Mentari memeras handuk kecil yang digunakan untuk mengompres, lalu menaruhnya di kening Gara. Panas Gara belum turun juga, meski sudah di minumkan obat penurun panas. Kalau panasnya belum reda sampai pagi, maka ia terpaksa harus membawanya ke rumah sakit.
Di saat sedang cemas seperti ini, ia sangat butuh kehadiran sang suami, tapi di telepon beberapa kali tidak diangkat. Pesan watsap tidak dibalas juga, padahal nomernya sedang aktif. Memang dua hari yang lalu mereka bertengkar, Mentari meminta Erick untuk meluangkan waktu untuk Gara. Karena suaminya itu, tidak punya kedekatan dengan anaknya. Dan tidak berusaha untuk mendekat. Padahal Gara, di usianya yang memasuki tiga tahun, dia sangat butuh figur ayah.
Mentari menyusut air matanya yang tiba-tiba mengalir di pipinya. Kenapa pernikahan ini, semakin berat dijalani? Segala cara ia sudah dicoba, agar pernikahannya lebih baik. Tapi Erick tidak pernah menganggapnya ada. Erick pikir, hanya dia yang paling menderita dalam pernikahan ini, pernikahan yang terjadi karena perjodohan orang tua.
Kalau boleh jujur, ia juga terluka. Karena Erick bukan laki-laki ideal sebagai calon suami. Pernikahan bahagia, sangat jauh dari ekspetasinya. Ia mencoba bertahan karena ada anak. Tapi semakin lama dipertahankan, rasanya semakin sakit.
Dan wanita itu pun tergugu dalam tangis. Seandainya ia punya orang tua yang bisa menguatkannya di saat rapuh, mungkin ia tidak akan sesedih ini. Di mata orang tuanya, terutama Mama, Erick adalah suami ideal. Ganteng dan berasal dari keluarga kaya. Tapi kebahagian dalam pernikahan tidak cukup dengan dua modal itu saja. Pernikahan bahagia bahagia bisa terwujud karena ada usaha dari dua orang yang terlibat dalam ikatan sakral perkawinan. Jika salah satunya berbeda jalan, maka tujuan yang dicapai akan jauh dari harapan.
Getaran ponsel yang tergeletak di nakas, membuat Mentari memiliki sedikit harapan. Jika itu balasan dari suaminya, yang akan menanyakan kabar Gara. Mentari pun beranjak dari duduknya, meraih ponsel dan mengeceknya.
Pesan dari nomer yang tidak dikenal. Mentari mengernyitkan keningnya, dan dengan rasa penasaran ia membuka pesan tersebut. Ada kiriman vidio dan beberapa photo. Dengan perasaan tidak enak, tiba-tiba merayap hatinya, Mentari mengklik vidio agar ter-download. Air mata langsung merebak, ketika melihat adegan dalam vidio. Adegan yang sama sekali tidak pantas dipublikasikan.
"Ya Allah…" tiba-tiba dadanya sakit. Matanya tiba-tiba buram, karena air mata terus mengalir. Ia menjatuhkan tubuhnya dan tertunduk lesu. Jadi ini, semua jawaban dan balasan dari kesabarannya.
'Suamimu sekarang sedang bersamaku, dan sebentar lagi akan jadi milikku.'
Itu pesan terakhir yang dikirimkannya.
Dengan tangan bergetar Mentari membalas pesan tersebut.
'Siapa kamu? Kenapa bisa bersama dengan suamiku?'
'Aku wanita yang sangat dicintainya, baik dulu maupun sekarang.'
Mentari memukul-mukul dadanya, tangisnya pecah. Pengkhianatan ini terasa sangat menyakitinya. Laki-laki yang tidak pernah menghargainya itu, ternyata masih berkutat dengan masalalunya. Adelia Wihelmina, itulah perempuan yang sangat dipuja suaminya. Mentari pikir, hubungan mereka akan berakhir setelah kehadiran Gara. Tapi ternyata mereka masih bermain-main di belakangnya.
'Jadi apa maksudmu dengan mengirin vidio dan poto-poto tersebut?'
Mentari dengan sisa kekuatannya, masih mau membalas pesan sang pelakor.
'Agar kamu pergi menjauh, karena hati suamimu sudah bukan milikmu lagi.'
Pesan terakhir sang pelakor, Mentari memilih mengabaikannya. Ia segera menelpon kakaknya yang sekarang berada di Prancis. Tidak peduli jika waktu di Indonesia dan di Prancis berbeda, yang terpenting bisa menumpahkan segala lara yang kini menjadi bom waktu. Bukti perselingkuhan yang dikirim barusan, membuat ia berpikir ulang, untuk apa bertahan dalam hubungan yang rapuh?