Part 3
Part 3

"Anna?" Sahutnya dari dalam. 

Aku merasa terpojok, mau tidak mau akhirnya menemuinya. Sambil membawa nampan yang kubawa dari rumah, aku masuk kedalam bilik belakang surau ini.

"Maaf mengganggu mas, aku hanya mau mengantar ini saja sekalian mau berterima kasih atas pertolongan Mas Taka tadi padaku." Meski sedikit gugup. tak kusangka akhirnya meluncur juga kalimat itu dari bibirku.

Laki laki itu hanya diam. Ia hanya mengangguk kecil yg untuk menjawabnya. Apa dia sengaja tak ingin berbicara denganku. Sudahlah, sebaiknya aku pergi saja dari sini.

"Permisi mas," Aku berbalik arah menuju pintu bilik ini, baru tiga langkah berjalan tiba tiba laki laki itu mengajakku bicara.

" Jika kau ingin pergi ke kebun lagi lebih baik jangan sendirian lagi. Jika kau berkenan aku bisa menemanimu. " Aku sedikit terdiam mendengarnya. Tak ingin berlama lama berdua dengannya disini.

"Baik, mas" Aku menjawabnya dengan anggukan kecil.

****

Sinar matahari pagi ini tidak sehangat kemarin, mendung dari subuh sudah menghiasi langit pagi ini. Aku harus pergi ke pekan mingguan untuk membeli beberapa keperluan. Penduduk di sini biasa berbelanja tiap adanya pekan atau pasar dadakan yang ada tiap satu minggu sekali. Aku memeriksa semua kebutuhan yang ingin kubeli dan tak lupa pergi ke surau sebelah untuk bertanya apa saja yang dibutuhkan oleh laki laki itu.

Dengan gontai aku berjalan ke surau sebelah rumah ini. Belum kulihat wajah laki laki itu pagi ini. Biasanya dia akan menyapu daun daun yang gugur di halaman. Tapi kali ini sepi. Kemana dia?

Aku memutuskan untuk masuk ke dalam. Dan mencarinya di bilik belakang. kuucap salam di depan bilik kamarnya. 

Sepi.

Tak ada suara jawaban. Sepertinya laki laki itu memang tidak ada di surau ini. Kemana perginya dia sepagi ini? Apa perlu aku menunggunya pulang untuk menanyakan keperluannya. Tapi bagaimana jika sampai siang ia tak juga kembali. Bisa bisa pekan mingguan itu sudah bubar. Karena pasar dadakan itu akan bubar dengan sendirinya jika sudah ba'da Zhuhur.

Tak apalah, akan kutunggu sebentar lagi, siapa tahu dia akan pulang.

Hampir setengah jam aku duduk menunggunya di kursi depan rumahku. Suara gesekan sandal menarik perhatian ku untuk menoleh kearah surau mencari asal suara. Aku tersenyum saat kulihat laki laki itu pulang, tak ingin membuang waktu lagi aku segera datang dan menghampirinya.

"Ada apa Anna, apa kau mencariku?" Ia bertanya saat aku memanggil namanya.

"Maaf mas, aku mau ke pekan. Apa mau titip sesuatu atau ada kebutuhan mas yang harus aku beli?" 

Laki laki itu diam, tak menjawabku dan bergegas masuk ke dalam surau, meninggalkanku yang masih terpaku menunggu jawabannya di depan surau ini.

Tak berselang lama iapun keluar setelah mengganti pakaiannya. 

"Ayo, kutemani kau kesana." Ia berjalan mendahuluiku, meski bingung dengan sikapnya, kuputuskan untuk mengikuti langkahnya. Aneh, tak biasanya dia mau ke pekan, padahal tiap kali bapak mengajaknya, ia selalu menolaknya dan sekarang? ia malah menemaniku tanpa diminta. 

Entahlah.

"Tak apalah mungkin ia ingin membeli keperluannya sendiri," pikirku.

Dalam perjalanan ke pekan mingguan ini. Banyak mata yang memandang kami. Beberapa gadis di desa ini bahkan melirik tanpa senyum padaku. Menatap iri pada kami. Wajar saja, paras Mas Taka memang menawan. Sedikit polesan lagi, ia tak akan kalah dengan para opa Korea itu.

Sepanjang jalan kami hanya diam saja. Ia berjalan dua langkah di depanku. Sesekali kadang ia menoleh padaku. melihat padaku, entah mengapa, berjalan berdua dengannya seperti ini, terasa sangat lama.

Meski mendung, pekan ini tetap saja ramai seperti biasa. Jika tadi aku mengekor di belakangnya. Kali ia bersabar mengikuti tiap langkahku, mencari barang barang kebutuhan kami untuk seminggu ke depan. Saat semua sudah terbeli. Aku pun mengajaknya bicara. 

"Aku sudah selesai, apa masih ada barang yang harus di beli?"

Ia diam terlihat seperti berpikir, lalu tak lama ia menjawabku.

"Apa di sini ada yang menjual pisau kecil atau semacam pisau lipat kecil, Anna?" 

"Pisau kecil, apa hanya itu saja?"

" Iya," jawabnya cepat

"Baiklah, Ayo ke arah sana. Kurasa kau bisa memilih sendiri pisau mana yang kau inginkan." Aku mengajaknya berbelok arah.
menuju tempat di mana para penjual pisau berada.

"Aku tak tahu pisau mana yang kau inginkan, mas" Ucapku kala kami sudah tiba di tempat penjual pisau tersebut.

Ia pun memilih, tak lama sebuah pisau lipat kecil seukuran telapak tangan menjadi pilihannya.

Setelah tawar menawar di penjual pisau, serta sudah tak ada lagi yang diperlukan. Kami memutuskan untuk pulang. Baru saja beberapa langkah kami meninggalkan pekan ini. Farid, Seorang remaja anak tetanggaku berlari cepat ke arahku, masih dengan nafas tersengal, ia berkata.

" Mbak Anna cepatlah pulang, Juragan Hasyim ada di rumah mbak, sepertinya akan ramai, karena juragan membawa banyak anak buahnya ke rumahnya mbak Anna" Sahut Farid 

Aku terkejut mendengarnya. Apa tadi kata Farid, Juragan Hasyim beserta anak buahnya?

Apa yang dia lakukan di rumahku, apa dia akan membalas atas apa yang aku lakukan kemarin padanya?

Oh Tidak, Bapak sedang sendiri di rumah. 

Kami pun berpandangan. Tanpa membuang waktu aku segera bergegas pulang. Aku teringat akan bapak yang sendiri di rumah 

Aku harus cepat pulang.







Komentar

Login untuk melihat komentar!