Minyak Istimewa


"Kau ingin aku langsung membunuhnya?" tanya pria yang berprofesi sebagai orang pintar itu pada wanita muda yang duduk di hadapannya.

"Tidak, Ki, saya hanya ingin dia kembali! Setelah itu saya yang akan membunuhnya sendiri, dengan cara saya!" jawab wanita itu.

Pria yang dikenal sebagai dukun itu tersenyum, dia dapat merasakan aura kebencian yang pekat dari wanita yang duduk berselang meja dengannya.

"Aku tahu, sebenarnya kau punya kemampuan untuk itu, lantas mengapa kau meminta bantuanku?" tanya dukun yang bernama Ki Botong itu.

"Aku tidak ingin dia tahu bahwa aku mengirim guna-guna untuk membuatnya kembali. Aki pasti sudah paham siapa ayah dari anak-anakku itu," tukas Maisura.

Ki Botong mengangguk. Dia tahu siapa yang akan dikirimi guna-guna kali ini. Orang itu bernama Sudarsan, suami Maisura yang juga merupakan seorang dukun, bahkan lebih terkenal dari dirinya.

Makanya Ki Botong agak kaget saat melihat istri paranormal terkenal itu datang meminta bantuan padanya. Bagi Ki Botong sebenarnya bukan masalah siapa orangnya, tetapi yang membuat dia heran, mengapa dirinya yang dipilih oleh wanita itu?

"Lantas, apakah kau yakin aku bisa mengguna-gunai suamimu itu?" tanya Ki Botong lagi, setelah hening beberapa saat.

"Aki tenang saja, aku tidak memintamu untuk berhadapan langsung dengannya," jawab Maisura.

Paranormal itu mengernyitkan dahi, bingung.

"Aku tahu, Aki malas berurusan dengan suamiku, makanya aku tidak meminta Aki menyerang langsung, apalagi sampai membunuhnya," lanjut Maisura.

"Jadi maksudmu menemuiku itu sebenarnya apa?"

"Tentu saja aku ingin meminta bantuanmu, Ki. Kudengar kau punya minyak istimewa yang bisa membuat seorang pria bertekuk lutut pada siempunya minyak itu," jawab Maisura.

Bukan tanpa alasan ibu dua anak itu menemui Ki Botong, paranormal yang kekuatannya masih jauh di bawah suaminya itu memiliki sesuatu yang istimewa. Dia memiliki minyak yang dibawa khusus dari daerah asalnya, dan minyak itu sangat menggiurkan khasiatnya.

Maisura pernah mendengar dari seorang pasien yang datang berobat pada suaminya, bahwa Ki Botong memiliki minyak yang dapat menaklukan kaum adam.

Ki Botong terkekeh mendengar penuturan Maisura yang berapi-api.

"Tahu dari mana kau soal minyak itu?" tanya dukun tersebut.

"Tak perlu kujelaskan aku tahu darimana, tapi aku yakin kabar itu benar! Aku hanya ingin bertanya apakah Aki bersedia memberikannya padaku?" cerca Maisura.

"Aku bisa saja memberikannya padamu, tapi apakah kau sanggup menjalankan semua pantangan dan syaratnya?" 

"Apakah wajahku terlihat meragukan? Bukankah dengan ke sini saja sudah membuktikan bahwa aku benar-benar serius?!" tukas Maisura.

'Angkuh!' batin Ki Botong.

"Baiklah, aku menganggap kau sudah sanggup melakukan semuanya, esok jika kau berfikir ingin mengembalikan, jangan cari aku lagi!" 

"Tentu saja! Aku sudah siap untuk semuanya, yang penting dendamku terbalaskan!" sungut Maisura, wajahnya kembali memerah saat mengingat perselingkuhan suaminya.

Ki Botong tak lagi bersuara, dia bangkit dan berjalan ke kamar, tak berapa lama dia kembali dengan sebotol minyak di tangannya.

Setelah memberikan pengarahan seputar syarat dan pantangan minyak itu, Ki Botong memberikannya pada Maisura. Dia juga kembali mengingatkan jika hubungan mereka hanya sebatas pertemuan hari ini.

