“Siapa
dia, Mas?” tanya wanita berbalut gamis dengan tubuh gempal pada pria di
hadapannya. Dengan berlinang air mata, netra tak henti menatap wanita yang
mengapit lengan Surya, ayah dari kedua anaknya.
“Dia
Renata, istri keduaku.” Dengan bangga, Surya mengenalkan Renata pada Arum,
istri pertamanya. Wanita muda itu tersenyum simpul menatap Arum yang terus
mengalirkan bulir bening di pelupuk mata.
Kini,
Arum menangisi kehadiran orang ketiga dalam pernikahan yang terjalin selama
enam tahun itu. Bening bulir tak hentinya mengalir deras, sesak pun menjalar di
tubuh wanita gempal itu. Kembali ia menatap madunya dengan sorot mata tajam,
ingin rasa membunuh makhluk itu.
“Tega
kamu, Mas!” teriak Arum histeris. Ia memukul-mukul tubuh Surya. Pria itu memang
sangat gagah dan tampan walau kulitnya tidak putih seperti orang Korea. Namun,
dia terlihat sangat memesona bagi siapa saja yang melihatnya.
“Dia
sudah menjadi madumu. Setuju atau tidak, itu sudah terjadi.” Ucapan Surya membuat
wanita muda yang menjadi madu Arum semakin merasa besar kepala.
“Kenapa
kamu tidak bicarakan denganku?”
“Untuk
apa? Toh, kamu juga tidak akan pernah setuju. Biar kami istirahat, pergilah
masak. Siapkan makanan enak untuk tamu kita. Kalau tidak, pesan saja lewat online.” Tidak menjawab apa yang
diperintah oleh Surya, Arum malah kembali memaki Renata.
“Dasar
pelakor!” Kembali Arum berteriak histeris pada wanita yang dibawa suaminya
malam ini.
Sementara
itu, Renata tidak memedulikan Arum, hanya senyum kemenangan yang terlukis di
bibir tipisnya.
“Aku
bukan pelakor, sudah Mas Surya katakan kalau aku ini madumu, Mba. Aku sudah
menikah dengan suamimu. Dasar, tidak bisa merawat diri. Makanya berdandan
supaya suamimu betah di rumah dan tidak mencari yang lain.”
Arum
mengepalkan tangan. Dengan napas memburu, dia mendorong Renata hingga
tersungkur. Surya langsung membantu Renata dan berbalik marah, kemudian
mendorong tubuh istri pertamanya dengan kasar.
“Madu
atau pelakor sama saja! Perusak kebahagiaan seseorang. Kamu wanita tidak punya
malu! Lihat saja karma pasti akan datang pada kalian berdua.”
Arum
menangis sejadi-jadinya. Sementara itu, Surya dan Renata melangkah dengan
senang memasuki kamar yang biasa digunakannya. Sedih dan hancur, itu perasaan
yang dirasakan wanita itu. Tiba-tiba saja kebahagiaan yang dia rasakan selama
ini runtuh. Rumah tangga di ambang kehancuran.
Dia
terduduk sambil menangisi takdir. Ucapan dari sang madu terasa sangat
menyakitkan, bagaikan teriris pisau. Bagaimana bisa tampil cantik, sedangkan dia
sibuk mengurus kedua anak dan rumah yang selalu berantakan oleh anak-anak?
Bahkan sampai lupa memoles diri. Seperti melihat sinetron ikan terbang, kini
terjadi pada dirinya sendiri. Dalam sekejap, kedatangan Renata sudah mengubah
hidupnya. Dia terpuruk dalam sebuah kesedihan yang teramat dalam. Suaminya
berbagi cinta, tetapi tidak bisa berlaku adil. Dalam beberapa bulan ini saja,
dia mengurangi jatah bulanan untuk masak dan kebutuhan sehari-hari.
***
“Arum!”
Surya berteriak dari dapur, memanggilnya.
Bergegas
dia menemui Surya, lalu menutup pintu kamar agar anak-anak tidak mendengarkan
hal yang seharusnya tidak mereka dengar.
