KETIKA SUAMI LUPA LOG OUT AKUN FB DARI PONSEL ISTRI (7)
****
"Lala buka pintunya!"
Tak lama kudengar suara teriakkan dari luar, disusul dengan ketukan pintu yang membabi buta. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Mas Aldi. Dia benar-benar datang ke rumah ini.
"Lala, tolong buka pintunya. Mas mau ambil kunci mobil!"
Lagi-lagi aku mendengkus kasar, meletakkan lipstick usai memolesnya pada bibirku.
Aku menatap diriku dari pantulan cermin. Mengabaikan suara teriakan dari luar. Aku masih muda, bisa hidup mandiri, kenapa aku meski memelihara penyakit yang justru melukai diriku sendiri. Lebih baik aku lepaskan Mas Aldi, aku berikan saja dia pada pelakor itu. Bukan kah pelakor itu jauh lebih butuh belaian ketimbang diriku.
"Lala!"
"Lala, cepat keluar! Apa kau tak punya telinga! Tuli kau Lala!"
"Lala!"
Dengan gontai aku meninggalkan kamar, lalu berjalan menuruni anak tangga. Kulihat barang-barang Mas Aldi sudah siap dikirim ke rumah Ibu. Aku tidak akan mundur, kutepis perasaan takut itu. Pantang mundur, sebelum mereka hancur.
"Lala! Keluar! Kenapa pintunya mesti dikunci sih!"
"Sabar." Setengah berteriak aku membalas ucapan Mas Aldi.
"Buruan!" lanjutnya.
Aku menghirup napas dalam-dalam, kemudian kuembuskan pelan. Kutarik napas lagi, sampai sesak yang menggerogoti dadaku berangsur reda.
"Lala!" teriak Mas Aldi.
Bergegas aku meraih gagang pintu, kemudian membukanya lebar.
"Kamu ngapain aja sih di dalam! Lama banget buka pintunya!" omel Mas Aldi, aku menatap sekeliling. Dia tidak datang sendirian, melainkan dengan keluarganya. Ibu, Mey, dan juga gundiknya yang kini tengah berbadan dua.
Aku melangkah keluar, lalu menutup pintu.
"Ngapain kamu tutup pintunya, minggir Mas mau masuk!"
"Ini rumahku, jaga sikapmu."
Aku mendorong bahu Mas Aldi membuatnya seketika mundur.
"Kamu ini ya La, dasar istri durhaka! Rumah ini juga rumahku, aku ini masih suamimu!"
Aku memutar bola mata malas mendengar ucapan Mas Aldi barusan. Setelah mengklaim mobilku sebagai mobilnya. Sekarang rumah hasil jerih payahku juga diakui miliknya.
"Apa kurang jelas perkataanku tadi pagi, aku tidak mau lagi hidup denganmu."
"Kamu ini kenapa sih La!" Ibu berkacak pinggang. Sementara Mey merangkul pundak Clara.
"Mbak Lala ini jangan egois dong, kasihan Bang Aldi sama Kak Clara. Lihat ini Kak Clara lagi hamil besar!" sahut Mey marah.
Apa perduliku? Memang mereka memikirkan perasaanku. Tidak kan?
"Itu bukan urusanku. Lebih baik kalian pergi dari sini!"
"Berani kamu usir keluargaku!" Mata Mas Aldi menyala tajam. Aku tidak gentar, tidak pula mundur. Ini rumahku, siapa pun tidak berhak menginjakkan kaki tanpa seizinku.
"Sekalian kamu juga pergi, Oya, kamu bawa barang-barangmu yang masih ada di sini!" tuturku seraya melipat kedua tanganku di dada.
Ibu melongo, sementara perempuan bernama Clara itu tergagap mendengar perkataanku.
Dia pikir lelaki yang dia rebut ini kaya raya?
"Udah gila kamu Lala! Tidak ada baik-baiknya kamu jadi istri! Perempuan jahan*m kamu!" sungut Ibu. Letupan dalam dadanya sudah meledak-ledak.
"Maka dari itu Bu, Ibu bisa bawa pulang Mas Aldi. Carikan istri yang lebih baik dari aku, aku tidak akan keberatan. Lagian, masih banyak kok lelaki diluar sana yang mau jadi suamiku!"