Maisura tak terlalu mendengar penjelasan dari dukun tersebut, fikirannya sibuk berkelana tentang dendam dan pembalasannya. Dia menerima minyak tersebut, dan menukarnya dengan sejumlah uang. Setelah itu dia pamit pergi.

Ki Botong tersenyum sinis, niat hati yang terpendam lama akhirnya sebentar lagi akan jadi kenyataan. Dia memang menyimpan dengki pada Sudarsan, dukun yang lebih masyur dari dirinya. Selama ini rasanya tak mungkin dia bisa menghabisi lawannya itu, tetapi ternyata kini kesempatan itu akhirnya tiba.

"Hahaha! Sudarsan, masa jayamu akan segera berakhir!" gumamnya senang.

***

Di sebuah rumah minimalis, seorang pria sedang sibuk berkemas. Dia dengan tergesa memasukkan baju-baju ke dalam tas. Semua dilakukan dengan cepat dan asal, seolah dirinya sedang diburu oleh sesuatu.

"Abang mau ke mana?" tanya istri pria tersebut.

"Aku ingin menemui Maisura," jawabnya, masih sibuk berkemas.

"Mengapa sangat mendadak? Ini sudah sangat larut, Bang," cegah sang istri.

Pria bernama Sudarsan itu tidak menjawab, dia sekarang melangkah ke luar dari kamar tidur mereka. 

"Bang! Tunggu! Jelaskan dulu ada apa?" 

"Aku ingin menemui Maisura, bukankah sudah kukatakan tad?!" jawab Sudarsan tanpa menoleh pada istri mudanya.

"Tidak bisa!" Wanita itu berdiri di hadapan suaminya, menghalangi.

"Vina, jangan halangi aku!" tukas Sudarsan.

"Bang, aku istrimu, aku berhak melarangmu!" ungkap Devina.

"Dan aku suamimu, aku lebih berhak melakukan apapun yang kumau! Satu lagi, Maisura juga istriku, jangan lupakan itu!" tegas Sudarsan kemudian beranjak pergi.

Devina syok, dia tak menyangka dengan perubahan suaminya yang terkesan dadakan. Entah mengapa pria yang baru dua bulan menjadi suaminya itu tiba-tiba ingin kembali pada istri tuanya. Padahal selama pernikahan mereka tak pernah sekalipun pria itu menyebut nama istri pertamanya.

Wanita muda itu berteriak histeris, dia nanar menatap suaminya yang terus berjalan. Sadar dari keterpakuan, bibir Devina segera bergerak cepat, matra pengasih dia bacakan untuk suaminya.

Namun, sepertinya itu semua sia-sia, Sudarsan terus berlalu dengan kendaraannya tanpa sekalipun menoleh lagi. Devina semakin heran, ada apa ini? Mengapa peletnya jadi tidak mempan. Ini tidak mungkin!

Wanita itu mengacak rambutnya, dia menghentak kaki kasar kemudian masuk ke dalam rumah. Suara bedebam pintu menjelaskan bahwa pemiliknya sedang sangat kesal.

Sementara di tempat lain, seorang wanita sedang berdiri di belakang pintu. Bibirnya tak henti mengukir senyum, menggambarkan hatinya yang sedang berbunga.

"Satu ... dua ... tiga!" gumamnya.

Tepat saat dia berhenti menghitung, suara mobil terdengar memasuki halaman rumahnya. Senyum wanita itu semakin lebar, dia melangkah ke sisi jendela, mengintip.

Sebuah kendaraan yang sangat dikenalnya terparkir asal. Pemiliknya melangkah tergesa ke arah pintu. Wanita itu terkikik, menertawakan pria yang berjalan tergopoh di depan sana.

Tok! Tok! Tok!

"Bunda! Buka pintu, ayah pulang!" Suara ketukan dan seruan dari pria itu terdengar tak sabar.

Sang wanita yang sedang mengintip melangkah gemulai ke arah pintu. Dengan gerakan lamban dia memutar kunci, sengaja membuat lelaki di depan sana semakin ketar-ketir.

"Bunda, aku kembali!" ucap Sudarsan saat pintu sempurna terbuka.

