Mulai Bekerja

"Apa maksud kamu, Dek? Sudahlah, pulanglah, aku tidak tau di mana tempat kemeja, tempat kaos kaki, tempat celanaku, di mana? Kamu sengaja agar aku tidak bekerja?"

"Kamu tunggu saja, Mas. Karena sebentar lagi akan ada yang membantumu, tunggulah sebentar," jawabku.

"Kamu tidak usah banyak bicara lagi, Dek. Pulang sekarang! Aku tidak ingin kamu bekerja! Aku tidak ridho!"

"Baik, aku akan berhenti, tapi kembalikan semua uang THRmu, Mas! Aku mau semuanya, kamu bisa?"


"Kamu sudah gil*, Dek? Mana bisa seperti itu? Kamu mau buat aku malu? Seperti orang yang tidak punya uang saja mau meminta-minta!"

"Ya sudah, kalau seperti itu jangan menyuruhku pulang!" jawabku langsung memutuskan panggilan.

Mungkin aku akan dicap sebagai istri durhaka, tapi kali ini aku akan menutup telinga, aku tidak ingin anakku menjadi bahan tertawaan keluarga Mas Imron lagi, sudah cukup tahun lalu.

Aku kembali bekerja, dan ponselku kembali berdering.

Mas Imron lagi.

Aku menerima panggilan tersebut.

"Dek, kenapa kamu menyuruh Mbak Hesti datang kemari?" Mas Imron pasti terkejut dengan kedatangan kakaknya itu.

"Oh sudah datang, tolong berikan ponsel kepada Mbak Hesti, Mas," pintaku.

Tidak lama dan suara Mbak henti terdengar.

"Kenapa kamu menyuruhku datang kemari?"

"Mbak, tolong ambilkan kaos kaki Mas Imron di lemari kamar bagian bawah, dan langsung pakaian, jangan lupa semir sepatu Mas Imron, juga sediakan tas kerja Mas Imron ada di kamar yang satunya--"

"Tunggu, kenapa kamu menyuruhku menyiapkan keperluan Imron? Dia kan suamimu, kenapa kamu malah menyuruhku, hah? Aku juga punya suami dan anak yang harus aku urus!"

"Nggak apa-apa, Mbak, kan Mas Imron juga tetap mengurus Mbak walau sudah beristri dan memiliki anak. Mas Imron juga selalu membantu Mbak memenuhi kebutuhan anak-anak, Mbak, jadi sekarang Mbak mengurus Mas Imron juga dong, oh yah, jangan lupa buatan anak kami telur dadar yah, Mbak, jangan pakai cabe, cukup bawang merah saja," jawabku.

"Nggak--"

"Jangan menolak, Mbak, nanti kalau Mas Imron tidak bekerja, dia tidak akan memberikan uang gajinya untuk Mbak, jadi lebih baik sekarang Mbak mengurus Mas Imron yah, aku sibuk, assalamualaikum." Aku segera memutuskan panggilan.

Kubiarkan ponselku terus berdering, Mas Imron terus menghubungiku, mungkin dia kesal dengan jawabanku terhadap kakaknya.

Bu RT sudah mengetahui permasalahanku, walau tidak semua aku ceritakan, karena aku masih memilah yang mana yang boleh dan tidak.

Tidak lama setelah panggilan tersebut, ternyata Mas Imron menyusulku ke mari.

"Pulang sekarang, Dek!"

"Penuhi dulu keinginanku!"

"Itu tidak akan mungkin, Dek!"

"Ya sudah, aku tidak akan pulang!"

"Kamu mau membantahku? Pulang sekarang, atau--"

"Atau apa, Mas? Mau menceriakanku? Silakan, Mas!"

Mas Imron tidak menjawab dan langsung memilih pergi.

Mas Imron pasti sangat kesal sekarang.

------------

"Kenapa mereka datang, Dek?"

"Mau merawatmu, Mas! Karena aku sibuk, sedang mereka kan pengangguran.


********