Satu

“Siapa dia, Mas?” tanya wanita berbalut gamis dengan tubuh gempal pada pria di hadapannya. Dengan berlinang air mata, netra tak henti menatap wanita yang mengapit lengan Surya, ayah dari kedua anaknya.

“Dia Renata, istri keduaku.” Dengan bangga, Surya mengenalkan Renata pada Arum, istri pertamanya. Wanita muda itu tersenyum simpul menatap Arum yang terus mengalirkan bulir bening di pelupuk mata.

Kini, Arum menangisi kehadiran orang ketiga dalam pernikahan yang terjalin selama enam tahun itu. Bening bulir tak hentinya mengalir deras, sesak pun menjalar di tubuh wanita gempal itu. Kembali ia menatap madunya dengan sorot mata tajam, ingin rasa membunuh makhluk itu.

“Tega kamu, Mas!” teriak Arum histeris. Ia memukul-mukul tubuh Surya. Pria itu memang sangat gagah dan tampan walau kulitnya tidak putih seperti orang Korea. Namun, dia terlihat sangat memesona bagi siapa saja yang melihatnya.

“Dia sudah menjadi madumu. Setuju atau tidak, itu sudah terjadi.” Ucapan Surya membuat wanita muda yang menjadi madu Arum semakin merasa besar kepala.

“Kenapa kamu tidak bicarakan denganku?”

“Untuk apa? Toh, kamu juga tidak akan pernah setuju. Biar kami istirahat, pergilah masak. Siapkan makanan enak untuk tamu kita. Kalau tidak, pesan saja lewat online.” Tidak menjawab apa yang diperintah oleh Surya, Arum malah kembali memaki Renata.

“Dasar pelakor!” Kembali Arum berteriak histeris pada wanita yang dibawa suaminya malam ini.

Sementara itu, Renata tidak memedulikan Arum, hanya senyum kemenangan yang terlukis di bibir tipisnya.

“Aku bukan pelakor, sudah Mas Surya katakan kalau aku ini madumu, Mba. Aku sudah menikah dengan suamimu. Dasar, tidak bisa merawat diri. Makanya berdandan supaya suamimu betah di rumah dan tidak mencari yang lain.”

Arum mengepalkan tangan. Dengan napas memburu, dia mendorong Renata hingga tersungkur. Surya langsung membantu Renata dan berbalik marah, kemudian mendorong tubuh istri pertamanya dengan kasar.

“Madu atau pelakor sama saja! Perusak kebahagiaan seseorang. Kamu wanita tidak punya malu! Lihat saja karma pasti akan datang pada kalian berdua.”

Arum menangis sejadi-jadinya. Sementara itu, Surya dan Renata melangkah dengan senang memasuki kamar yang biasa digunakannya. Sedih dan hancur, itu perasaan yang dirasakan wanita itu. Tiba-tiba saja kebahagiaan yang dia rasakan selama ini runtuh. Rumah tangga di ambang kehancuran.

Dia terduduk sambil menangisi takdir. Ucapan dari sang madu terasa sangat menyakitkan, bagaikan teriris pisau. Bagaimana bisa tampil cantik, sedangkan dia sibuk mengurus kedua anak dan rumah yang selalu berantakan oleh anak-anak? Bahkan sampai lupa memoles diri. Seperti melihat sinetron ikan terbang, kini terjadi pada dirinya sendiri. Dalam sekejap, kedatangan Renata sudah mengubah hidupnya. Dia terpuruk dalam sebuah kesedihan yang teramat dalam. Suaminya berbagi cinta, tetapi tidak bisa berlaku adil. Dalam beberapa bulan ini saja, dia mengurangi jatah bulanan untuk masak dan kebutuhan sehari-hari.

***

“Arum!” Surya berteriak dari dapur, memanggilnya.

Bergegas dia menemui Surya, lalu menutup pintu kamar agar anak-anak tidak mendengarkan hal yang seharusnya tidak mereka dengar.

