Jika ada mendung yang tiba-tiba menggantung, berarti Fajri sedang murung. Lihat saja, bahkan alam ikut sedih saat dia susah. Buka kali ini bermenukan resah. Nikmatnya makan hilang sudah.
Berkecamuk tanya di benak ummi. Naluri mamarazinya terusik. Sungguh, ia memilih mati gaya menghadapi kecerdasan Fajri. Meski budhe-budhenya menyebut itu modus. Daripada melihatnya menekuk muka pasang wajah tegang.
“Adek, kenapa?”
“Nggak apa-apa, Mi.”
“Hei. Sedih gitu masih bisa bilang nggak apa-apa?” Cowok banget ya? Atau cewek yang suka begitu? Haha.
“Adek sedang galau.”
“Hah? Galau, Dek?” Beruntung ummi tidak sedang makan apa-apa. Bisa-bisa tersedak karena kaget.
“Iya. Hati Adek sedang nggak enak rasanya. Galau.”
Fajri mengulang beberapa kali kata itu. Seolah memang tidak ada kata lain yang tepat untuk menggambarkan kegelisahan hatinya. Ummi berhenti mengaduk es cendol. Fokus padanya.
“Apa yang membuat Adek galau?”
“Besok pagi jadwal Adek jadi imam sholat Dhuha.”
“MaasyaAllah. Keren, Adek. Terus apa masalahnya?” Dari mata ummi muncul emote lope-lope banyak sekali versi photo editor.
“Adek ga berani. Malu. Takut salah. Takut diketawain.”
Ummi bungkam. Melihat betul anak lelakinya yang sungguh sedang gundah. Tepatnya sih, tidak tahu harus bilang apa. Rekaman kisah pilu saat dia azan di masjid, terputarlah sudah. Bahkan hingga kini Ummi belum sukses membangkitkan semangatnya lagi. Dia terluka. Salah melafalkan azan dan dimarahi orang dewasa di masjid.
“Ya sudah, tidak usah dipikirkan. Besok bilang sama Ustadz, ya. Adek tidak berani.”
“Enggak, Mi. Jangan! Adek akan diolok-olok teman kalau ga mau. Dibilang cemen.” Ummi kehabisan cara.
“Oke, sekarang Adek milih. Malu karena jadi imam, atau malu jika tak jadi imam.”
“Itulah, Mi. Makanya Adek galau.” Heu. Ummi terdiam sempurna. Mengalihkan perhatian dengan cerita tentang kelebihan cowok. Mengapa harus jadi imam, bla bla bla.
Perbincangan mereka sempat jeda. Berlanjut selepas tarawih. Masih sendu.
“Ternyata susah ya, jadi cowok. Harus jadi imam. Jadi pemimpin. Enakan cewek.”
“Kata Mbak Fatiha, jadi cewek itu berat loh, Dek. Harus melahirkan.”
“Sepertinya lebih mudah, itu Mi.”
Ummi mending diam aja deh. Serahkan ahlinya!
“Tidur aja dulu yuk, Dek. Kita pikirkan lagi besok. Siapa tahu kita ada ide cemerlang.”
“Apa itu Mi?”
“Ya besok, laaaah.” Jurus ngeles ummi lumayan ampuh. Fajri bersedia tidur. Tapi tidak bagi ummi. Sesaat selesai mengantar tidur jagoannya, ummi gundah.
#Ramadan_ala_Fajri
Login untuk melihat komentar!