Air Tak Perlu Menunjukkan Dirinya Suci
“Tujuan hidupku, ya, bikin Bapak bahagia.” Reyhan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Aku terdiam mendengar pengakuan Reyhan yang begitu tulus. “Ya udah, cepetan sana wudu!” titahku.

Reyhan mengangguk, kemudian mulai berwudu. Aku langsung menggetok kepalanya dengan kencang.

“Masa sehabis membasuh wajah langsung kaki?”

Reyhan menoleh ke arahku dengan wajah takut. “Salah, ya, Bu?”

“Penyakitmu sudah kronis, sampai-sampai tidak tau caranya menyucikan diri.” Aku melipat kedua tangan di depan dada. 

“Jangan galak-galak dong, Bu. Cantik banget, sumpah.” Reyhan menunduk.

Bagaimana mungkin aku bisa tersipu malu mendengar ucapan itu? Semoga saja wajahku tidak memerah sekarang.

“Lalu, sehabis wajah apa, Bu?”

Aku langsung terbangun dari lamunan, kemudian menjawab pertanyaan Reyhan.

“Sehabis wajah, tangan, rambut, telinga, kemudian kaki.”

Reyhan mengangguk, kemudian mempraktikkan apa yang sudah kuajarkan. Lelaki itu tersenyum ke arahku. “Betul, kan, Bu?”

Aku menelan ludah. Lihatlah suamiku. Ya Tuhan, lenyapkan dia dan gantikan dia dengan Kang Santri. Aku berbalik badan untuk keluar dari kamar mandi. Namun, lagi-lagi Reyhan mencekal tanganku.

“Tunggu, Bu!” 

“Apa lagi?” Aku menoleh ke arahnya.

“Bu Salis enggak wudu lagi? Katanya tadi wudunya batal karena sudah aku sentuh.”

“Astagfirullah, aku lupa.” Aku langsung mengambil air wudu di sebelah Reyhan setelah sebelumnya berkata, “Kamu juga harus wudu lagi karena sudah menyentuhku.”

“Oh, iya, lupa.” Reyhan menepuk jidat, kemudian tertawa. “Berarti kita jodoh, ya, Bu Salis? Sama-sama pelupa,” tambahnya.

Aku langsung tersedak air keran saat berkumur-kumur.

Ya Tuhan, tabahkanlah hambamu ini!



Karena Reyhan tidak mau menjadi imam salat dan punya poin plus berupa lupa bacaan salat karena sudah bertahun-tahun tidak melaksanakannya, akhirnya aku mengajaknya untuk salat berjemaah di musala yang tidak jauh dari rumah.

Aku menunggu Reyhan di serambi musala, karena laki-laki itu tidak kunjung keluar setelah salat jemaah selesai. Ya ampun, aku terlihat seperti ibu Reyhan daripada disebut istrinya.

Kenapa sih aku malah dikaruniai seorang anak? Padahal sedang mendambakan laki-laki terbaik seperti Kang Santri yang datang ke rumah sambil membawa kuda besinya untuk melamar.

Pandanganku beralih ke arah ibu-ibu yang menatapku sinis saat hendak pulang. Aku sedikit risi ditatap seperti itu. Seolah aku adalah bangkai busuk yang tidak pantas menampakkan diri di depan masyarakat.

“Mereka belum tentu suci darimu,” ucap sebuah suara di belakangku. Aku langsung menoleh dan menemukan Abi di sana. “Air tak perlu menunjukkan dirinya suci, mawar tak perlu menunjukkan dirinya anggun, dan matahari tak perlu menunjukkan dirinya perkasa. Apalagi ketabahanmu yang lebih suci, yang lebih anggun, dan lebih perkasa dari semua itu.”

Aku menatap Abi dengan mata berkaca-kaca.

“Tak perlu menunjukkan siapa dirimu, karena orang yang menyukaimu tak butuh itu dan orang yang membencimu tak akan peduli itu.”

“A-Abi?” lirihku dengan bibir bergetar. “Dengan aku menikah sama Reyhan, orang-orang semakin yakin kalau aku memang benar melakukan hal tidak senonoh kepada murid. Abi tahu, kan, kalau itu cuma salah paham?” lanjutku.

Abi menghela napas sambil mengusap-ngusap puncak kepalaku yang tertutup oleh mukena. “Semoga Abi diberi hidayah untuk bisa percaya sama kamu.”

Aku ingin menangis rasanya. “Sekarang Salis harus menerima penderitaan ini seumur hidup karena dijodohkan dengan Reyhan. Laki-laki dari planet lain yang tidak pernah diharapkan menjadi isi dunia Salis.”

Abi berdiri sambil membenarkan sorbannya, lalu melangkah meninggalkanku.

“Bangunkan suamimu yang ketiduran di saf paling belakang,” ucap beliau sebelum pergi. 

Aku menggeram frustrasi. Dosa enggak sih memperlakukan suami seperti murid bandel di sekolah? Lagi pula, dia juga alumni murid bandel. Aku masuk ke musala dan menemukan Reyhan yang tidur dengan posisi duduk.

“Reyhan, bangun!”

Reyhan langsung tersentak, kemudian mendongak ke arahku dengan wajah kaget. “Udah mulai salatnya?”

“Astagfirullah. Jadi kamu enggak ikut salat berjemaah?!” 

Reyhan menggeleng, ingin kuteriak.

=====

Ya ampun, perjuangan banget nih Salisa nanti dalam rumah tangganya. Nggemesin sih si Rayhan. 

Komentar

Login untuk melihat komentar!