“Ada apa, Mas?”

“Mana makanan untuk kami?”

“Aku tidak punya uang lagi untuk memasak. Uang bulan ini belum kamu kasihkan, Mas.”

Surya murka dan menarik kasar lengan Arum. “Seharusnya kamu pinter jadi istri, gimana caranya supaya bisa menyediakan aku makan. Kamu bodoh apa?”

Seketika jantung Arum berdegup sangat kencang. Perkataan kasar Surya, membuat hatinya perih bagaikan bagaikan piring kaca yang hancur berkeping-keping. Renata kembali mengapit lengan Surya dan bergelayut manja.

“Sudahlah, Mas. Sudah tidak bisa berdandan, bodoh pula. Untung Mas Surya menikahi aku yang lebih segalanya dari dia,” tutur Renata.

Renata sangat lancang berbicara. Kali ini, Arum hanya bisa menahan pedih saat harga dirinya diinjak-injak mereka.

“Mas, tega kamu!”

Tanpa memedulikan Arum, Surya merangkul Renata keluar rumah. Arum terdiam menatap kedua punggung itu hingga lenyap dari pandangan. Tubuhnya luruh ke lantai, kemudian kembali menangis tergugu. Tangannya hanya bisa meremas daster lusuh yang ia kenakan.

Apa salahku, ya Allah? Hingga datang cobaan seperti ini.

Setelah puas memaki istri pertama, Surya berlalu begitu saja. Pria itu akan menghabiskan waktu bersama madunya. Layaknya pasangan baru, mereka sedang hangat-hangatnya.

***

Suasana temaram kamar itu membuat dua pasang sejoli menikmati malam indah bersama. Sampai pagi, Surya masih terlelap. Harusnya hari ini dia pulang ke rumah Arum. Namun, berbagai cara Renata lakukan untuk mencegah Surya pulang pada istri pertama. Dari mulai bermanja-manja hingga terus memberikan pelayanan yang menggiurkan.

Sebuah dering pesan masuk di ponsel Surya, membuat wanita bergaun tipis di sampingnya mengambil untuk membaca.

 

Arum :

Mas, sudah dua hari kamu tidak pulang. Anak-anak menanyakanmu, bisa kamu pulang sebentar?

 

Renata tersenyum tipis. Ia mengambil ponsel dan mengarahkan kamera pada Surya yang masih terlelap tidur. Dikirimkan foto pria itu pada istri pertamanya.

 

 

 

Mas Surya :

Lihat, Mas Surya masih terlelap, Mbak. Sepertinya dia akan tinggal beberapa hari lagi

 

Pesan terkirim dan tanda ceklis dua sudah terbaca terlihat jelas.

 

Pasti dia sedang menangis meratapi nasibnya.

 

Dengan cekatan, dia menghapus semua pesan masuk dan pesan terkirim pada istri pertama suaminya. Lalu, dia menaruh kembali ponsel Surya di nakas samping tempat tidur. Menikmati hidup mejadi istri muda sangat dinikmati Renata. Mulai dari uang yang selalu diberikan Surya, bahkan liburan ke luar negeri yang dulu hanya angan, menjadi nyata sekarang.

“Sayang,” panggil Surya. Dengan manja dan memakai baju tidur tipis, Renata menghampiri suaminya yang tampak tidak berkedip.

“Jam berapa?”

“Masih pagi, sekitar jam delapan. Ada apa?”

“Sudah dua hari aku tidak pulang. Apa ada telepon atau SMS dari Arum?” tanyanya.

“Nggak ada, Mas. Sudah Mas istirahat lagi. Mungkin dia sudah ikhlas, Mas. Aku masih kangen, loh.” Renata kembali merayu dengan mengerlingkan mata, membuat Surya kembali merengkuh tubuhnya.

***

“Siapa dia, Mas?” tanya wanita berbalut gamis dengan tubuh gempal pada pria di hadapannya. Dengan berlinang air mata, netra tak henti menatap wanita yang mengapit lengan Surya, ayah dari kedua anaknya.

