Part 7: SIAPAKAH WANITA CANTIK YANG MENJUAL RUMAH ITU?
HATI YANG RETAK (7) 

Aku masih bertahan di tempat. Memindai wanita yang sejak tadi membuat Hatiku menderu. Wanita asing yang penampilannya bisa membuat detak jantung lelaki berhenti sesaat. Juga menghilangkan akal sehat. 

@Hana

***

Aku melepaskan pelukan. Menatap Emir yang kini terlihat sudah lebih tenang. Kutatap bola mata kecokelatan itu lekat. Lelaki itu mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Maafkan Mas sudah bikin kamu takut dan menangis. Mas kesal karena kamu bertindak terlalu jauh." Suara Emir memecahkan keheningan di antara kami.

Lelaki yang selalu menjaga penampilannya itu mengecup pucuk kepalaku. Aku bergeming tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kamu dengar apa yang Mas bilang, Hana?"

Aku segera mengangguk mengiyakan. Kulihat Emir menyunggingkan senyum, dan beranjak mematut diri di depan cermin. Lelaki itu merapikan rambut serta membenahi letak kerah kemeja yang ia kenakan. Aku hanya memperhatikan setiap gerak-geriknya.

"Kamu di rumah saja. Kalau tidak ada yang diperlukan nggak usah keluar kamar. Nanti bisa banyak cerita kalau ketemu Rayhan." Emir berbicara sambil melihatku dari cermin. Aku tidak menjawab. Pikiranku masih setengah melayang memikirkan rumah yang katanya tadi akan dibeli untukku. Seperti apakah rumah itu?

"Kapan kita bisa lihat-lihat rumah yang mau dibeli? Kalau bisa kita secepatnya pindah ke sana, Mas." Aku mengalihkan pembicaraan ke arah lain. Rasanya tidak mungkin Emir membeli rumah mewah itu. Aku tidak terlalu suka. Lebih baik yang sederhana tapi nyaman untuk pasangan suami istri seperti kami.

"Nanti saja. Kapan-kapan."

"Lho, kok, kapan-kapan. Lebih cepat lebih baik."

"Mulai lagi 'kan keras kepala."

"Bukan keras kepala, Mas. Kalau memang Mas mau beli rumah untukku, ya secepatnya aja di cek lokasi dan lain sebagainya. Aku sebagai istri juga mau lihat-lihat dulu sebelum rumah tersebut dibeli. Mungkin saja nanti nggak cocok sama aku," jelasku panjang lebar.

"Duh. Kok jadi rumit, sih. Rumah itu jadi dibeli. Itu aja!" seru Emir membungkamku.

Yang kulihat Emir telah berubah. Cara berbicara dan tatapan matanya tidak lagi selembut dulu. Apa karena aku memang terlalu lancang sehingga membuat Emir menjadi emosi? Namun, rasa penasaran akan rumah itu begitu membara. Aku harus memaksa ikut bersama dia.

"Mas balik dulu ke tempat kerja. Kamu jangan ke mana-mana, ya."

"Nggak! Aku ikut, Mas!"

Aku menarik lengan Emir. Menahan langkahnya agar menungguku.

"Ya ampun, Hana. Kamu kenapa?" Emir melihatku heran.

Setelah berdebat beberapa saat, akhirnya Emir mengalah dan membiarkanku ikut serta. Segera kutarik tas slempang yang masih terletak di atas ranjang. Tak peduli dengan wajah sembab, aku berjalan mantap di belakang Emir. Kami menuju mobil yang terparkir di halaman depan. 

"Sebentar." Emir berujar sambil memainkan ponselnya. Jemarinya menari lincah di atas layar. Sedangkan aku duduk disampingnya dengan seribu pertanyaan yang masih memenuhi benak. Kulirik Emir, lelaki itu telah menyimpan ponselnya dan bersiap-siap untuk mengemudikan mobilnya.

Selama perjalanan, Emir lebih banyak diam tidak seperti biasa. Aku sengaja menyetelkan lagu romantis kesukaanku dan emir. Lelaki itu tersenyum melihatku sambil ikut mengetuk-ngetukkan jari di atas kemudi. Aku dan Emir saling terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masing. Entah apa yang sedang suamiku pikirkan sekarang. Sementara di kepalaku masih tersimpan sebuah tanda tanya besar tentang lelaki yang kucintai itu.

Setengah jam berlalu, kami sudah memasuki komplek perumahan elit yang ingin dikunjungi. Ada semacam perasaan tak menentu yang mengganggu pikiranku. Saat pintu pagar tinggi berwarna hitam itu terlihat, deburan di dada pecah menyentuh dinding-dinding jiwa. Aku sendiri tidak mengerti perasaan apakah yang sedang timbul sekarang.

Setelah diklakson beberapa kali, pintu pagar yang tinggi menjulang itu pun terbuka lebar. Tampak seorang penjaga sedang berdiri di tempatnya. Halaman yang luas dipenuhi segala macam jenis bunga. Juga tanaman lain yang tertata dan terawat rapi. Siapakah pemilik rumah ini? Karena alasan apa si pemilik ingin menjualnya?

