Bab 2- Apa Hubungan Wanita Hamil Itu Dengan Ibu Mertua
LELAKI MIRIP SUAMIKU DI POLI KANDUNGAN

Bab : 2


Jangan lupa subscribe dan follow akun sebelum membaca yaaa😘

.
.
.

🥀🥀


"Eh, Cha, kamu mau ke mana? Icha! Icha!"

Tak kuhiraukan panggilan Rahma. Sebelum membuka pintu, mataku fokus ke jalan, memastikan aman untuk turun. 

Suara klakson mobil dan motor memekakkan telinga, saat aku membuka pintu mobil.

"Woi! Gak liat itu lampu udah ijo? Mata lo buta apa?" bentak pengendara motor yang berada di sisi sebelah belakang taksi yang kutumpangi.

Mataku sontak melirik ke arah lampu tiga warna itu. Benar saja lampu yang tadinya merah sudah berubah menjadi hijau.

Mau tak mau aku harus masuk kembali ke dalam mobil, jika tidak ingin diamuk oleh para pengguna jalan lainnya.

"Kamu gendeng kali ya? Main asal turun aja di tengah lampu merah," omel Rahma geram.

"Kejar mobil merah itu, Pak!" Tanpa menghiraukan omelan Rahma, aku justru menitahkan supir untuk mengejar mobil yang Mas Damar berada di dalamnya tadi.

"Baik, Bu."

"Apa benar tadi itu Mas Damar?" lirihku. 

"Aku yakin 1000%. Karena sebelum mobil tadi bergerak maju, aku bisa melihatnya dengan jelas."

Kupejamkan mata seraya menghela napas. Kalau benar Mas Damar bermain di belakangku, dan wanita hamil itu adalah durinya, berarti mereka sudah menjalin hubungan sudah lama. Atau mungkin sudah menikah tanpa sepengetahuan diriku? 

Ulu hatiku berdenyut nyeri. Bentuk keromantisannya selama ini, hanyalah kepalsuan saja. Benar kata orang, jika suami mendadak romantis, berarti ada kebohongan yang disembunyikan.

Rem berdecit hingga aku dan Rahma terdorong ke depan. 

"Hati-hati dong, Pak!" omel Rahma, karena dahinya terbentur kursi jok di depannya.

"Maaf, maaf, Mbak. Ada ibu-ibu yang menyeberang tiba-tiba."

Mataku menatap nelangsa ke arah mobil mini sedan yang sudah meluncur jauh. Tidak mungkin lagi dapat terkejar, karena mobil tersebut sudah tidak terlihat.

Aku menghembuskan napas kasar. Si*l! Aku kehilangan jejak, rutukku dalam hati.

"Yah, mobilnya sudah menjauh, Cha. Terus bagaimana ini?" tanya Rahma.

"Balik arah saja, Pak! balik ke rumah!"

"Lho, kok pulang? Kita gak jadi belanja."

"Gak! Udah gak mood!" Kuhempaskan punggung dengan kasar. Pandangan melayang ke luar jendela. Aku harus bisa mencari cara, untuk mengetahui kebenaran tentang semua ini.




Malam menjelang, sudah pukul 23.15 WIB, hingga sekarang Mas Damar belum juga memberikan kabar meski hanya sekedar pesan singkat.

Mataku pun belum juga dapat terpejam. Perasaan gelisah dan ulu hati ini terus berdenyut nyeri. 

Foto-foto hasil USG misterius itu kuremas dalam genggaman. Bahkan bayangan Mas Damar dalam mini sedan tadi pun terus berkelebat.

Apa jawaban dari semua ini? Siapa wanita hamil yang dilihat Rahma? Dan … foto-foto ini, apakah ada hubungannya dengan wanita hamil itu? 

Mataku menatap hampa ke langit-langit plafon. Bulir hangat jatuh ke telinga, seiring tangan yang menekan dada karena terasa sesak yang teramat sangat.

Bukankah kamu berjanji akan sabar menanti sampai akhirnya benih itu bersemayam dalam rahimku, Mas. Tapi, mengapa kenyataan pahit justru yang kau suguhkan padaku?

..

Kutatap android yang tergeletak di atas nakas. Hingga hari kedua ini saja, Mas Damar tidak juga memberi kabar. Apa susahnya sih, tinggal angkat telepon, ketik sebuah pesan, lalu kirim, selesai!
Tentu saja ada hal pasti yang menyibukkan dirinya dan membuat lupa akan adanya diriku.

Persediaan dapur yang sudah menipis, akhirnya yang memaksaku untuk tetap harus ke luar. Perasaan galau tentu saja tidak dapat terobati dengan perut yang lapar. 