Pria itu terpaku menatap istri tuanya, entah mengapa saat ini wanita itu terlihat sangat menawan. Gaun tipis berwarna maron yang dikenakannya membuat Maisura terlihat anggun. Rambut yang sengaja digerai melambai-lambai ditiup angin malam. Bagi Sudarsan, istri pertamanya malam ini terlihat ... sangat sexi.

"Bunda, a-ayah minta ma--." Ucapan Sudarsan terputus karena telunjuk Maisura sudah menempel di bibirnya.

"Ssttt! Bang, jangan katakan apapun! Aku hanya ingin kita melewati malam ini dengan indah!" bisik Maisura lembut, suaranya mendayu-dayu.

Serrr!

Dada Sudarsan berdesir, sudah lama rasanya Maisura tak selembut ini. Panggilan 'Bang' yang sangat disukainya itu, entah kapan terakhir didengarnya.

Pria itu memeluk Maisura erat. Bau harum menguar dari tubuh istrinya, membuat gairah pria itu semakin membara.

Sudarsan melepaskan pelukan, dia mengunci pintu utama. Tangannya erat menggenggang jemari Maisura, tanpa kata dia menarik wanitanya ke dalam kamar.

Malam itu mereka menghabiskan waktu berdua. Cinta Sudarsan kembali meluap pada istrinya. Dia yang beberapa waktu belakangan enggan melirik istri tuanya, malam ini pria itu tak mau melepaskan istrinya sedetikpun. Pertempuran mereka terus berlangsung, hingga keduanya terkapar tak berdaya.

Dua manusia itu merasa bahagia dalam versi yang berbeda. Jika Sudarsan sangat bahagia dengan pelayanan dan perubahan istrinya, Maisura justru merasa bahagia karena telah berhasil menaklukan suaminya.

Dia telah menyusun rencana yang sangat bagus untuk membuat istri muda suaminya menderita, sebelum akhirnya dia menghabisi keduanya.

'Minyak ini benar-benar istimewa!' batin Maisura, bibir itu tak henti menyunggingkan senyum.

Dia melirik suaminya yang mulai terlelap. Tangannya menyentuh rahang kokoh Sudarsan. Wajah tampan yang dulu dipuja itu, kini sangat dibencinya. Penghianatan sang suami dengan pasiennya sendiri membuat Maisura menabur dendam, dia telah buta mata hati, istri tua Sudarsan itu siap menghabisi suami dan madunya.

***

Pagi ini desa Lampoh Ranum heboh, seorang wanita muda ditemukan tewas di dalam rumahnya. Dia yang sedang menanti saat-saat melahirkan tiba, mati dengan kondisi mengenaskan. Perut besarnya terkoyak, janin yang berada di rahimnya raib, tubuh wanita hamil itu bersimbah darah.

Tak ada yang tahu sebab kematiannya, karena situasi seperti ini baru pertama kali terjadi. Semua sibuk menerka-nerka, apa gerangan yang memangsanya, hewan buaskah atau perampok berdarah dingin?

Sementara di rumah Sudarsan, pria itu baru saja bangkit dari lelapnya, dia melirik tempat istrinya berbaring, kosong, Maisura tak ada di sana.

Sudarsan bangkit, dia turun dari ranjang berniat mencari sang istri. Pria itu telah berkeliling rumah, kamar anak-anak, dapur juga halaman, tetapi istrinya tetap tak ada.

Mungkin dia sedang ke warung, batin Sudarsan. Akhirnya dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun pria itu sangat terkejut saat melihat Maisura terbaring di lantai kamar mandi.

Sudarsan menunduk, ditepuknya pelan pipi sang istri. Tak berapa lama Maisura bangkit, dia sedikit menguap layaknya orang yang baru bangun tidur.

"Bunda, kenapa tidur si sini?" tanya Sudarsan bingung.

Maisura mendongak, dia melirik sekitar, kamar mandi. Mengapa dia bisa berada di kamar mandi? batinnya.

"Bunda!"

"E-eh, iya, Yah!" jawab Maisura kaget.

"Kenapa tidur di sini? Dan ini, apa ini, darah?" ucap Sudarsan seraya menyentuh bibir istrinya.

Maisura panik, dia mengusap bibirnya kasar.

Bersambung...

Komentar

Login untuk melihat komentar!