KETIKA SUAMI LUPA LOG OUT AKUN FB DARI PONSEL ISTRI (3)
****
"Lala ayo kita pulang!"
Kutepis dengan kasar tangan Mas Aldi. Aku masih terdiam, menatap lekat perempuan itu. Perempuan yang berlindung di belakang mertuaku.
"Kau pasti Clara kan?" tanyaku.
Ibu dan Mey saling menatap.
"Aldi lebih baik kamu bawa istrimu pulang!" suruh Ibu.
Pulang? Apa aku tak salah dengar? Setelah semua ini Ibu menyuruhku pulang. Padahal aku belum melakukan pemanasan.
"Cukup, jangan terus membodohiku!" Aku berteriak membuat mereka diam. Atmosfer di sekitar terasa tegang. Hawa panas menyelimutimu.
"Kau selingkuhan suamiku?" tanyaku sambil menunjuknya.
"Sudah Lala, sikapmu ini bisa membuat Clara stress nanti. Aku tidak mau hal buruk terjadi padanya," ujar Mas Aldi.
Dadaku naik-turun seiring napasku yang menderu.
"Itu artinya kamu mengakui ada hubungan dengan perempuan itu!" Kini aku melempar pertanyaan padanya.
"Kalau iya kenapa?"
"Kamu teganya giniin aku!"
"Sadar dong Lala, kamu itu gak bisa hamil! Kamu itu m*ndul, dan anakku butuh keturunan!" Ibu menyahut, kini perempuan bernama Clara itu bersembunyi di belakang Mey. Dia berani menjadi orang ketiga dalam hubunganku. Tapi tidak berani berhadapan denganku. Oh, dasar pengec*t.
"Aku tidak mandul!"
"Mana buktinya, kenyataannya kalian sudah menikah selama setahun. Tapi kamu belum juga hamil!" teriak Ibu.
Urat-urat leherku menegang, gigiku saling beradu mendengar perkataan Ibu. Oo, karena ini ia mendukung anaknya.
"Aku juga tidak tahu, Ibu pikir aku mau seperti ini!"
"Halah, omong kosong! Kamu memang m*ndul!"
"Cukup, aku tidak mandul! Aku sudah periksa ke Dokter, dan hasilnya tidak ada masalah!"
"Kalau begitu kenapa kamu tidak juga hamil!" Ibu terus menyudutkanku. Aku dibuat kesal dengan tutur katanya yang pedas itu.
"Iya Mbak, aku pengen punya ponakan!"
"Sadar diri dong Lala, masih untung Aldi tidak menceraikanmu! Kamu itu bukan perempuan normal!"
"Terus saja hina aku Bu, karena putramu buka lelaki yang setia, mungkin Tuhan sedang menunjukkan padaku. Kalau aku tidak pantas punya anak dengannya!" hardikku geram.
Ibu dan Mas Aldi membulatkan mata.
"Apa kamu bilang, aku tidak setia."
"Mana ada orang setia selingkuh? Mana ada?"
"Aku lakuin semua ini karena kamu tidak bisa kasih aku keturunan!"
"Cukup!" Suaraku menggema di penjuru rumah ini.
Terus saja salahkan aku! Salahkan diriku yang tidak kunjung punya anak.
"Kalian pikir aku mau seperti ini! Jahat ya kamu, Mas!"
"Bukan aku yang jahat, tapi kamu Lala!" tudingnya.
"Aku jahat? Jahatnya di mana?!"
"Aku bosan sama kamu, aku muak!"
"Kalau begitu kita cerai!" Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Tak dapat lagi kubendung amarahku ini.
"Kita akhiri semuanya!" lanjutku lagi.
Mas Aldi bergeming, kuayun langkah menuju selingkuhannya.
"Kau lihat itu?" tanyaku padanya.
"Mbak Lala ini kenapa sih? Kasihan Kak Clara! Dia tidak bersalah!"
"Cukup Lala, lebih baik kamu pulang!" usir Ibu mertuaku.
Aku geleng-geleng dengan tingkah mereka.
"Ibu punya anak perempuan kan? Bagaimana perasaan Ibu ketika Mey diperlakukan sepertiku!"
Ibu tertegun, ia berkacak pinggang sambil melototiku.
"Itu tidak akan pernah terjadi!"
"Tuhan tidak tidur,"
"Jangan bawa-bawa Tuhan, introspeksi saja dirimu sendiri!" sungut Ibu.
Aku menyentak napas kasar, ubun-ubunku terasa panas.
Plak!
Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Clara.
"Kau menamparnya!" murka Mas Aldi.
"Kenapa memangnya? Kau marah? Kau takut terjadi apa-apa pada anakmu!"
"Cukup Lala, kau menyakitinya!"
"Bukankah kalian berdua juga menyakitiku!"
Aku seperti tidak mengenali sosok yang berdiri di depanku ini. Kupikir dia setia, tapi nyatanya. Dia buaya darat yang kebetulan menjadi suamiku.
"Mbak aku—"
"Stop, mau bilang apa? Bayangkan kamu ada di posisiku sekarang. Ah, aku bodoh. Kamu tidak merasakannya! Kamu menghancurkan rumah tanggaku!"
"Ini bukan salah dia, aku yang mau."
"Dia tahu kalau kamu sudah menikah?"
"Aku tahu Mbak, tapi aku cinta sama suami kamu!" jawabnya.
Aku mengusap wajahku kasar, rasanya tanganku gatal ingin melayangkan tamparan lagi di pipinya.
"Brengs*k kalian!"
"Percuma kamu marah-marah, tidak akan merubah kenyataan. Kamu tidak bisa memberiku keturunan—"
Dengan cepat aku memotong perkataan Mas Aldi. "Maksud kamu itu apa? Kamu suruh aku pasrah gitu? Hello, kamu pikir di dunia ini lelaki cuman kamu doang. Aku tidak takut kehilangan seseorang yang dengan mudah menyakitiku. Kita berpisah! Dan ingat ini baik-baik, suatu hari nanti aku akan memberimu pelajaran!" tuturku lalu berbalik badan.
Kuambil tasku yang tergeletak di lantai, lalu menghampirinya lagi. Kurebut kunci mobil yang ada di tangannya.
"Sini kembalikan mobilku."
"Apa maksudnya?"
"Tanyakan sendiri pada anakmu!"
Kutinggalkan rumah Ibu, mobil ini milikku, kubeli dari hasil jerih payahku sendiri. Kubiarkan Mas Aldi memakainya karena ia sering mengeluh selalu terlambat pergi ke kantor tempatnya bekerja.
****
Please, tekan tombol berlanganannya, jangan lupa tinggalkan jejak.
Next?
Login untuk melihat komentar!