Hari itu keluarga Pak Makmur kedatangan seorang tamu. Dia teman Pak Makmur sendiri. Lelaki itu menjajaki kemungkinan untuk melamar Azizah.
"Saya kabari nanti ya Pak Samsul," ucap Pak Makmur ramah.
"Iya Pak, saya tunggu. Kalau bisa dalam minggu ini juga sudah ada keputusan Pak Makmur."
Kedua lelaki itu bersalaman. Pak Samsul pamit. Mereka saling tersenyum ramah.
"Bu, panggil Azizah kemari. Ada yang ingin aku bicarakan," perintah Pak Makmur pada istrinya.
Bu Makmur yang sedikit menguping pembicaraan kedua lelaki itu tersenyum gembira.
"Akhirnya ada juga yang meminang putriku," bisiknya dalam hati.
Wanita itu kini membayangkan punya seorang anak mantu. Yang tampan, baik dan kaya. Bukankah putra-putra Pak Samsul semua orang terpandang? Azizah akan suka cita menerima lamaran ini.
"Azizah! Ke rumah dulu Nak. Ayahmu mau bicara," ucap Ibu begitu tiba di tempat Azizah, yang tengah bekerja bersama tiga temannya.
"Yana, bantu kedua temanmu mengerjakan gaun itu ya. Sepertinya akan sedikit sulit karena modelnya beda lagi dari seragam yang kita bikin kemaren."
Yana segera mengangguk mengiyakan pesan Azizah. Dia memang lebih mahir dari kedua temannya. Yana lebih lama dari mereka, ikut bersama Azizah.
Azizah dan Ibunya segera pamit pulang di iringi pandangan mata penuh tanya dari teman di ruang jahitnya.
Mereka bertiga saling berbisik dan menduga duga.
"Mungkin dia dilamar orang," bisik Tuti.
"Entahlah, semoga saja. Aku kasian liat dia, sering dicemooh orang hanya karena belum nikah."
"Iya, manusia tu suka aneh suka mencampuri urusan yang bukan kewenangannya."
"Jodoh itukan seperti umur manusia, orang ingin sekali mati kalo umur masih panjang, pasti tetap hidup meskipun dia mencoba bunuh diri."
***
Pak Makmur menghela nafas panjang. Di depannya duduk Azizah dan Ibunya. Kedua wanita itu menanti kabar yang akan disampaikan oleh Pak Makmur.
"Azizah, Pak Makmur tadi bertanya, apa kau sedang dalam lamaran orang lain?" ucap Pak Makmur sebagai pembuka.
"Terus Bapak jawab apa?" tanya Bu Makmur.
"Ya aku jawab saja, tidak. Azizah tidak dalam lamaran orang sekarang."
"Terus Pak?" tanya Bu Makmur tak sabar.
"Trus dia mau melamar Azizah, jika kita berkenan."
Pak Makmur menatap wajah putrinya. Penutup wajah itu telah dia lepas sesaat setelah memasuki rumah.
Azizah hanya diam menunduk. Dia akan menyerahkan perkara ini pada Ayahnya. Jika menurut Ayahnya baik dia akan ikut.
"Pak! Jadi putra Pak Samsul yang mana yang akan dijodohkan dengan Azizah. Putranya kan ada tiga tuh. Hanya Zainal yang sudah menikah."
Wajah Bu Makmur semakin sumringah. Dia teringat kedua putra Pak Samsul yang masih lajang. Hairul dan Irwan. Keduanya merupakan lelaki yang di perbincangkan warga desa ini. Disukai banyak gadis, serta jadi rebutan para Ibu untuk dijadikan mantu.
Tapi seingat Bu Makmur usia keduanya lebih muda dari Azizah.
Karena Azizah seumuran dengan Zainal, anak tertua Pak Samsul.
"Sebenarnya Pak Samsul melamar Azizah, untuk..., untuk dirinya sendiri," ucap Pak Makmur akhirnya.
Azizah dan Ibunya saling berpandangan. Pak Samsul itu seumuran dengan Pak Makmur usianya hampir enam puluh tahun. Beliau bahkan sudah pensiun.
Setahun yang lalu beliau kehilangan sang istri. Wanita yang telah menemaninya dari muda hingga tua. Rofiah nama istrinya, setahun lalu meninggal karena sakit.
Pak Samsul lelaki yang baik. Beliau menghabiskan waktu dengan mengajar anak-anak di surau. Lelaki itu selalu shalat berjamaah tiap waktu. Rona keshalehan terpancar dari wajahnya yang menua.
Ringan tangan dan suka membantu orang yang kesusahan. Tak seorang pun yang tak menyukainya.
"Tidak, aku tak setuju."
Bu Makmur tampak emosi. Sungguh jauh dari dugaannya. Kenapa justru lelaki tua itu yang meminang putrinya. Kenapa bukan salah seorang dari dua putranya yang masih perjaka?
Azizah tak bersuara. Dadanya bergemuruh. Ada perang di sana. Berkecamuk. Perang antara hawa nafsu dan iman.
"Bu, apa alasanmu tak setuju?" tanya Pak Makmur. Dia ingin tau kenapa istrinya langsung menolak.
Wajah Bu Makmur mengeras. Dia menatap tajam suaminya.
"Pak coba pikir, Pak Samsul itu usianya sudah enam puluh tahun, berapa lama lagi dia bisa bertahan hidup? Lima, atau paling lama sepuluh tahun lagi. Jika mereka punya anak. Dia akan meninggalkan anak yatim yang masih kecil, dan Azizah akan menjadi janda," sungut Bu Makmur marah.
"Bu, kau tau, Azizah menjanda lebih aku sukai dari pada dia jadi perawan tua," sengit Pak Makmur.
Azizah kaget mendengar ujaran sang Ayah. Begitu hinakah seorang perawan tua di mata Ayah? Tak ingin ikut berdebat. Azizah bangun dari duduknya. Dia mencoba menahan air mata, yang kemudian luruh di atas pembaringan.
***