Video 30 Detik Istriku di Klinik Aborsi
Part 3
Aku tercengang mendengar penuturan Papa. Dia mengusir Aira dengan kejam. Aku yakin, video itu sudah sampai di tangan mereka berdua.
"Teganya kamu membawa aib ke rumah ini. Padahal aku sudah berlapang hati meminangmu untuk menjadi pendamping putraku. Keluar dari rumahku, aku tak sudi melihat wajah lugumu!" sentak Ibu dengan pandangan sarkas. Wajah Aira benar-benar bingung.
"Ma Aira tidak tahu hal apa yang kalian bicarakan. Aib, apa? Aira tidak tahu sama sekali. Tadi Mas Danar menuduh Aira perempuan tidak benar, sekarang Mama dan Papa mengusir Aira, karena Aib yang Aira bawa. Tolong jelaskan pada Aira apa yang terjadi!" Aira menatap kami satu persatu.
"Cukup Aira! Jangan berlagak bodoh, Mama tidak sudi melihat keberadaanmu di sini. Kemasi barang-barangmu, Abah akan menjemputmu. Aku mengambilmu dari sana, maka aku kembalikan kamu ke tempat asalmu," hardik Mama.
Sekian detik Mama menerobos memasuki kamar kami. Menyeret koper usang milik Aira di sudut ruangan. Mama beralih ke arah lemari, menarik kasar semua barang milik Aira. Dimasukkan ke dalam koper.
Aira berusaha menahan dan meminta penjelasan. Namun, Mama menuduhnya berpura-pura. Aira semakin bingung, dia mulai terisak diperlakukan sama sekali tak bermoral.
"Mas! Kamu jangan diam saja, bantu aku Mas," rengek Aira seraya mengoyangkan pundakku pelan.
"Jangan bantu dia! Dia tidak pantas untuk kamu kasihani," ujar Mama tajam. Sangat tajam, bahkan hatiku ikut tergores dengan perkataannya.
"Papa tidak menyangka, wanita seperti kamu melakukan perbuatan memalukan. Kamu membohongi pernikahan kalian. Pernikahan ini tidak sah!" Tegas Papa dengan suara Papa naikkan beberapa oktaf.
"Demi Allah, tidak ada yang Aira sembunyikan dari keluarga Papa. Aira bersumpah, Pa," ucap Aira lantang.
"Jangan kamu gunakan nama Allah untuk menyembunyikan bobrokmu," ketus Mama.
Aira bersimpuh di kaki Mama memohon untuk dijelaskan duduk persoalannya. Aku semakin heran dengannya. Apakah dia pura-pura lugu, amnesia atau memang sedang berakting di hadapan kami?
Mama mendorong tubuh Aira kasar, dia terjungkal beberapa meter. Mama terperanjat saat, Abah datang bersama Ummi. Dengan lembut Ummi meraih tubuh Aira. Menyeka air mata dengan ujung hijab Ummi. Abah menatap ke arah kami penuh tanda tanya.
"Kita semua perlu bicara. Aku tunggu di ruang depan," ucap Abah datar. Abah berbalik arah, mengarahkan Ummi dan Aira menuju ruang depan.
Mama dan Papa saling sikut. Mereka berdua segan dengan Abah dan Ummi, meski umur keduanya lebih muda daripada Mama dan Papa.
"Perlihatkan video yang kita lihat tadi," bisik Papa pada Mama yang salah tingkah. Aura wajah mereka tidak segarang saat mencela dan menghina Aira.
Mama mengangguk, menarik lenganku untuk ikut serta bersamanya. Hatiku gamang dengan kejadian yang berlangsung di depan mata. Semua sangat cepat terjadi.
"Jelaskan duduk persoalan yang terjadi sampai kalian memperlakukan anakku sedemikian rupa," pinta Abah dengan memasang wajah datar tanpa ekspresi. Ummi tak kalah emosi, aku bisa menyaksikan pacaran sinar matanya, meski dia mengunakan cadar. Aira lebih tenang dengan kehadiran Abah dan Ummi.
