu Darsi.
Simbok dan yu Darsi hanya mampu mengelus dada tanpa melawan. Dulu sebelum ibunya meninggal Nanda gadis yang sopan, entah apa yang membuatnya berubah.
Simbok dan yang lain hanya diam, mereka tidak berani membantah atau pun menasehati. Sedangkan juragan Hartono sendiri hampir setiap hari pergi ke peternakan, terlihat tak begitu peduli pada anak nya.
Setiap hari Nanda hanya bersama para pelayan di rumah, dia tidak memiliki banyak teman membuat nya jarang ber main keluar, lagi pula dulu orang tua nya juga melarang diri nya bermain keluar dari halaman rumah.
Padahal Nanda ingin sekali bermain di luar rumah bersama anak anak yang lain. Terlalu banyak aturan dan kekangan, tanpa alasan yang jelas dari orang tua. Mungkin ini akibat nya Nanda menjadi peribadi yang membangkang. Tanpa Nanda sadari sebenarnya orang tua nya sangat sayang pada nya.
"Darsi, ayo simbok bantu obatin lukamu ndok!" simbok membantu yu Darsi mengobati luka nya setelah ke pergian Nanda.
"Mbok, apa sebaik nya kita adukan saja pada juragan Harto? sikap den ayu semakin hari semakin parah saja!" ucap yu Darsi dengan linangan air mata.
"Jangan, jangan lakukan .... Simbok ndak mau kamu dapat masalah ndok, kita biarkan saja cukup berdoa pada gusti allah agar den ayu berubah menjadi gadis baik hati, sama seperti mendiang ibunya!" ucap Simbok dengan linangan air mata yang mengalir di pipi keriput nya.
Pelayan yang sudah terlihat menua itu terlihat sedih, terpancar jelas dari guratan guratan kecil yang nampak di wajahnya, mengingat sikap lemah lembut mendiang ibu Nanda.
~~~
Login untuk melihat komentar!