Menjanda
#BERCAK_DARAH_DI_SPREI_KAMARKU

#7

Hari ini, adalah hari pertamaku di rumah orangtuaku. Sendiri menjadi seorang janda, bukan hal yang mudah. Apalagi, banyak orang yang hanya ingin tahu tentang kehidupanku sekedar untuk bahan gosip semata.

Aku mulai menata kembali hidupku, bukan hanya tentang hatiku, tapi juga tentang masa depanku nantinya.

Aku berjualan minuman dan jajanan anak-anak di teras rumah. Namun, ada saja cobaan yang menghampiri.

"Anggun! kamu tuh buta ya? tahu kan kalau aku tuh jualan, ngapain kamu pake ikutan jualan. Dasar janda gatel!" 

Cemoohan warga terus saja berdatangan, mengapa mereka selalu menilai ku sebagai aib. Padahal, aku pun tidak menginginkan status janda ini.

Hingga akhirnya, sebuah kurir mengantarkan satu surat yang telah lama aku tunggu.

Surat gugatan cerai dari Mas Reyhan, aku telah siap menghadapi hari ini. Aku tahu, hariku akan semakin terasa berat. Namun, aku yakin akan ada pelangi setelah badai ini.

Aku ambil kartu nama yang ada di dalam dompet, entah mengapa hatiku berkata jika Doni bisa membantuku mencarikan pekerjaan.

"Halo, Don, ini aku Anggun. Apa kamu bisa tolong Carikan Mbak pekerjaan?" tanyaku ragu.

"Tentu Mbak, siapkan CV dan besok datang ke kantor. Nanti aku kirimkan alamatnya," ucap Doni melalui sambungan telepon.

Beruntung, karena Doni memiliki banyak teman yang mungkin bisa membantuku masuk ke perusahaan, meski umurku sepertinya sudah tidak memenuhi kriteria.

_____

Pagi ini, aku sengaja mengerjakan semuanya lebih pagi. Aku yakin, pagi akan membawa keberkahan bagi seseorang yang mau berusaha lebih saat menyambutnya.

Jarak tempuh sekitar satu jam dari rumah orangtuaku, aku berpenampilan sebaik mungkin karena tak ingin membuat Doni malu telah merekomendasikan aku nantinya.

Taksi online terparkir rapih di depan gedung perkantoran yang menjulang tinggi.

"Ini alamatnya Bu," ucap driver tersebut.

Aku pun langsung menyerahkan uang biaya perjalanan dan segera masuk ke kantor tempat aku dan Doni sudah membuat janji.

[Don, aku sudah sampai,]

Pesan singkat sudah aku kirimkan karena tak ingin membuat Doni menunggu lama. Apalagi mengganggu pekerjaannya.

[Masuk saja, temui direkturnya] 

Balas Doni. Namun, mana mungkin semudah itu? Aah, Doni nih bisa aja sih.

Aku segera pergi ke resepsionis yang ada di lobby kantor.

"Permisi mau ketemu direktur perusahaan ini, saya Anggun," ucapku.

"Oh, iya sudah ditunggu di ruangan beliau," ucap resepsionis tersebut seraya memanggil seseorang untuk mengantarku.

Wah, Doni benar-benar menepati janjinya untuk memberikan aku pekerjaan. Tidak tanggung-tanggung, ia bahkan tidak membawa aku ke HRD melainkan langsung ke Direktur perusahaan.

Tok tok tok!

Seseorang yang mengantarku mengetuk pintu, kemudian beberapa saat kami masuk.

"Hai, Mbak ... silahkan duduk!"

Aku hampir saja berhenti bernafas saat melihat Doni duduk di kursi direktur.

"Doni ...?" ucapku tak mengerti.

Ia tersenyum, seraya menuntunku duduk dan meminta pria yang mengantarku untuk pergi dengan mengucapkan terima kasih.

Bagiamana mungkin karyawan seperti Doni tiba-tiba menjadi direktur?