DI TEMPAT ASING

Part 4

DI TEMPAT ASING

Tika menggosok matanya setelah meringsut mundur agak jauh. Tidak disangka, dia kini tidak dapat lagi menyaksikan makhluk yang tadi dilihatnya. Kini, hanya ada gadis remaja di hadapannya.

Tika mematung. Dengan jantung berdetak lebih cepat, dia semakin bingung dan kini dalam hati mempertanyakan apakah barusan dirinya berhalusinasi atau tidak.

 'Atau apakah ini semua adalah mimpi?" pikir Tika. Perempuan di hadapannya mengamatinya dengan tatapan mengamati.

Untuk menjawab kebingungannya sendiri, Tika mencubit tangan kirinya dengan keras.

"Aduh! Sakit banget," teriak Tika dengan wajah meringis kesakitan. Tangan kanannya mengusap bekas cubitan itu tanpa henti, namun tetap saja bekas kemerahan kini membekas di tangan itu.

"Hahaha!" perempuan muda di hadapan Tika tiba-tiba tertawa melihat tingkah Tika. Dia tertunduk sambil memegang perutnya.

"Ke...kenapa kamu tertawa?" tanya Tika panik. "Siapa kamu?" desaknya lagi.

Perempuan itu tidak langsung menjawab pertanyaan Tika. Dia masih terlihat sibuk meredakan tawanya.

"Kamu tidak mendengar pertanyaanku?" tanya Tika dengan sedikit rasa kesal.
Perempuan muda itu berhenti tertawa lalu menatap Tika dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. "Apakah pertanyaan itu tidak salah alamat? Bukankah seharusnya aku yang bertanya demikian?" katanya sambil menatap ke arah Tika.

"Ah, di mana sopan santunku?" Tika berdiri lalu mengibaskan celananya dari tanah. "Maaf, aku Tika dan aku tidak tahu ini di mana. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya aku bisa sampai ke sini," kata Tika lalu mengulurkan tangannya.

"Mohon maaf, kami dilarang berbicara apalagi bersentuhan dengan orang asing."

Tika menarik tangannya kembali. "Namun kamu berbicara denganku."

"Yah, ini kesalahan. Aku tadi hanya heran mengapa ada orang berpakaian yang tidak pernah kulihat di sini, bertindak aneh serta mencubit dirinya sendiri. Sekarang, karena aku tahu aku sudah salah, aku akan pergi saja."

"Hah? Tunggu! Tunggu!" Tika berlari mengejar perempuan ini. Barangkali saja tidak akan ada yang bisa membantunya jika dia melewatkan kesempatan yang satu ini.

"Namaku Tika. Aku mahasiswa yang sedang berlibur bersama teman-teman kuliah, tetapi aku terjatuh ke dalam danau. Itu yang dapat kuingat sejauh ini," katanya. "Aku tidak tahu mengapa aku jadi berada di desa ini. Bisakah kamu memberi tahu di mana kita sekarang? Dan bagaimana cara pulang ke tempatku?" Tika berusaha menjelaskan serta mencari pertolongan di saat yang sama dengan menunjukkan wajah memelas dan perlu dikasihani.

"Danau? Di sini tidak ada danau. Hanya ada kolam yang tadi kamu belakangi. Kamu menyampaikan hal-hal aneh yang tidak bisa kupahami. Kata-kata yang kamu sebutkan sama sekali tidak kupahami. Apa itu mahasiswa? Apa itu kuliah?"

Tika terbengong mendengar jawaban perempuan itu.

"Ah, baiklah. Namaku Ulia. Namun, aku tidak tahu bagaimana caramu bisa sampai di sini. Kalau kamu sendiri tidak tahu, bagaimana aku bisa?"

"Itu artinya kamu tidak akan bisa membantuku mencari cara pulang ke rumahku, bukan?" tanya Tika secara retorik.

Dia tidak lagi mengharap jawaban dari Ulia yang tidak tahu apa-apa. Dia juga sedikit berfirasat aneh tentang tempat ini. Mendengar perempuan itu tidak paham apa yang dia katakan membuatnya berkesimpulan bahwa dirinya kini tidak berada di dunia yang seharusnya. Jangan-jangan apa yang tadi dilihatnya betul-betul nyata?

Tika merinding seketika. Dirasakannya tatapan Ulia yang tajam dan seolah dapat menusuk hingga ke dalam dirinya yang tersembunyi.

"Aku tidak bisa, tetapi Ratu bisa."
"A...apa?" Tika tergagap. Dia tidak salah dengar bukan? Siapa perempuan bernama ratu itu? Benarkah bisa menolongnya pulang?

(Bersambung)


Komentar

Login untuk melihat komentar!