Setelah mobil diparkirkan. Emir menggamit lenganku dan kami berjalan bersisian menyusuri halaman rumah yang lumayan luas. Ada beberapa jenis tumbuhan bunga mawar serta anggrek tumbuh subur di dalam belasan pot berwarna cokelat yang diletakkan berjejeran. Ada juga beberapa pohon mangga yang tumbuh rindang, bahkan sebagian pohon sudah mulai berbuah. 

Rumah berlantai dua dengan gaya minimalis modern ini kelihatan menarik untuk ditempati. Perpaduan warna putih serta abu-abu menciptakan kesan tak mencolok. Aku terlanjur suka pada pandangaan pertama. Pandanganku mengitari sekitar, aku suka dan setuju jika Emir membeli rumah ini.

Kami sudah sampai di depan pintu. Emir menekan beberapa kali tombol bel yang tersedia di sana. Betapa terkejutnya aku saat melihat seorang wanita berdiri di dekat pintu. Ia menyambut kedatanganku dan Emir dengan sebuah senyum manis yang tersungging di bibirnya. Aku terpaku di tempatku berdiri. Saraf-saraf di otakku memberikan signal dengan cepat, merespon segala hal dan mencoba untuk saling mengaitkan. Tak ingin berpikir buruk, akan tetapi tak bisa diayal jika pikiran sedang menuduhkan sesuatu pada perempuan cantik berbaju pendek itu.

"Selamat datang Tuan dan Nyonya. Mari masuk!" seru wanita itu ramah. Sebuah senyuman masih hadir di sana. 

Aku masih bertahan di tempat. Memindai sang perempuan yang sejak tadi membuat hatiku menderu. Wanita asing yang penampilannya bisa membuat detak jantung lelaki berhenti sesaat, juga menghilangkan akal sehat.

"Hana. Yuk, masuk. Malah bengong," ujar Emir. Lelaki itu menarik lenganku agar segera beranjak ke dalam. Aku mengikuti langkah lelaki itu. Tanpa melepaskan alas kaki, langkah kami mengetuk lantai berkeramik putih tersebut.

"Tuan bisa melihat-lihat dulu. Rumah ini ditinggal oleh pemiliknya beberapa bulan lalu. Pasangan suami istri yang berpindah ke luar negeri. Saya adalah keluarga mereka yang dimintai untuk mengelola sebelum rumah ini berpindah ke tangan orang lain."

Aku melirik wanita yang berdiri bersebelahan dengan Emir tersebut. Jemarinya bergerak-gerak menunjuk ke segala sisi. Mulutnya tak henti berbicara menjelaskan seluk beluk rumah yang nantinya akan menjadi milik kami. Aku sama sekali tidak mendengarkan apa yang wanita itu jelaskan. Tidak penting bagiku. Sejak tadi pikiranku hanya memikirkan tentang kedatangan Emir pagi tadi ke rumah ini. Di rumah seluas ini hanya ada mereka berdua? Apakah Emir tidak tergoda melihat penampilan wanita yang sekarang menemani kami itu sangat menggiurkan? Memilik paras cantik serta tubuh nan molek dengan pakaian seadanya tentu saja membuat pria akan berpikiran liar. 

"Kita ke atas dulu. Semoga istri saya suka rumah ini." Suara Emir terdengar renyah di telinga.

"Baik. Mari Nyonya."

"Jangan panggil saya nyonya. Nama saya Hana." Aku berujar ketus. Rasanya terlalu berlebihan wanita itu menyematkan panggilan nyonya padaku.

 "Baik, Mba Hana. Saya Jessica Andina Putri. Panggil saja Jessica."

Lagi-lagi aku tidak terlalu menghiraukan. Kesan pertama berjumpa dengan perempuan ini adalah kecurigaan. Entah apa sebabnya, sejak awal melihatnya hatiku sudah tidak suka.

"Mari ke atas, Mba, Mas. Saya antar." Wanita berwajah oval itu tidak lagi memanggil dengan sebutan tuan dan nyonya. Mungkin karena aku menegurnya tadi.

Wanita itu berjalan terlebih dahulu menuju tangga. Saat ia melewatiku, indra pencuimanku menghidu sesuatu yang terasa tidak asing. Otakku langsung bekerja lebih cepat mengantarkan signal, aroma itu. Ya, aroma sensual yang begitu menggelora. Membuat bulu kuduk meremang dengan segala sensasi fantasi yang memenuhi kepala. Keharuman yang selama ini kucari-cari milik siapa. Dan sekarang aku mencium aroma itu dari tubuh wanita seksi yang sedang menaiki anak tangga.

"Yok, Sayang." Emir mengagetkanku. Lelaki itu menautkan jemarinya di sela-sela jemariku. Kami berjalan menuju tangga. Emir terlihat begitu menikmati suasana, sementara aku larut dalam pikiran yang entah.

Siapakah pemilik parfum yang tinggal di kemeja Emir? Apakah milik perempuan itu?

***

Bersambung

***

Asiiik dibeliin rumah baruuuuušŸ˜…

Nikah sama horang kayah mah gampang, yak?

Komentar

Login untuk melihat komentar!