Mama menyodorkan gawainya ke arah Abah. Rasa penasaranku meronta. Abah meletakkan gawai Mama di atas meja. Wow! Apa-apaan ini, Aira sedang bercumbu dengan lelaki lain. Ini tidak salah lagi, anak yang dia gugurkan itu pasti benih dari lelaki itu. Sayangnya, wajah lelaki itu di blur. Sangat memalukan Aira sangat agresif terhadap lelaki itu. Padahal, dia masih berhijab.
Abah menatap Aira, wanita menjadi istriku menundukkan kepala. Ummi meraih pundaknya.
"Nak, apa ini, Nak?" tanya Abah pelan. Tak ada kemarahan di bola matanya. Mama dan Papa terpancing emosi dengan video menjijikkan itu. Namun, Abah dan Ummi terlihat santai. Seperti tidak terjadi apa-apa.
Aira merosotkan tubuhnya ke lantai, bersimpuh di kaki Abah.
"Aira bersumpah demi Allah. Aira tidak pernah melakukan perbuatan keji itu. Itu bukan Aira, Abah. Itu bukan Aira," ucap Aira pelan dan sopan.
Abah memberi kode pada Ummi untuk membangunkan Aira. Abah tidak mengatakan iya atau tidak atas ucapan Aira. Dia terdiam beberapa saat. Melihat ke arahku, hingga aku menjadi salah tingkah.
"Bagaimana pendapat kamu, Nar?" tanya Abah padaku.
"Danar tidak percaya pada Aira. Danar yakin dalam video itu dia. Danar juga punya bukti lainnya," jawabku seraya membuka video yang aku terima seminggu lalu di luar negeri.
kuletakkan gawaiku atas meja. Abah melihatnya tanpa ekspresi. Namun, Aira berusaha terus menyangkal, jika itu bukan dia.
"Kami tidak bisa menerima wanita pembawa aib itu ke rumah kami. Tolong bawa dia pergi dari sini," pinta Mama dengan ekspresi jijik.
"Tidak baik, mengambil keputusan dalam keadaan emosi. Kedua video itu belum tentu kebenarannya," ujar Abah. Dia menatap penuh harap ke arah kami.
"Bah, video itu jelas bukan palsu. Danar sudah membuktikannya. Seminggu lalu, dia baru saja mengugurkan anak dalam kandungannya," ungkapku dengan kebenaran yang kuterima.
"Bah, Ummi, Aira tidak melakukan apa pun. Itu bukan Aira. Aira tidak berbohong," bela Aira.
"Abah dan Ummi percaya kamu, Nak. Sekarang masalahnya, suami dan mertua kamu yang tidak percaya. Mereka belum mengenalmu," ucap Abah. Ada rona kesedihan di wajah senjanya.
"Abah, bawa Aira pergi. Danar tidak menginginkannya lagi ..."
"Mas, berikan aku waktu untuk membuktikannya," pintanya dengan wajah memelas.
"Semua sudah jelas, tidak perlu bukti lagi. Aku akan ...."
"Danar! Sikapmu membuatku menyesal mengizinkanmu menikahi putriku," ucap Abah dengan napas berat.
"Dia bukan putrimu," sela Mama.
"Dari kecil dia kubesarkan sampai sekarang ini. Dia tumbuh dari keringatku. Sampai kapan pun dia anak kami!" tegas Abah.
Suasana semakin mencekam. Apa pun yang aira katakan tidak benar di telingaku dan keluargaku.
"Ya Allah terlalu berat ujian yang Engkau berikan untukku," lirih Aira.
Abah menyuruh Ummi mengambil koper Aira. Aira akan ikut mereka pulang ke pondok. Sebelum itu, Abah mengirim video itu ke gawainya. Dia juga meminta waktu padaku untuk membuktikan, bahwa wanita dalam video bukanlah Aira.
Bersambung