Bab 1
" Anna, buka pintunya cepat!!" Aku mendengar suara bapak didepan pintu, kutinggalkan pekerjaanku mencuci dan bergegas membuka pintunya.
"Cepat bawa masuk Pak Hasan." Suara bapak terdengar panik.
Ada apa?
Aku melihat Bapak dan Pak Hasan, Mantri didesa ini menggotong masuk seorang laki laki. Keadaan laki laki itu sangat mengkhawatirkan. Aku melihat kemejanya basah oleh darah yang sudah mulai mengering.
"Tolong siapkan sebaskom air hangat, Anna" Permintaan Pak Hasan, Langsung kuturuti. Aku beringsut menuju ke dapur untuk menyiapkan Air Hangat.
"Laki laki ini kena luka tembak Rahmat, Aku akan segera mengeluarkan proyektil peluru dari tubuhnya. Untuk itu bisakah kau memanaskan peralatanku sebentar. Aku akan melihat dulu seberapa dalam peluru itu disana." Kudengar perintah Pak Hasan kepada Bapak.
****
Dua bulan kemudian
Laki laki itu terduduk saat mendengar permintaan bapak untuk menikahiku. Aku mengerti perasaannya. Karena aku juga tidak menyangka bapak ingin aku menikahi laki laki ini.
" Anna, bapak hanya ingin ada yang menjagamu nak. Bapak sudah sakit sakitan. Tak tahu berapa lama bapak bisa bertahan dengan tubuh tua ini. Tolong mengertilah dan turutilah permintaan bapak"
Aku masih diam menunduk. Dihadapanku ada bapak yang sudah hampir dua minggu terbaring diranjang tuanya karena sakit. Seandainya Ibu masih hidup. Tentu bapak tak akan berpikir untuk menjodohkanku seperti ini.
Tapi mengapa harus dengan laki laki ini?
Laki laki itu bernama Taka, ia kemudian meraih tangan bapak. Menatap bapak dengan mata elangnya yang kadang membuatku salah tingkah dihadapannya. Sejujurnya ku akui laki laki itu sangat menawan. Wajah nya tampan. Postur tubuh menjulang ditunjang dengan kulitnya yang putih membuat siapapun wanita akan silau dengan penampilannya. Laki laki yang dibawa bapak dua bulan yang lalu kerumah sederhana kami. Dengan keadaan terluka parah. Bahkan sampai sekarang aku juga tidak tahu asal usulnya, siapa dan darimana dia berasal.
Dua bulan lalu bapak menemukannya pingsan dengan sebuah luka tembak di bahu kirinya di tengah-tengah kebun kopi milik kami. Saat itu bapak mengira ia sudah tewas karena darah membasahi hampir seluruh kemeja yang dipakainya. Pak Hasan yang saat itu kebetulan lewat, tak sengaja melihat bapak yang sedang membantu mengangkat tubuh laki laki itu. Lalu datang dan memeriksanya. Melihatnya yang masih bernafas, dibantu Pak Hasan, bapak memutuskan untuk merawat lukanya.
Selama dua bulan ini ia tinggal di surau tepat disebelah rumah kami. Surau kecil yang didirikan bapak. Hampir setiap sore setelah mengurus kebun kopi kami, Bapak menghabiskan waktunya dengan mengajari anak anak desa ini mengaji.
Dan sekarang bapak meminta aku untuk menikahinya? Laki laki yang bahkan tidak diketahui asal usulnya. Entah kenapa bapak sangat mempercayainya untuk menjadi suamiku?
Lagipula apa yang dilakukannya dan kenapa ia sampai ke desa ini? Entahlah. Hanya dia sendiri yang tahu.
Desa ini jauh dari kota, sebuah desa kecil di kaki gunung Dempo, salah satu gunung tertinggi di sumatra, penduduk sini mengandalkan hasil perkebunan untuk bertahan hidup. Ada beberapa jenis hasil bumi di sini. Yaitu kopi dan getah karet, dua komoditi itu banyak dilirik oleh para pengusaha perkebunan nasional.
Aku kadang seringkali melihat bapak berbicang dengan Mas Taka disurau sebelah rumah. Tak tahu apa yang mereka bicarakan. Kadang aku melihat bapak sangat senang tak kala habis berbincang dengannya. Tapi apakah harus aku menikah dengannya.
"Saya menerimanya Pak Rahmat. Permintaan bapak untuk menikahi putri Bapak, Anna" Ucapan Laki laki itu membuatku tanpa sadar mengangkat wajahku yang sedari tadi menunduk.
" Kau mau menikahi Anna, Nak Taka?" Anggukan laki laki bernama Taka itu. Membuat bapak tersenyum sumringah. Aku menatap bapak dalam diam.
"Anna, Terimalah Taka sebagai calon suamimu. Bapak yakin, Taka adalah laki laki yang baik untukmu. Bapak hanya khawatir. Jika bapak tidak ada, siapa yang akan menjagamu. Sudah tiga kali juragan Hasyim memintamu untuk menjadi istri ketiganya. Kau sendiri tahu bagaimana liciknya juragan Hasyim nak. Bapak takut jika ia akan macam macam denganmu setelah bapak tidak ada."
Aku diam mendengarnya. Kuakui Juragan Hasyim. Memang beberapa kali berusaha mengodaku tatkala kami tak sengaja bertemu saat aku hendak ke kebun kami untuk mengantar makan siang bapak. Tapi disisi lain aku juga belum ingin menikah.
"Beri Aku waktu pak"
Akhirnya keberanian muncul juga untuk mengatakannya. Sebenarnya aku tak enak hati menolak keinginan bapak. Tapi laki laki ini. Aku bahkan belum mengenal keluarganya.
Bapak menatapku nanar saat mendengar keputusanku. Aku menoleh kearahnya. Dan laki laki itu. Dingin. Tak tampak ekspresi apapun di wajahnya. Aku takut jika ia menerima permintaan bapak untuk menikahiku hanya sebagai balas budi saja karna bapak telah menyelamatkan nyawanya.
Login untuk melihat komentar!