Mawah dan Nina berjalan kaki menuju rumah Asna, di Desa Tanjung ini masih banyak pohon kelapa, hampir tiap buah rumah menanam pohon kelapa, karena tanah pekarangan mereka rata-rata luas jadi saat buahnya jatuh tidak akan menimpa atap rumah.
Sepanjang jalan banyak warga yang menatap asing ke Nina, namun wajah mereka ramah-ramah, Nina pun melebarkan senyumnya tiap bertemu penduduk setempat.
Nina melihat banyak anak-anak yang sedang bermain di tanah lapang, mereka begitu akrab satu sama lain dengan teman-temannya, wajah mereka ceria, tanpa gadget di tangan, Nina kagum melihat permainan zaman dulu yang belum pernah dilihatnya, karena waktu masih kecil dulu Nina cuma main boneka dan gadget, setelah berjalan lagi kemudian Nina melihat nenek-nenek sedang mengayam kerajinan rotan, kemudian mereka mampir sejenak, ternyata Nek Ipah, Nama nenek itu, ia bercerita akan menjual hasil anyamannya di pasar tradisional, kemudian setelah berbincang sebentar, Nina dan Mawah pamit untuk melanjutkan perjalanan ke rumah Asna.
Sampai di rumah Asana, sebuah bangunan sederhana beda dengan rumah panggung Neneknya, rumah Asna tidak bertiang, rumah itu seperti rumah gedung yang terletak di tanah, tapi tidak ada bagian yang terbuat dari semen, semuanya terbuat dari papan dan kayu bulat, sudah sedikit reot, warna dindingnya papannya berubah agak kehitaman, penduduk di sini tidak ada yang mengecat rumah, termasuk Neneknya.
"Assalamualaikum, As! Asna!" panggil Mawah.
"Wa'alaikumsalam," jawab Asna keluar dari balik pintu rumahnya.
"Mari, silahkan duduk," Ajak Asna, kemudian mereka duduk disebuah pondok yang terbuat dari bambu, terletak di teras depan rumah Asna.
"Eh, ada tamu, Wah, siapa Anak ini?" Tanya Ibu Asna menujuk ke Nina.
"Adik sepupuku, Wak," jawab Asna.
"Kok, belum pernah lihat ya, Wah?"
"Namanya Nina, Wak, dia adalah sepupu dari sebelah Ibuku, tinggal di kota, baru kali ini menginap di rumah kami." Mawah menjelaskan begitu tujuannya supaya penduduk setempat tidak bingung dan bertanya-tanya dari mana asal Nina datang. Ayah Mawah adalah seorang Tokoh Agama, keluarga mereka memang dikenal baik, banyak orang yang numpang tinggal di rumah mereka, bahkan ada yang berasal dari desa lain, mereka membalas dengan membantu di kebun, setelah mereka dapat kerja mereka pamit pulang, hubungan mereka pun jadi saudara angkat.
"Pamit dulu kedalam ya, Wah, Nin." Ibunya Asna masuk kedalam rumah.
Mereka mulai akrab bercerita panjang lebar, "Nin, kapan-kapan ikut kami main volly ya!" ujar Asna kepada Nina.
"Aku nggak bisa Yuk," jawab Nina.
"Nanti kami ajari, seru kok, sering ada tanding juga dengan desa lain," bujuk Asna.
"Nah, ini ada makanan." Ibu Asna keluar lagi, membawa sepiring ubi rebus dan tiga gelas teh manis.
"Makasih Wak, jangan repot-repot," ucap Nina.
Kemudian mereka menikmati ubi rebus dan teh manis, sepertinya Nina mulai betah, walau terkadang masih terpikir untuk pulang ke rumahnya.