Mohon Subcribe dan Kasih Bintang Lima ya, Kak. Agar Nilam semangat melanjutkan.
***
Fandi memegang perutnya yang terasa sakit ditendang oleh Hilma. Dia mendesah berat, lalu mencekal pergelangan tangan istrinya yang berusaha bangkit dari tempat tidur.
“Kamu benar-benar keterlaluan.”
Tamparan keras di pipi membuat Hilma menitikkan air mata. Dengan bibir gemetar dia memohon, agar Fandi menahan hasratnya pagi ini. Karena dia masih belum siap.
“Mas, kasihani aku.”
“Kasihan? Seharusnya semalam aku melakukan lebih dari sekali padamu.”
Tubuh Hilma didorong kasar, dan kembali berbaring tanpa bantal yang menjadi alas kepala.
Dengan air mata berderai, Hilma akhirnya menerima serangan Fandi yang tak ubah seorang pemerkosa. Tiada kelembutan, tiada kasih sayang. Bahkan air mata istrinya tidak membuat hatinya tersentuh.
Lelaki itu sepertinya sudah kehilangan akal sehat, sehingga hubungan yang seharusnya menjadi ibadah berubah jadi siksaan yang tak henti pada istrinya sendiri.
Kembali ada tetesan darah di seprai kusut tempat Fandi melampiaskan nafsu binatangnya pada istri sendiri. Hilma terisak menahan perih yang tak terkata.
Wajah Hilma pucat, giginya beradu menahan sakit yang teramat sangat. Dalam hati dia memohon pada Tuhan, semoga zuriat yang ditanam Fandi tidak tumbuh di rahimnya. Entah kenapa, dia merasa tidak ikhlas jika keturunan Fandi dia kandung.
“Terima kasih, sayang!” Fandi segera ke kamar mandi. Meninggalkan Hilma yang masih merintih menahan sakit dan kecewa.
Segala rasa berkumpul dalam dada yang membuat napasnya sesak. Air matanya sudah tak berguna di hadapan Fandi, karena kepedulian dan kasih sayang lelaki itu ternyata sudah musnah. Dia harus melawan, dia harus pergi dari rumah yang ternyata dipersiapkan jadi ruang penyiksaan oleh lelaki ganteng dengan senyum khas tersebut.
Hilma merasa ada sesuatu yang membuat Fandi seperti ini? Dia harus mencari tahu.
“Aku berangkat kerja dulu. Kamu jangan keluar rumah, dan berani mengadu pada keluargamu. Apalagi pada Tedy.”
“Tapi kamu sudah keterlaluan, Mas.”
Suara parau Hilma terdengar tak ubah rintihan kematian dari tempat tidur. Serangan Fandi yang brutal membuat tubuhnya sulit bergerak. Sehingga dia tetap berbaring, hingga sakit itu mereda. Mungkin sebentar lagi, dia bisa membersihkan dirinya.
“Keterlaluan? Ini belum seberapa Hilma.”
“Belum seberapa bagaimana, Mas. Kamu tak ubah seorang pemerkosa. Ke mana empatimu? Ke mana kasih sayangmu sebagai suami?”
“Aku sudah katakan. Aku tidak pernah mencintai kamu. Pernikahan ini hanya untuk membalas dendam kematian Kak Fitri.”
Kak Fitri? Mantan pacar Bang Tedy yang bunuh diri karena tidak jadi nikah dengan kakak lelaki Hilma. Tapi ada hubungan apa Fandi dengan Fitri?
“Aku tidak mengerti, Mas.”
“Ini bukan untuk dimengerti Hilma, tetapi untuk kamu jalani. Agar Tedy merasakan apa yang kurasakan saat kehilangan saudara perempuan dulu, menyakitkan Hilma.”
“Tapi, Bang Tedy tidak salah, Mas. Kak Fitri tidak bisa menunggu sampai dia tamat kuliah.”
“Tidak bisa menunggu katamu? Kakakmu yang meninggalkan Kak Fitri demi perempuan lain. Dia tidak tahu betapa sedihnya orang tuaku mengurus anak perempuan yang stres karena perbuatan lelaki tak bertanggung jawab seperti kakakmu.”
“Kamu adiknya Kak Fitri?” Hilma berusa bangkit dan melawan rasa sakit dengan menggigit bibir.
“Iya. Aku adik laki-laki perempuan yang dikecewakan kakak laki-lakimu yang egois itu. Dan sekarang aku akan membalas hal yang sama pada adik perempuannya, yaitu kamu!”
Suara Fandi menggelegar, dengan tatapan dingin dia mendekat dan meraih dagu Hilma kasar.
“Tapi kita sudah menikah, Mas. Jangan permainkan hubungan yang melibatkan Allah ini karena dendam kamu yang tak beralasan. Bang Tedy tidak salah. Aku tahu bagaimana hubungan mereka.”
Fandi mendengkus.
“Kamu kira, aku tidak tahu bagaimana hubungan mereka. Walau aku di tidak di Indonesia ini, aku tahu apa yang telah dilakukan kakak kamu. Karena Kak Fitri selalu mengabari melalui telepon atau Video Call.” Dia menarik napas.
Lalu, Fandi kembali membuka suara disertai gelegak amarah.
“Andai saja mama tidak memintaku bertahan menyelesaikan kuliah di Malaysia, aku sudah pulang ketika melihat keadaan Kak Fitri yang kurus dan menyedihkan. Dia tidak mau makan, tidak mau berobat. Semua itu gara-gara kakak kamu. Sekarang dia akan menuai akibat perbuatannya sendiri. Dia akan melihat adiknya sengsara. Tapi kamu harus ingat, aku tidak akan membiarkan kamu menceritakan semua ini pada dia dan bunda kamu. Jika kamu berani, aku tidak akan segan-segan menghabisi nyawa kamu, Hilma sayang!”
Hilma tercekat mendengar penuturan suaminya. Jadi lelaki ini sengaja datang untuk menghancurkan kehidupannya. Tetapi kenapa dia tega mempermainkan pernikahan yang sakral ini sebagai landasan membalas dendam.
“Mas, kalau memang Bang Tedy salah. Aku minta maaf, tolong jangan turuti amarah dan dendam di hatimu. Aku mencintaimu, Mas. Dan aku akan berusaha menjadi istri yang baik.”
“Aku tidak butuh cinta! Aku hanya butuh tubuh kamu agar aku bisa melihat kepedihan di wajah Tedy, seperti kepedihanku kehilangan Kak Fitri.”
“Mas, kenapa kamu tidak bunuh aku saja?” Hilam sudah tidak sanggup lagi menahan amarah mendengar kalimat-kalimat penuh dendam suaminya.
“Aku tidak mau, Hilma. Karena aku ingin membuat kalian hancur secara perlahan.”
“Tapi, Mas! Dendam juga akan menghancurkan kamu.”
“Diam kamu, atau aku akan melakukan lagi padamu. Selagi obat ini masih membuat hasrat dalam tubuhku kuat?”