Dengan menggunakan dress berwarna mocca dan polesan wajah apa adanya, aku bersiap pergi menuju supermarket di tengah kota.

Kusambar kunci mobil dan tas, lalu bergegas pergi sebelum hari keburu siang. 

Setiba di sebuah supermarket, segera kuraih trolley dan langsung mendorongnya ke rak yang menjual bahan-bahan kering. Setelah itu tujuan berikutnya, ke bagian yang menjual ikan dan sayuran.

Sangking mata ini terlalu fokus pada ikan segar yang terbalut kepingan es yang sudah dihancurkan, tanpa sengaja ujung bagian depan troli-ku menabrak sesuatu.

Braaak!

Ketika aku menoleh, ternyata troli-ku menabrak troli seorang wanita. Mata bergerak turun, dan ternyata wanita ini sedang hamil. Ah, beruntung sekali dia. Seandainya saja, aku juga bisa seberuntung wanita ini.

"Maaf, maaf, Mbak, saya enggak sengaja," Ucapan maaf wanita itu menyadarkanku.

"Oh iya, enggak apa-apa, Mbak. Saya juga yang salah kok."

"Kalau begitu saya duluan ya, Mbak," pamitnya tersenyum, sembari kembali mendorong troli yang sudah penuh dengan belanjaan. 

Wanita ini tidak terlalu cantik sih. Tapi, cukup sedaplah dipandang. Dengan penampilannya yang cukup glamour dengan makeup yang wah.

Aku mengedikkan bahu setelah wanita itu berlalu dan kembali meneruskan langkah menuju rak yang lain.

Sekitar satu jam aku berputar-putar lalu memastikan kembali, apakah lagi yang kurang atau tidak. Setelah itu mendorong troli menuju kasir.

Mataku tertuju pada wanita hamil yang tadi bertabrakan denganku. Ia duduk di sebuah bangku di tengah mall, dengan seorang pria yang tidak terlihat wajahnya karena posisi yang memunggungi. Mungkin itu suaminya, karena mereka tampak begitu mesra. 

Mendadak aku merindukan Mas Damar. Biasanya dia yang selalu menemaniku berbelanja. Tapi kini, kabar saja tidak kunjung kudapatkan.

"Total semuanya satu juta dua ratus lima puluh lima ribu, Bu," ucap pegawai kasir, membuat perhatianku kembali pada barang belanjaanku tadi.

Kukeluarkan sebuah kartu debit dan menyerahkan pada petugas wanita tersebut. Dan kembali ia disibukkan dengan mesin pembayar otomatis itu.

Selesai berbelanja, segera kudorong troli menuju parkiran mobil. Biasanya aku begitu semangat jika urusan shopping dan mall. Tapi, perasaan resah ini seakan melesapkan semangatku.

Sejak Mas Damar pergi, aku hanya pesan makanan cepat saji melalui delivery order saja. Hanya saja aku kembali berpikir, mau sampai kapan aku larut dalam perasaan seperti ini. Aku teringat pesan dokter yang menangani proses bayi tabungku. Pikiran stress bisa membuat usaha program selama ini gagal. Dan uang puluhan juta tentu saja akan terbuang percuma. 

Ketika mobil berjalan ke luar, mataku menatap sosok yang sangat tidak asing ke luar dari pintu lobi utama. Ibu mertuaku berdiri seperti menunggu jemputan. 

Tapi, anehnya, di sebelah Ibu ada wanita hamil yang bertabrakan denganku tadi. Mereka mengobrol dengan sangat akrab sembari sesekali tertawa. Seakan sudah mengenalnya lama. Apakah mereka saling kenal?

Rasa penasaran mendorong untuk menghentikan mobil di belokan depan. Dari sini dapat terlihat jelas Ibu dan wanita tadi masih berdiri di pintu masuk.

Tak lama mobil honda jazz, yang tempo hari di lampu merah, tampak berhenti tepat di depan mereka. 

Mataku nyaris melompat dari tempatnya, ketika melihat siapa yang ke luar dari mobil. Mas Damar!

Aku meneguk ludah yang terasa pahit dan mencekat di tenggorokan, saat melihat Mas Damar memasukkan kantongan-kantongan belanjaan ke bagasi belakang. Kemudian membukakan pintu untuk wanita hamil tadi untuk duduk di bangku depan dan Ibu di belakang. 

Apa mungkin wanita itu yang dilihat Rahma di poli kandungan tempo hari? Tapi, kenapa bisa ada Ibu di antara mereka? Atau jangan-jangan ….



***

Masih next?

Jangan lupa vote yaa. Tekan LoVe❤ dan Review bintang 5 ya, Cintahh🥳