Tolong bantu Subscribe, like & komen. Makasih💕
☘☘☘☘
Mulut kotor Laila sungguh memuakkan! Aku rasa tamparan 1 kali, tak cukup untuknya. Mereka mengira aku mencuri, sungguh lucu. Besok ada lagi kejutan untuk mereka, semoga mereka tak jantungan melihatnya.
"Kurang aja kamu Hanin! Beraninya kamu melawan ibu dan menampar Laila, kamu mau ku ceraikan hahhh!!!" mas Fahri tiba masuk dalam kamar, sengan tersulut emosi. Pasti ibu sudah menceritakan semuanya.
"Adek mu memang pantas mendapatkan itu! Mulutnya kurang ajar, telah menuduhku. Jika kamu mau menceraikan ku, silahkan mas! Aku takut ragu sama sekali!"
"Kalau kamu mau cerai denganku, kamu mau makan apa! Masih untung aku mempertahankan mu, menjadi istriku."
"Aku bisa bertahan hidup tanpamu, lagian selama jadi istrimu, kamu hanya memberi siksaan batin padaku! Bahkan kamu tak menafkahi ku. Jadi untuk apa bertahan lagi dengan pernikahan bak neraka dunia ini!"
"Bukan itu maksudku Hanin, kita bisa pertahankan pernikahan ini. Lagian kamu, kenapa harus melawan ibu. Apa benar kamu habis belanja banyak, kamu dapat uang dari mana?"
Mas Fahri seperti terkejut mendengar perkatan ku, yang menyetujui untuk bercerai. Mungkin dia anggap, aku akan patuh padanya, seperti dulu.
"Kamu tak perlu tau mas, aku dapat uang dari mana! itu uang ku sendiri,"
"Jangan-jangan benar ujarku mas, dia jual diri," celetuk Laila, yang sudah berada di ambang pintu bersama ibu.
Ampun, kedua orang ini, suka sekali ikut campur.
"Apa benar yang di katakan Laila, serendah itu kamu,"
"Pasti benarlah mas, dia keluar lama, dan pulang-pulang sudah bawa belanjaan banyak!"
"Ibu yakin juga Fahri, jika dia tak mencuri uang mu, ya jual diri lah," ucap ibu sambil mencibirku.
"Aku tak serendah itu, silahkan jika percaya pada ibumu. Yang penting kenyataan nya tidak!"
Aku malas sekali berdebat dengan mereka, ada tanggal main nya sendiri. Sekarang aku tahan dulu. Aku tak ingin mereka tau, jika aku sudah mendapatkan warisan yang banyak.
"Pergi kalian dari kamarku! Aku tak ingin diusik!" aku mengusir mereka agar pergi.
"Fahri, cepat ceraikan dia! Ibu sudah tak tahan dengan kelakuan nya!"
Mas Fahri menatapku, namun aku tak bergeming. Aku tidak takut menghadapi mereka, atau tuduhan mereka, yang tidak jelas kebenaran nya.
Mas Fahri hanya diam, dan berlalu pergi. Aku tak peduli.
Ibu dan Laila menatapku sinis. Aku beranjak dari ranjang dan menutup pintu dengan keras.
Brakkkk.....!!!
"Kurang aja kamu Hanin!" Ucap ibu berteriak padaku.
***
Pagi ini, tumben sekali ibu mengajak ku sarapan bersama, bahkan menunya nampak lezat. Ibu sepertinya beli makanan dari luar.
"Silahkan duduk Fahri, Hanin. Kita sarapan dengan menu yang spesial."
Aku mengikuti perintah ibu untuk duduk. Mas Fahri pun nampak sedikit bingung dengan tingkah ibunya. Laila juga memasang senyum sedari tadi, nampak mereka sedang bahagia sekali.
Terdengat suara bell, ibu langsung beranjak dari duduknya. Dan tergesa ingin membuka pintu.
"Dia sudah datang,"
Ternyata akan ada tamu, pantas mereka menyiapkan menu yang lezat. Seperti nya tamu itu sangat penting.
Ibu kembali bersama seorang wanita di sampingnya, itu kan Nindi. Pantas saja ibu semringah sekali, menyambut kedatangan wanita itu. Wanita itu mantan mas Fahri, yang ibu idamkan menjadi menantu nya.
"Hai mas Fahri, aku mau gabung sarapan sama keluargamu, bolehkan?" ujarnya, dengan suara yang di buat selembut mungkin.
"Boleh Nin, ayo gabung."
"Woahhh kak Nindi apa kabar, aku kangen banget sama kakak. Kapan kita shoping bareng," ucap Laila, sambil memeluk Nindi. Seperti orang yang sudah berpisah puluhan tahun saja.
"Aku juga kangen sama kamu, makin cantik ya kamu. Nanti abis ini kita shoping mau kan,"
"Mau banget kak,"
"Iya dong Laila tambah cantik, apalagi dia kan calon pramugari. Rajin perawatan jadi tambah mulus." ibu dengan bangga, memuji anak gadisnya itu.
"Iya sih cantik, tapi akhlaknya minus." sahutku sambil mengunyah buah anggur, yang mereka sajikan.
Mereka semua, langsung menatapku tak suka.
"Hanin, ngomong yang sopan ada tamu," ucap ibu dengan memicingkan matanya.
"Silahkan duduk kak Nindi, biarin aja orang itu emang sirik," Laila berkata sambil melirikku.
"Ya wajar dia sirik, dia cuma perempuan kampung yang tak bisa merawat diri. Lihat saja penampilannya, lusuh sekali." Nindi berani mencibirku.
"Makanya itu, ibu lebih suka sama kamu Nin, kamu udah cantik, pekerjaan nya bagus, berpendidikan. Beda dengan dia," mereka pun tertawa bersama, dengan mimik wajah yang mengejek.
Sedangkan mas Fahri, hanya diam. Tak ada niat sedikitpun, untuk membela ku.
Sabar Hanin, nanti kamu juga akan membalas mereka.
"Ayo kita mulai makan, Hanin, ambilkan nasi untuk suami mu," perintah ibu.
Aku mengambil centong, dan menyendokkan nasi pada piring mas Fahri, ibu dan piringku.
"Loh Hanin, kenapa tidak mengambilkan juga, untuk Laila dan Nindi,"
"Mereka punya tangan kan bu, suruh ambil sendiri,"
"Kamu tidak sopan pada tamu ya Hanin, cepat ambilkan!"
Aku kemudian berdiri dari duduk ku, dan mendekati Nindi untuk menyendok nasi. Tapi aku sengaja menyenggol gelas yang berisi air putih, ku dorong sedikit gelas itu, dengan gaya tak sengaja. Dan airnya pun tumpah menyiram pakaian yang di kenakan Nindi.
Mampus, batinku.
"Aduh jadi basahkan!"
"Hanin, kamu sengaja kan. Buat malu saja," ibu langsung memarahiku,"
"Kamu itu tidak becus dan buat malu saja," mas Fahri ikut memarahiku.
"Haha..... Kasian si princes sok cantik ini, baju nya basah!"
"Malah ketawa lagi," ibu nampak geram padaku.