AKAR MASALAH
Malam itu Nobel tak bisa tidur. Sudah berkali-kali ia memejamkan matanya, namun tetap saja pada akhirnya terbuka kembali. Padahal ini bukan kali pertamanya Nobel tidur di kamar itu. Karena memang itu kamarnya sejak ia masih gadis. Hanya saja setelah menikah, Nobel jarang menginap di rumah papanya karena mengikuti tugas suami yang berpindah-pindah.
Sementara suami dan anaknya_Rino_sudah terbuai ke alam bawah sadar sejak beberapa jam lalu. Nobel mencoba meraih gawai di atas nakas tempatnya merebahkan tubuhnya sekedar melihat jam. "Sudah jam dua malam, mataku belum mau terpejam juga." Kemudian matanya terfokus pada tulisan yang tertera di bawahnya. Sebuah notifikasi dari pesan WA yang telah dikirim sejak pukul 19.00 WIB oleh pengirimnya. Nobel membelalakkan matanya. Mencari kebenaran tentang si pengirim pesan.
"Mas, nggak pulang malam ini?"
Begitulah isi pesannya. Rupanya Nobel baru menyadari yang ia ambil adalah gawai milik suaminya. Nobel memutar bola matanya malas. Segera ia letakkan kembali gawai itu di atas nakas, kasar. "Apaan sih, apa urusannya coba nge-WA Mas Panji kayak gini?" makinya yang tak didengar siapa pun. Ia tak habis pikir, begitu beraninya wanita itu ngechat suaminya. Begitu pula dengan Panji, yang mulai tidak terbuka bila sudah memberikan nomor kontaknya pada wanita itu. Padahal semenjak menikah, tak pernah sekali pun Panji tidak jujur pada Nobel untuk hal apa pun meski sepele.
Nobel beranjak dari ranjang menuju ke sofa dan membatingkan tubuhnya di atas sofa yang terletak di sudut kamar. Suara yang ditimbulkan membuat Panji terbangun dari tidurnya.
"Dek, kenapa?" Panji segera bangun dan menghampiri istrinya.
"Nggak bisa tidur, Mas," jawab Nobel singkat.
Panji segera menuangkan segelas air putih yang berada tepat di samping sofa."Minum, Dek." Sudah jadi kebiasaan Panji untuk mengambilkan air putih ketika istrinya terjaga di malam hari agar istrinya merasa tenang dan segar setelahnya. "Kamu kecewa sama Mama, kan?" Tiba-tiba saja Panji membuka pembicaraan. Meski sebenarnya Panji tahu istrinya marah karena seseorang yang sekarang berada di kediamannya
"Tidak sepenuhnya," jawab Nobel singkat.
Akhir-akhir ini Nobel sering senewen berada di rumahnya. Berawal dari mama mertua yang hampir sebulan ini berkunjung ke kediamannya berdalih rindu terhadap Rino_cucunya. Tidak masalah! Nobel dengan senang hati menerima kehadiran sang mama. Bersyukur sekali melihat perubahan sikap dari mama mertuanya itu. Memang ini kali pertama mama mertuanya berkunjung ke kediaman Panji dan Nobel dari awal mereka menikah. Dulu, mama Panji menentang keras hubungan Panji dan Nobel. Berkat bujukan papanya Panji akhirnya mamanya luluh dan mengizinkan mereka menikah.
"Lalu apa masalahnya? Atau sengaja cari masalah?" Tanya Panji sedikit ngelucu.
"Ini bukan lelucon ya, Mas!" Nada bicara Nobel mulai meninggi. Seketika mata mereka mengarah ke ranjang. Memastikan Rino tidak terbangun. Panji tersenyum dan minta maaf pada Nobel atas leluconnya yang tidak tepat pada waktunya.
"Dek, Mas tu ngenal kamu nggak cuman setahun atau dua tahun. Jadi sedikit banyaknya Mas paham. Okelah klu sekarang nggak mau terbuka nggak masalah, yang penting suatu saat kamu harus terbuka. Kita ini suami istri nggak baik kalo ada yang ditutup-tutupi." Panji mencoba memijit kaki istrinya.
"Bukannya, Mas, ya yang sekarang hobinya nutup-nutupi," jawab Nobel menyindir suaminya. Sayangnya Panji tidak mengerti maksud perkataan Nobel.
"Maksudmu?" Panji memicingkan matanya ke arah Nobel. Mencari tahu maksud perkataan istrinya itu.
"Sudahlah, Mas, aku capek mau istirahat." Nobel sudah tidak ingin melanjutkan perdebatan dengan suaminya. Nobel memilih untuk diam dengan mengakhiri perbincangan malam itu. Ia tahu persis apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Hingga tidak bisa mengontrol dirinya dan memilih pulang ke rumah papanya. Semenjak kehadiran tamu mama mertuanya itu kehidupan Nobel menjadi terusik. Mama mertuanya selalu membandingkan dirinya dengan tamunya itu.
"Mas, tadi ada WA masuk. Siapa tau penting." Nobel beranjak dari sofa menuju ranjang, meninggalkan Panji yang masih terduduk di sana.
"Dari siapa?" tanya Panji penasaran.
"Tau ah." Nobel membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.

Bersambung...