Sampainya di sungai, Mawah segera turun menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu dan papan. Nina segera mengikuti dari belakang, ada beberapa warga juga yang sedang mandi di sungai itu, Mawah meletakkan ambong piring di papan kayu, yang biasa digunakan warga untuk mencuci baju dan piring, Mawah segera melepas pakaian dan memakai telasan kain.
"Nin, ayo cepat sini turun! Lepas pakaianmu terus ganti ni telasan kain untukmu," Titah Mawah.
"Malu ah, Yuk." Nina merasa sungkan, ia malu, biasanya ia mandi di kamar mandi.
"Nggak apa-apa Nin, ini sungai pemandian khusus perempuan, laki-laki lain sungainya jauh dari sini, ayo turunlah!" Bujuk Mawah.
"Siapa Wah?" Tanya Ibu yang sedang mencuci piring di samping Mawah. Orang-orang yang sedang mandi di sungai melihat ke sosok Nina yang masih berdiri di pinggir tebing sungai, mereka semua merasa asing belum pernah Nina sebelumnya, Nina melempar senyum ramah ke mereka.
"Adik sepupuku Bi, saudara dari Ibu, ia tinggal di kota, baru kali ini datang menginap di rumah kami, jadi wajar saja kalian tidak kenal."
"Oh, cantik sekali ya Wah," kata salah satu dari mereka.
Nina segera melepas baju berganti dengan telasan kain, kulit putih terawat membuatnya orang makin kagum bak bidadari yang akan mandi.
Nina membantu Mawah mencuci piring dan pakaian.
"Mudah sekali ya Yuk, langsung celup saja, beda kalu di rumah harus dua kali bilas," ujarnya senang, wajar saja Mawah mengajaknya mandi ke sungai, mungkin kalau di sumur harus banyak nimba air untuk cucian sebanyak ini, tak memakan waktu yang lama kerjaan mereka selesai.
Nina kemudian menggosok badannya dengan sabun mandi, kemudian mencuci rambutnya juga dengan sabun mandi, air sungai bersih dan bening belum tercemar, tidak ada sampah juga tidak ada kotoran manusia yang lewat, tapi tetap saja ia ragu untuk gosok gigi, di rumah saja pikirnya.
"Mawah!" Terdengar suara teriakan panggilan seseorang dari atas tebing sana. Mawah menoleh ke atas tebing.
"Asna, cepat turun kami sudah mau selesai mandi ni," ujarnya sambil berendam di air dengan Nina.
Asna kemudian turun, meletakkan handuknya di dekat handuk Mawah, di jemuran yang terbuat dari anak kayu kecil.
"Siapa Wah?" Tanya Asna melirik Nina.
"Adekku dari kota," jawab Mawah.
Nina tersenyum ramah ke Asna.
"Oh, kenapa kamu nggak cerita ada adekmu? Ajaklah main ke rumahku atau gabung dengan teman-teman kita lainnya," ujar Asna seraya tersenyum ke Nina.
"Iya nanti kami datang, kami duluan ya! Sudah dingin ni, kelamaan berdendam, Adekku sudah menggigil tu." Mawah segera naik mengambil handuk, Nina segera menyusul, ia merasa menggigil kedinginan.
"Ni, handukmu." Mawah membawa dua handuk, satunya untuk Nina.
"Tutup bahumu pakai handuk, Nin. Nanti di rumah saja ganti bajunya."
Nina segera menutup bahunya pakai handuk, lumayan rasa dinginnya sedikit berkurang.
"As, duluan ya!" ujar Mawah sekali lagi.
"Iya Wah, nanti siang ke rumah ya! Terus kita kumpul lagi sama teman-teman."
"Iya." jawab Mawah sambil berjalan ke atas tebing sungai.
Sesampai di rumah, Nina ke kamar mandi lagi untuk gosok gigi, sedangkan Mawah menjemur pakaian dan menyusun piring di rak piring sederhana terbuat dari kayu.
Nina kemudian ke kamar Mawah untuk berpakaian, rasanya lumayan aneh, ia memakai dress jadul milik Mawah, ia menepuk wajahnya dengan bedak tabur, hanya itu saja, tak ada handbody lotion di kamar ini pikirnya, biasanya ia selalu pakai itu sehabis mandi.
Hari sudah menjelang siang, mungkin sudah hampir tengah hari, matahari sudah berada di atas kepala, mereka berdua makan siang, sedangkan orang tua Mawah dan lainnya, mereka sudah bawa bekal makan di ume.
Tidak lama terdengar azan dzuhur, mereka pun sholat kemudian mereka keluar pergi ke rumah temannya Nina, sambil jalan-jalan melihat desa, kalau Sarmi pulang sekolah ia bisa makan sendiri, rumah tidak dikunci karena lumayan aman, tetangga dekat rumah hampir semuanya masih saudara.