Aku berusaha tetap tenang, tidak terpancing sedikit pun dengan omongan Ibu, meski gejolak amarahku sendiri semakin membuncah.
"Jangan-jangan Mbak Lala selingkuhnya!" tuduh Mey.
"Sorry, aku tidak semurah Abangmu!"
Gigi Mas Aldi terdengar saling beradu, tangannya mengepal kuat. Aku mengambil ancang-ancang jika sewaktu-waktu dia melayangkan tamparan di pipiku.
Tidak akan kubiarkan dia atau keluarganya menyakitiku lagi.
"Keterlaluan kamu Lala! Istri macam apa kamu ini! Aku ini masih suamimu! Jaga bicaramu, lihat Clara, contoh dia," ucap Mas Aldi sambil menunjuk Clara.
Apa yang bisa kucontoh dari Clara.
Merebut suami orang seperti yang dia lakukan sekarang? Begitu?
"Kira-kira apa yang bisa kucontoh dari gundikmu ini?" tanyaku.
Rona padam terlihat jelas di wajah mereka. Clara yang semula menunduk kini sudah berani menatapku.
"Menjadi pelakor seperti dia, itu maumu?"
"Jaga mulutmu Lala, sadar diri dong. Kamu itu gak bisa kasih keturunan buat Aldi! Kamu itu mand*l! Jadi kalau Aldi menikah lagi itu salahmu! Salahkan dirimu yang tidak sempurna itu!" berang Ibu, urat-urat lehernya menegang. Rahang Mas Aldi pun ikut mengeras.
Ya, ya, aku ini mandul.
Tidak bisa kasih keturunan.
"Kalau begitu silakan tinggalkan aku! Aku tidak rugi kok kehilangan Mas Aldi." Aku berucap membuat Ibu semakin panas.
Mas Aldi mengangkat tangannya, ia hendak menyentuh lenganku. Namun, kutepis dengan cepat.
"Jauhkan tanganmu itu dariku!"
"Mbak Lala tanpa abangku kamu itu sudah mat*!"
Aku manggut-manggut saja menanggapi perkataan Mey.
Dia lupa, hidup dan mati seseorang ada di tangan Tuhan.
"Sudah cukup! Silakan pergi dari rumah ini!"
"Mana kunci mobil!"
Aku menatap tangan Mas Aldi yang terulur. "Kunci mobil? Memangnya kamu punya mobil!"
"Berikan saja Lala kunci mobilnya! Itu mobil punya Aldi! Kamu itu ya jadi istri kebangetan, dasar perempuan serakah!" hardik Ibu murka.
"Ya ampun Bu, selama aku nikah sama Mas Aldi. Jangankan lihat dia beli mobil, beliin aku perhiasan satu gram aja dia gak pernah. Uang dia itu habis buat Ibu dan Mey, dan juga gundiknya!"
"Jangan ungkit-ungkit masalah itu lagi Lala. Aku kasih gajiku buat Ibu, karena Ibu bisa kelola. Gak kayak kamu!"
"Ya sudah, kalau begitu kamu minta aja sama Ibumu. Gak usah datangi aku, toh aku juga gak butuh kamu!"
"Kamu makin keterlaluan Lala!"
"Minggir Lala!"
Aku menghadang Mas Aldi yang berusaha masuk rumah.
"Udah deh Lala, kamu itu lebih baik ngalah aja. Biarkan Aldi sama Clara tinggal di sini!"
"Ogah, ini rumahku. Ibu siapa atur-atur aku!"
"Berani kamu sama Ibuku!" pekik Mas Aldi.
Aura tegang seketika menyelimuti tempat ini. Kami sama-sama diliputi amarah.
Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di halaman rumahku. Tampak Bang El keluar dari kendaraan roda empat itu, ia melepaskan kaca matanya.
Aku melambai. "Abang!" sapaku kegirangan.
Bang El berjalan, kulirik wajah Mas Aldi sudah berubah pucat. Mey dan Ibu juga saling menatap.
Ayo, tujukan taring kalian?
Lawan Abangku!
****
Jangan lupa tekan tombol berlangganan/subscribenya ya kawan. Tinggalkan komentar.
Next?