Nina duduk di teras melamun sedih, ia ingin sekali pulang ke rumahnya, tapi ia tidak tau bagaimana caranya.
'Gerah sekali, aku ingin mandi, tapi aku tidak punya peralatan mandi dan juga baju ganti.' Batin Nina kebingungan.
"Mau mandi, Nak?" Pertanyaan Ibu Mina (Neneknya Nina) membuyarkan lamunan Nina, seolah ia tau Nina sedang kebingungan.
"E-anu, Bu, aku nggak punya baju ganti dan juga peralatan mandi, semuanya tinggal di perkemahan," ujar Nina berbohong lagi tentang kemah yang tidak pernah ada.
"Kamu bisa pinjam bajunya Mawah, anak gadis Ibu, mungkin sebayah kamu, badan kalian seukuran, pakai saja peralatan mandi kami. Nah, kalau sikat gigi beli di warung depan, nanti minta temani Sarmi ke warung, ni uangnya." Ibu itu memberikan selembar uang seribu kertas, berwarna abu-abu seri Soedirman tahun 1968, mirip dengan warna uang dua ribu zaman sekarang.
'Tahun 1968!' Pekik Nina dalam hati. Matanya terbelalak melihat uang itu.
"Kenapa, Nak?" Ibu melihat Nina yang terlihat heran melihat uang itu.
"Maaf, Bu. Merepotkan," ujar Nina, kemudian menggenggam uang itu.
"Nggak apa-apa, Nak, bentar ya Ibu panggilkan Sarmi, ia akan mengantar mu ke warung."
Tidak berapa lama, Sarmi pun keluar, ia nampak senang sekali akan diajak ke warung.
"Ayo, yuk," ajaknya penuh semangat.
Sarmi berlari-lari kecil, Nina mengikuti dari belakang.
'Ibu senang sekali rupanya diajak ke warung.' Guman Nina.
Kemudian sampailah di warung yang dimaksud. Warung kecil itu terbuat dari papan, berderet jajanan, alat-alat mandi, bedak dan lain-lain, semua produk zaman dulu belum pernah Nina lihat, karena sekarang banyak yang tidak diproduksi lagi, kelihatannya yang punya warung tidak ada.
"Bibi! Bi Mimin!" Sarmi memanggil nama pemilik warung.
Kemudian, si pemilik warung pun keluar, ia menatap asing wajah Nina yang belum pernah ia lihat.
"Beli apa, Mi?" Tanya Bu Mimin.
"Ini Bi, Ayukku mau beli sikat gigi," ujar Sarmi.
"Maaf, Adek ini, baru datang ke desa ini ya?" Tanya Bu Mimin ramah.
"Iya, Bi." Nina sejenak berpikir kalau zaman ia tinggal, pemilik warung tidak akan merasa aneh dengan pembeli yang tidak dikenal, yang penting jualannya laris.
"Permennya berapaan, Bi?" Nina menunjuk toples permen yang Ibunya inginkan.
"Dua puluh lima rupiah, satunya."
"Ya udah, empat, Bi."
Kemudian Nina menerima uang kembaliannya delapan ratus rupiah, Nina merasa barang-barang zaman ini super murah, ada baiknya hidup di zaman ini.
Nina mengeluarkan empat buah permen lolipop itu kemudian diberikannya pada Ibu kecilnya.
"Ayuk, mau?" Sarmi memberikan sebuah permen ke Nina.
"Nggak usah, untuk Adek saja." Nina tersenyum melihat Ibunya yang ternyata suka jajan juga sama dengan Nina.
Sesampainya di rumah, Nina mengembalikan uang kembalian tadi ke Bu Mina, "simpan saja, Nak. Mungkin nanti kamu perlu." Tolak Bu Mina. Nenek Nina memang baik dan pengertian.