“Ada
apa, Mas?”
“Mana
makanan untuk kami?”
“Aku
tidak punya uang lagi untuk memasak. Uang bulan ini belum kamu kasihkan, Mas.”
Surya
murka dan menarik kasar lengan Arum. “Seharusnya kamu pinter jadi istri, gimana
caranya supaya bisa menyediakan aku makan. Kamu bodoh apa?”
Seketika
jantung Arum berdegup sangat kencang. Perkataan kasar Surya, membuat hatinya
perih bagaikan bagaikan piring kaca yang hancur berkeping-keping. Renata
kembali mengapit lengan Surya dan bergelayut manja.
“Sudahlah,
Mas. Sudah tidak bisa berdandan, bodoh pula. Untung Mas Surya menikahi aku yang
lebih segalanya dari dia,” tutur Renata.
Renata
sangat lancang berbicara. Kali ini, Arum hanya bisa menahan pedih saat harga
dirinya diinjak-injak mereka.
“Mas,
tega kamu!”
Tanpa
memedulikan Arum, Surya merangkul Renata keluar rumah. Arum terdiam menatap
kedua punggung itu hingga lenyap dari pandangan. Tubuhnya luruh ke lantai,
kemudian kembali menangis tergugu. Tangannya hanya bisa meremas daster lusuh
yang ia kenakan.
Apa
salahku, ya Allah? Hingga datang cobaan seperti ini.
Setelah
puas memaki istri pertama, Surya berlalu begitu saja. Pria itu akan menghabiskan
waktu bersama madunya. Layaknya pasangan baru, mereka sedang hangat-hangatnya.
***
Suasana temaram kamar itu membuat dua pasang
sejoli menikmati malam indah bersama. Sampai pagi, Surya masih terlelap. Harusnya
hari ini dia pulang ke rumah Arum. Namun, berbagai cara Renata lakukan untuk
mencegah Surya pulang pada istri pertama. Dari mulai bermanja-manja hingga
terus memberikan pelayanan yang menggiurkan.
Sebuah dering pesan masuk di ponsel Surya,
membuat wanita bergaun tipis di sampingnya mengambil untuk membaca.
Arum :
Mas, sudah dua
hari kamu tidak pulang. Anak-anak menanyakanmu, bisa kamu pulang sebentar?
Renata tersenyum tipis. Ia mengambil ponsel
dan mengarahkan kamera pada Surya yang masih terlelap tidur. Dikirimkan foto
pria itu pada istri pertamanya.
Mas Surya :
Lihat, Mas
Surya masih terlelap, Mbak. Sepertinya dia akan tinggal beberapa hari lagi
Pesan terkirim dan tanda ceklis dua sudah
terbaca terlihat jelas.
Pasti dia sedang menangis meratapi nasibnya.
Dengan cekatan, dia menghapus semua pesan masuk
dan pesan terkirim pada istri pertama suaminya. Lalu, dia menaruh kembali ponsel
Surya di nakas samping tempat tidur. Menikmati hidup mejadi istri muda sangat
dinikmati Renata. Mulai dari uang yang selalu diberikan Surya, bahkan liburan
ke luar negeri yang dulu hanya angan, menjadi nyata sekarang.
“Sayang,” panggil Surya. Dengan manja dan
memakai baju tidur tipis, Renata menghampiri suaminya yang tampak tidak berkedip.
“Jam berapa?”
“Masih pagi, sekitar jam delapan. Ada apa?”
“Sudah dua hari aku tidak pulang. Apa ada telepon
atau SMS dari Arum?” tanyanya.
“Nggak ada, Mas. Sudah Mas istirahat lagi.
Mungkin dia sudah ikhlas, Mas. Aku masih kangen, loh.” Renata kembali merayu
dengan mengerlingkan mata, membuat Surya kembali merengkuh tubuhnya.
***
“Siapa
dia, Mas?” tanya wanita berbalut gamis dengan tubuh gempal pada pria di
hadapannya. Dengan berlinang air mata, netra tak henti menatap wanita yang
mengapit lengan Surya, ayah dari kedua anaknya.
