Pohon-Pohon Bermata
Aku berjalan keluar gua. Kulihat langit gelap yang mulai terang. Warnanya biru tua, seperti perubahan warna dari hitam pekat ke biru muda. Bayang-bayang pohon kemerah-merahan di tanah. Embun pagi menyelimuti lumut daun yang terhampar di mulut gua. 

Aku berjalan keliling gua. Sesekali kuraba batu-batu dinding gua. Keras dan dingin. Mungkin karena hari masih pagi. Aku menyusuri batu-batu itu hingga sampailah di sebongkah batu yang mengeluarkan air. Aku membasuh tanganku dengan air itu.

"Selamat pagi, Cantik," sapa sebuah suara ramah. Suaranya mirip anak kecil. Tapi dimana anak itu? Aku tidak melihatnya, bahkan setelah menyapu pandang sekitarku. Seharusnya dia berada di dekatku. Kalau dia jauh dariku, tidak mungkin suaranya sekeras dan sejelas tadi.

"Kau mencariku, Cantik?" tanya suara itu. Bulu kudukku meremang. Bagaimana dia tahu, sementara aku tidak tahu dia dimana. 

"Ya, aku mencarimu. Siapa kamu? Dan dimana kamu sekarang?" tanyaku sedikit gemetar.

"Hahaha...., aku dibawahmu. Kau yang barusan menggunakan airku untuk mencuci tanganmu, bukan?" katanya jenaka.

Aku melihat ke bawah. Batu yang mengeluarkan air itu punya mata dan dia bisa bicara? Rasa-rasanya aku seperti bermimpi. Aku mundur beberapa langkah. Aku sangat takut. Apalagi setelah aku melihat tanaman di samping batu itu. Dia juga punya mata dan mulut. Kualihkan pandanganku pada pepohonan yang menjulang tinggi. Mereka juga memiliki mata dan mulut. Sepertinya semua benda di sekitar gua ini mempunyai mata dan mulut. Tidak hanya itu saja, mereka juga bisa bicara layaknya manusia. Apa aku sudah berada di Yaumil Hizab, dimana manusia ditimbang amalannya. Lalu tanaman dan benda-benda ini, seperti batu itu menjadi saksi akan apa yang telah aku lakukan di dunia. 

Kepalaku terasa pening. Panas dingin berganti-ganti. Pandanganku mulai kabur dan tubuhku sangat lemas sekali. Aku tidak bisa percaya kalau aku sudah mati. 

Aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Badanku terasa sakit semua. Kudengar beberapa orang bercakap-cakap.

"Kurasa dia terkejut melihat batu yang dapat bicara," kata seorang gadis.

"Benar, ditambah lagi dia melihat tanaman lain memandangnya," sambung gadis yang lain.

"Maksudmu? Apa yang mengejutkan dari para tanaman itu? Apa mereka mengganggunya?" tanya yang laki-laki bingung.

"Diamlah! Kau hanya memperumit perbincangan!" tegur suara laki-laki yang lain. Kali ini suaranya tenang dan penuh wibawa. Siapa pemiliknya? 

Aku membuka mataku dan bangkit duduk. Kulihat beberapa orang duduk mengelilingiku. Aku menjadi gugup saat mereka menatapku. Kutundukkan kepalaku dalam-dalam.

"Siapa kau?" tanya suara tenang itu. 

"Dia Dara, Raden," jawab gadis yang kemarin memberiku minum.

"Dara?" tanya yang dipanggil raden itu padaku.

Aku mengangkat kepalaku sedikit untuk mengetahui wajahnya. "Dara Anata," jawabku lirih.

"Kau dari keluarga Anata?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk. Yang membuatku bingung darimana dia tahu keluargaku. Atau mungkin hanya kebetulan saja dia menyebut keluarga Anata. 

"Zagar...!!" panggilnya. Lalu seorang anak laki-laki datang menghadapnya.

"Saya, Pangeran. Apa yang bisa saya bantu?" tanya laki-laki itu sopan.

Pangeran?? Jadi dia seorang pangeran. Pantas nada bicaranya begitu tenang dan berwibawa. Ternyata dia keturunan ningrat.

"Dia keluargamu?" tanya pangeran itu padanya.

Zagar nama yang pernah disebutkan dalam mimpi. Lalu beberapa orang yang ada di gua ini. Dan ternyata memang orangnya sama persis dengan yang ada dalam mimpiku. Hanya saja, sekarang dia tidak memakai pakaian yang sama persis denganku. Pakaiannya seperti seorang prajurit abad ke-9. 

"Ya, Pangeran. Dia trah keluarga saya dari Mayapada. Saya memanggilnya kemari untuk membantu kita merebut negeri kita kembali," jelasnya terang.

Pangeran itu mengerutkan dahinya. Matanya nanar dan wajahnya merah padam. Kurasa dia sedang marah.

Komentar

Login untuk melihat komentar!