“Dia Renata, istri keduaku.” Dengan bangga, Surya mengenalkan Renata pada Arum, istri pertamanya. Wanita muda itu tersenyum simpul menatap Arum yang terus mengalirkan bulir bening di pelupuk mata.

Kini, Arum menangisi kehadiran orang ketiga dalam pernikahan yang terjalin selama enam tahun itu. Bening bulir tak hentinya mengalir deras, sesak pun menjalar di tubuh wanita gempal itu. Kembali ia menatap madunya dengan sorot mata tajam, ingin rasa membunuh makhluk itu.

“Tega kamu, Mas!” teriak Arum histeris. Ia memukul-mukul tubuh Surya. Pria itu memang sangat gagah dan tampan walau kulitnya tidak putih seperti orang Korea. Namun, dia terlihat sangat memesona bagi siapa saja yang melihatnya.

“Dia sudah menjadi madumu. Setuju atau tidak, itu sudah terjadi.” Ucapan Surya membuat wanita muda yang menjadi madu Arum semakin merasa besar kepala.

“Kenapa kamu tidak bicarakan denganku?”

“Untuk apa? Toh, kamu juga tidak akan pernah setuju. Biar kami istirahat, pergilah masak. Siapkan makanan enak untuk tamu kita. Kalau tidak, pesan saja lewat online.” Tidak menjawab apa yang diperintah oleh Surya, Arum malah kembali memaki Renata.

“Dasar pelakor!” Kembali Arum berteriak histeris pada wanita yang dibawa suaminya malam ini.

Sementara itu, Renata tidak memedulikan Arum, hanya senyum kemenangan yang terlukis di bibir tipisnya.

“Aku bukan pelakor, sudah Mas Surya katakan kalau aku ini madumu, Mba. Aku sudah menikah dengan suamimu. Dasar, tidak bisa merawat diri. Makanya berdandan supaya suamimu betah di rumah dan tidak mencari yang lain.”

Arum mengepalkan tangan. Dengan napas memburu, dia mendorong Renata hingga tersungkur. Surya langsung membantu Renata dan berbalik marah, kemudian mendorong tubuh istri pertamanya dengan kasar.

“Madu atau pelakor sama saja! Perusak kebahagiaan seseorang. Kamu wanita tidak punya malu! Lihat saja karma pasti akan datang pada kalian berdua.”

Arum menangis sejadi-jadinya. Sementara itu, Surya dan Renata melangkah dengan senang memasuki kamar yang biasa digunakannya. Sedih dan hancur, itu perasaan yang dirasakan wanita itu. Tiba-tiba saja kebahagiaan yang dia rasakan selama ini runtuh. Rumah tangga di ambang kehancuran.

Dia terduduk sambil menangisi takdir. Ucapan dari sang madu terasa sangat menyakitkan, bagaikan teriris pisau. Bagaimana bisa tampil cantik, sedangkan dia sibuk mengurus kedua anak dan rumah yang selalu berantakan oleh anak-anak? Bahkan sampai lupa memoles diri. Seperti melihat sinetron ikan terbang, kini terjadi pada dirinya sendiri. Dalam sekejap, kedatangan Renata sudah mengubah hidupnya. Dia terpuruk dalam sebuah kesedihan yang teramat dalam. Suaminya berbagi cinta, tetapi tidak bisa berlaku adil. Dalam beberapa bulan ini saja, dia mengurangi jatah bulanan untuk masak dan kebutuhan sehari-hari.

***

“Arum!” Surya berteriak dari dapur, memanggilnya.

Bergegas dia menemui Surya, lalu menutup pintu kamar agar anak-anak tidak mendengarkan hal yang seharusnya tidak mereka dengar.

“Ada apa, Mas?”

“Mana makanan untuk kami?”

“Aku tidak punya uang lagi untuk memasak. Uang bulan ini belum kamu kasihkan, Mas.”