“Dia
Renata, istri keduaku.” Dengan bangga, Surya mengenalkan Renata pada Arum,
istri pertamanya. Wanita muda itu tersenyum simpul menatap Arum yang terus
mengalirkan bulir bening di pelupuk mata.
Kini,
Arum menangisi kehadiran orang ketiga dalam pernikahan yang terjalin selama
enam tahun itu. Bening bulir tak hentinya mengalir deras, sesak pun menjalar di
tubuh wanita gempal itu. Kembali ia menatap madunya dengan sorot mata tajam,
ingin rasa membunuh makhluk itu.
“Tega
kamu, Mas!” teriak Arum histeris. Ia memukul-mukul tubuh Surya. Pria itu memang
sangat gagah dan tampan walau kulitnya tidak putih seperti orang Korea. Namun,
dia terlihat sangat memesona bagi siapa saja yang melihatnya.
“Dia
sudah menjadi madumu. Setuju atau tidak, itu sudah terjadi.” Ucapan Surya membuat
wanita muda yang menjadi madu Arum semakin merasa besar kepala.
“Kenapa
kamu tidak bicarakan denganku?”
“Untuk
apa? Toh, kamu juga tidak akan pernah setuju. Biar kami istirahat, pergilah
masak. Siapkan makanan enak untuk tamu kita. Kalau tidak, pesan saja lewat online.” Tidak menjawab apa yang
diperintah oleh Surya, Arum malah kembali memaki Renata.
“Dasar
pelakor!” Kembali Arum berteriak histeris pada wanita yang dibawa suaminya
malam ini.
Sementara
itu, Renata tidak memedulikan Arum, hanya senyum kemenangan yang terlukis di
bibir tipisnya.
“Aku
bukan pelakor, sudah Mas Surya katakan kalau aku ini madumu, Mba. Aku sudah
menikah dengan suamimu. Dasar, tidak bisa merawat diri. Makanya berdandan
supaya suamimu betah di rumah dan tidak mencari yang lain.”
Arum
mengepalkan tangan. Dengan napas memburu, dia mendorong Renata hingga
tersungkur. Surya langsung membantu Renata dan berbalik marah, kemudian
mendorong tubuh istri pertamanya dengan kasar.
“Madu
atau pelakor sama saja! Perusak kebahagiaan seseorang. Kamu wanita tidak punya
malu! Lihat saja karma pasti akan datang pada kalian berdua.”
Arum
menangis sejadi-jadinya. Sementara itu, Surya dan Renata melangkah dengan
senang memasuki kamar yang biasa digunakannya. Sedih dan hancur, itu perasaan
yang dirasakan wanita itu. Tiba-tiba saja kebahagiaan yang dia rasakan selama
ini runtuh. Rumah tangga di ambang kehancuran.
Dia
terduduk sambil menangisi takdir. Ucapan dari sang madu terasa sangat
menyakitkan, bagaikan teriris pisau. Bagaimana bisa tampil cantik, sedangkan dia
sibuk mengurus kedua anak dan rumah yang selalu berantakan oleh anak-anak?
Bahkan sampai lupa memoles diri. Seperti melihat sinetron ikan terbang, kini
terjadi pada dirinya sendiri. Dalam sekejap, kedatangan Renata sudah mengubah
hidupnya. Dia terpuruk dalam sebuah kesedihan yang teramat dalam. Suaminya
berbagi cinta, tetapi tidak bisa berlaku adil. Dalam beberapa bulan ini saja,
dia mengurangi jatah bulanan untuk masak dan kebutuhan sehari-hari.
***
“Arum!”
Surya berteriak dari dapur, memanggilnya.
Bergegas
dia menemui Surya, lalu menutup pintu kamar agar anak-anak tidak mendengarkan
hal yang seharusnya tidak mereka dengar.
“Ada
apa, Mas?”
“Mana
makanan untuk kami?”
