"Bu, carikan jodoh buat si Azizah. Usianya sudah tiga puluh tahun, aku malu, punya anak perawan tua," keluh Pak Makmur.
"Alah si Bapak, emang nyari jodoh itu semudah cari ikan di pasar?" sanggah istrinya.
Pak Makmur merenung, kenapa apes betul nasib putrinya itu. Padahal wajahnya sangat cantik. Sayang tak seorangpun pernah melihatnya. Karena dia selalu memakai cadar.
"Azizah, lepas saja cadarmu itu, Nak. Nanti jika sudah bersuami baru kau pakai lagi," bujuk Ayahnya.
Namun Azizah hanya tersenyum dan sama sekali tak berniat melepaskan penutup mukanya itu.
Baju yang dipakainya dianggap orang tidak sesuai dengan dirinya yang masih singel. Tak ada aksesoris. Tak ada hiasan. Betul betul tak menarik minat lelaki. Hingga Ayahnya bingung, lewat celah mana jodoh bisa datang?
Apalagi wanita itu lebih suka diam di rumah. Karena kebetulan pekerjaannya bisa di lakukan tanpa harus pergi ke mana-mana. Azizah seorang Penjahit.
Dia ikut menekuni usaha jasa jahit bersama Ayahnya. Azizah menerima pesanan baju wanita dan Ayahnya mengelola jahitan kemeja pria. Ruangan jahit lelaki dan wanita terpisah tempat. Tiga orang wanita satu ruangan dengannya. Di sebelah lagi ruangan Ayahnya dan dua orang pegawai lelaki.
Hinaan dan cibiran tetangga sudah seperti makanan tiap hari. Namun bukan dia yang sering mendengarnya. Melainkan Bapak dan Ibunya. Karena itulah kedua orangtuanya merasa terluka.
"Pak Makmur, coba tawarkan gadis tuamu pada Pak Mandor. Siapa tau dia berkenan," ucap Pak Yanto disertai gelak tawa.
Saran itu bukan tanda empati, tapi sebuah ejekan. Karena Pak Mandor yang dimaksud, terkenal punya banyak istri dan sering kawin cerai. Istri yang sudah tak disukainya, akan segera dibuang dan diganti dengan yang baru. Seperti layaknya mengganti baju yang sudah usang.
Pak Makmur hanya mendengus kesal. Dalam hati dia berdoa semoga saja, putri Pak Yanto juga susah dapat jodoh.
Begitu juga Bu Makmur, tiap kali rewang di rumah kenalannya yang sedang hajatan, ada saja mulut orang yang melukai hatinya. Tentu saja tentang Azizah yang tak jua menikah.
Azizah hanya bisa menangis sedih, ketika mendengar keluhan Bapak dan Ibunya. Apa yang bisa dilakukannya? Jodoh itu sudah ditentukan oleh Tuhan, seperti halnya kematian. Tidak bisa dimajukan atau dimundurkan. Jika saatnya telah tiba dia akan menikah juga.
Azizah menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Polos tanpa polesan apapun. Hanya bedak tipis agar wajahnya tak berkilau karena lembab yang berlebih.
"Apakah aku harus menanggalkan pakaian syar,i ini untuk menarik hati lelaki?" bisik Azizah sedih.
"Apakah aku harus berdandan di depan lelaki agar mereka memperhatikan aku?"
Azizah beranjak dari depan cermin. Hatinya begitu risau mendengar desakan Bapak yang memintanya untuk menikah.
Andai Bapak tau, bahwa Azizah menjaga diri dengan baik karena berharap lelaki baik yang akan meminangnya kelak.
Tapi sampai kapan dia bisa berharap? Sementara kerutan kecil di wajahnya sudah muncul sebagai pertanda bahwa dia tak muda lagi. Mungkin takdir memang tak menyiapkan jodoh untuknya.
***
Arman merasa terenyuh dengan keadaan Abangnya. Lelaki itu baru saja melamar Susi, gadis manis putri Pak Yanto. Dia merasa bersalah telah membuat Abangnya jadi bahan hinaan keluarga Susi. Mereka jelas sekali memandang sebelah mata pada Iqbal.
Iqbal memang tak terlihat keren. Beda dengan Susi yang gaul dan kekinian. Dandanannya menarik dan begitu modis. Mata lelaki akan terpacak padanya jika gadis itu melenggang.
"Iqbal, aku minta maaf. Susi ini anak gadis kami satu-satunya. Kami ingin jodohnya nanti orang kaya, yah lelaki sekelas Sultan begitulah," kata Pak Yanto sambil menghisap dalam-dalam rokok yang terselip di jarinya.
Iqbal hanya mengangguk, dia tak perlu banyak bicara apalagi menghiba. Dia jauh dari kelas Sultan. Hanya seorang petani. Meski begitu dia tak hidup berkekurangan. Rumah dan mobil dia sudah punya. Sawahnya luas dan kebunnya banyak.
***
"Bang, maaf ya. Aku pikir Abang cocok dengan Susi, yang satu cantik satunya lagi ganteng," ucap Arman.
Abang dan Adik yang usianya terpaut jauh itu tengah menikmati makan malam.
"Bukan salahmu Arman, udah jangan dipikirkan. Jodoh itu punya kecocokan dalam pandangan Allah, bukan semata pada pandangan mata manusia," balas Iqbal.
"Bang, Putri Bos tempat aku menjahit, orangnya baik banget. Ibadahnya bagus, pandai menjaga diri dan sederhana, maukah Abang berkenalan dengannya?" tanya Arman serius.
"Ah kau ini Man, kalau ada gadis baik, mending sama kau saja," kilah Iqbal.
"Tapi dia cocoknya sama Abang, percaya untuk kali ini Bang!"
Arman mengedip mata menggoda Abangnya. Iqbal hanya tersenyum kecil.
***