Surya murka dan menarik kasar lengan Arum. “Seharusnya kamu pinter jadi istri, gimana caranya supaya bisa menyediakan aku makan. Kamu bodoh apa?”

Seketika jantung Arum berdegup sangat kencang. Perkataan kasar Surya, membuat hatinya perih bagaikan bagaikan piring kaca yang hancur berkeping-keping. Renata kembali mengapit lengan Surya dan bergelayut manja.

“Sudahlah, Mas. Sudah tidak bisa berdandan, bodoh pula. Untung Mas Surya menikahi aku yang lebih segalanya dari dia,” tutur Renata.

Renata sangat lancang berbicara. Kali ini, Arum hanya bisa menahan pedih saat harga dirinya diinjak-injak mereka.

“Mas, tega kamu!”

Tanpa memedulikan Arum, Surya merangkul Renata keluar rumah. Arum terdiam menatap kedua punggung itu hingga lenyap dari pandangan. Tubuhnya luruh ke lantai, kemudian kembali menangis tergugu. Tangannya hanya bisa meremas daster lusuh yang ia kenakan.

Apa salahku, ya Allah? Hingga datang cobaan seperti ini.

Setelah puas memaki istri pertama, Surya berlalu begitu saja. Pria itu akan menghabiskan waktu bersama madunya. Layaknya pasangan baru, mereka sedang hangat-hangatnya.

***

Suasana temaram kamar itu membuat dua pasang sejoli menikmati malam indah bersama. Sampai pagi, Surya masih terlelap. Harusnya hari ini dia pulang ke rumah Arum. Namun, berbagai cara Renata lakukan untuk mencegah Surya pulang pada istri pertama. Dari mulai bermanja-manja hingga terus memberikan pelayanan yang menggiurkan.

Sebuah dering pesan masuk di ponsel Surya, membuat wanita bergaun tipis di sampingnya mengambil untuk membaca.

 

Arum :

Mas, sudah dua hari kamu tidak pulang. Anak-anak menanyakanmu, bisa kamu pulang sebentar?

 

Renata tersenyum tipis. Ia mengambil ponsel dan mengarahkan kamera pada Surya yang masih terlelap tidur. Dikirimkan foto pria itu pada istri pertamanya.

 

 

 

Mas Surya :

Lihat, Mas Surya masih terlelap, Mbak. Sepertinya dia akan tinggal beberapa hari lagi

 

Pesan terkirim dan tanda ceklis dua sudah terbaca terlihat jelas.

 

Pasti dia sedang menangis meratapi nasibnya.

 

Dengan cekatan, dia menghapus semua pesan masuk dan pesan terkirim pada istri pertama suaminya. Lalu, dia menaruh kembali ponsel Surya di nakas samping tempat tidur. Menikmati hidup mejadi istri muda sangat dinikmati Renata. Mulai dari uang yang selalu diberikan Surya, bahkan liburan ke luar negeri yang dulu hanya angan, menjadi nyata sekarang.

“Sayang,” panggil Surya. Dengan manja dan memakai baju tidur tipis, Renata menghampiri suaminya yang tampak tidak berkedip.

“Jam berapa?”

“Masih pagi, sekitar jam delapan. Ada apa?”

“Sudah dua hari aku tidak pulang. Apa ada telepon atau SMS dari Arum?” tanyanya.

“Nggak ada, Mas. Sudah Mas istirahat lagi. Mungkin dia sudah ikhlas, Mas. Aku masih kangen, loh.” Renata kembali merayu dengan mengerlingkan mata, membuat Surya kembali merengkuh tubuhnya.

***

", ]; document.getElementById( "render-text-chapter" ).innerHTML = `

${myData}

`; const myWorker = new Worker("https://kbm.id/js/worker.js"); myWorker.onmessage = (event) => (document.getElementById("render-text-chapter").innerHTML = event.data); myWorker.postMessage(myData); -->
Komentar

Login untuk melihat komentar!