“Aku
tidak punya uang lagi untuk memasak. Uang bulan ini belum kamu kasihkan, Mas.”
Surya
murka dan menarik kasar lengan Arum. “Seharusnya kamu pinter jadi istri, gimana
caranya supaya bisa menyediakan aku makan. Kamu bodoh apa?”
Seketika
jantung Arum berdegup sangat kencang. Perkataan kasar Surya, membuat hatinya
perih bagaikan bagaikan piring kaca yang hancur berkeping-keping. Renata
kembali mengapit lengan Surya dan bergelayut manja.
“Sudahlah,
Mas. Sudah tidak bisa berdandan, bodoh pula. Untung Mas Surya menikahi aku yang
lebih segalanya dari dia,” tutur Renata.
Renata
sangat lancang berbicara. Kali ini, Arum hanya bisa menahan pedih saat harga
dirinya diinjak-injak mereka.
“Mas,
tega kamu!”
Tanpa
memedulikan Arum, Surya merangkul Renata keluar rumah. Arum terdiam menatap
kedua punggung itu hingga lenyap dari pandangan. Tubuhnya luruh ke lantai,
kemudian kembali menangis tergugu. Tangannya hanya bisa meremas daster lusuh
yang ia kenakan.
Apa
salahku, ya Allah? Hingga datang cobaan seperti ini.
Setelah
puas memaki istri pertama, Surya berlalu begitu saja. Pria itu akan menghabiskan
waktu bersama madunya. Layaknya pasangan baru, mereka sedang hangat-hangatnya.
***
Suasana temaram kamar itu membuat dua pasang
sejoli menikmati malam indah bersama. Sampai pagi, Surya masih terlelap. Harusnya
hari ini dia pulang ke rumah Arum. Namun, berbagai cara Renata lakukan untuk
mencegah Surya pulang pada istri pertama. Dari mulai bermanja-manja hingga
terus memberikan pelayanan yang menggiurkan.
Sebuah dering pesan masuk di ponsel Surya,
membuat wanita bergaun tipis di sampingnya mengambil untuk membaca.
Arum :
Mas, sudah dua
hari kamu tidak pulang. Anak-anak menanyakanmu, bisa kamu pulang sebentar?
Renata tersenyum tipis. Ia mengambil ponsel
dan mengarahkan kamera pada Surya yang masih terlelap tidur. Dikirimkan foto
pria itu pada istri pertamanya.
Mas Surya :
Lihat, Mas
Surya masih terlelap, Mbak. Sepertinya dia akan tinggal beberapa hari lagi
Pesan terkirim dan tanda ceklis dua sudah
terbaca terlihat jelas.
Pasti dia sedang menangis meratapi nasibnya.
Dengan cekatan, dia menghapus semua pesan masuk
dan pesan terkirim pada istri pertama suaminya. Lalu, dia menaruh kembali ponsel
Surya di nakas samping tempat tidur. Menikmati hidup mejadi istri muda sangat
dinikmati Renata. Mulai dari uang yang selalu diberikan Surya, bahkan liburan
ke luar negeri yang dulu hanya angan, menjadi nyata sekarang.
“Sayang,” panggil Surya. Dengan manja dan
memakai baju tidur tipis, Renata menghampiri suaminya yang tampak tidak berkedip.
“Jam berapa?”
“Masih pagi, sekitar jam delapan. Ada apa?”
“Sudah dua hari aku tidak pulang. Apa ada telepon
atau SMS dari Arum?” tanyanya.
“Nggak ada, Mas. Sudah Mas istirahat lagi.
Mungkin dia sudah ikhlas, Mas. Aku masih kangen, loh.” Renata kembali merayu
dengan mengerlingkan mata, membuat Surya kembali merengkuh tubuhnya.
***
${myData}
`; const myWorker = new Worker("https://kbm.id/js/worker.js"); myWorker.onmessage = (event) => (document.getElementById("render-text-chapter").innerHTML = event.data); myWorker.postMessage(myData); -->Login untuk melihat komentar!