Negeri Cermin
Dimana mana ada cermin. Di depanku juga ada cermin. Seharusnya dijalan seperti ini tidak ada cermin. Cermin itu lebih cocok diletakkan di atas meja rias. Tapi aku tidak tahu mengapa di sini banyak cermin. Apakah ada festival cermin atau ada penjual cermin? Ya, mungkin para penjual itu memiliki toko yang sempit, sebab itu dia meletakkan cerminnya di sepanjang jalan menuju tokonya.

Aku berjalan menyimpangi cermin-cermin itu. Lalu aku melihat seseorang di dalam cermin itu. Wajahnya mirip denganku. Pakaiannya juga mirip. Tapi, dia bukan perempuan sepertiku. Dia laki-laki. Aku berpikir sejenak, apa mungkin itu pantulan bayanganku sendiri? Rambutnya pendek sepertiku, pakaiannya juga persis sepertiku. Sekali lagi aku memperhatikan. Kupasang ekspresi sebal sambil berkacak pinggang. Kulihat bayangan dalam cermin itu tetap menunduk dengan tangan disembunyikan di belakang. Aku jadi bingung sendiri.

Mendadak bayangan itu berubah menjadi bayangan ibuku yang sedang membawa sapu ijuk. Tentu saja aku terkejut melihatnya. Dia terlihat sedang marah besar. Sapu ijuknya pun berdiri terbalik, gagangnya dibawah dan bulu ijuknya diatas. Diamenatapku dengan mata yang berapi-api.

'Ada apa ini? Apa yang telah aku lakukan? Sedangkan apa yang sebenarnya terjadi pun aku tidak tahu,' batinku bingung.

"Daraaa!!!" pekik bayangan ibuku marah.

Astaga, dia mengangkat sapunya. Dia bakal mrmukulku nanti. Tapi dia kan di dalam cermin. Ah, pasti tidak akan sampai mengenaiku. 

"Bangun!! Bangun!! Lihat jam berapa sekarang?!! Apa kau mau dihukum lagi gara-gara kesiangan?!!" 

Aku mengaduh kesakitan. Ternyata dia mampu mengenai kulitku. Ternyata hanya mimpi, ya. Aku sampai kesiangan gara-gara cermin itu. Aku menyibak selimutku. 

"Jam berapa, Bu?" tanyaku sambil mengucek-ucek mataku yang masih buram.

"Jam tujuh kurang lima menit!" jawab ibuku ketus.

Aku terperanjat mendengarnya. Kalau begitu aku sudah terlambat sekolah. Jam masuk sekolah kan setengah tujuh. "Mengapa Ibu tidak membangunkan aku sejak tadi?" omelku sedikit kesal.

"Kau saja yang tidak bangun-bangun," jawab ibuku masih dengan nada yang ketus juga.


Komentar

Login untuk melihat komentar!