Pembantu Cantik

Rina sebenarnya gadis yang cantik, namun ia memiliki luka bakar di seluruh bagian kiri wajahnya—dari kening hingga dagu. Ia mendapatkan luka itu ketika bus yang dikendarainya meledak dan kobaran api mengenai sisi kiri wajahnya. Sehari-hari, Rina menutupi luka itu dengan concealer dan foundation tebal sehingga luka itu dapat sedikit terutupi. Namun, karena ini adalah malam pertamanya bersama Yura, Rina pasti dituntut untuk menghapus make up tebal yang menutupi wajahnya.

Mas Ardi menangkap tubuh Rina yang hampir jatuh karena didorong Yura. “Berani-beraninya kamu berbuat kasar pada adikku!” bentak Mas Ardi.

Yura mengabaikan teriakan itu. Ia terus mencecar Ibu Mertua dengan pertanyaan sinis dan kasar, sekasar perlakuannya terhadap Rina. “Bu Sukma! Jawab pertanyaanku barusan!” hardiknya.

“Nak Yura, Rina mengalami kecelakaan hingga wajahnya seperti itu—”

“Kenapa kau menipuku! Ketika perjodohan, yang kau tunjukkan adalah foto Yuri. Kau bilang dia pembantu di rumahmu, dan kau sedang mencarikan jodoh untuknya. Karena foto itu aku mau menerima perjodohan ini, tapi ternyata yang jadi pengantinku adalah gadis buruk rupa!” balas Yura, memotong perkataan Ibu Mertua.

Seketika hatiku pun ikut panas mendengar kesaksian Yura. Bahkan, di saat Ibu Mertua menggunakan fotoku, ia memperkenalkanku sebagai pembantu pada keluarga Tuan Aruka! 

“Bersabarlah sebentar, Nak Yura. Rina sebenarnya cantik, lebih cantik daripada Yuri. Dengan uangmu, dia bisa melakukan operasi plastik untuk mengembalikan kecantikan wajahnya,” kata wanita bernama Sukma itu dengan lirikan mata liciknya.

“Aku tidak akan mengeluarkan uang untuk wanita yang tak kuinginkan! Pernikahan ini bukan keinginanku,” tegas Yura.

Semua yang ada di rumah ini tercengang melihat sikap Yura yang di luar kendali. Beruntung dia tak melihatku. Mungkin karena ia fokus meluapkan emosi, sehingga tak menyadari keberadaanku.

Yura terlihat sangat kesal, dia mendekati pintu rumah namun tiba-tiba berbalik lagi saat menyadari bahwa dia tak bisa kabur kemana-mana. Tak ada mobil di rumah ini. Tuan Aruka pasti tak memfasilitasi Yura dengan mobil, dan mobil yang tadi kukendarai bersama Mas Ardi sudah dikembalikan  ke tempat rental. Ya, tak ada yang punya mobil di keluarga ini.

Akhirnya, Yura kembali ke kamarnya di lantai dua. Ia menghentakkan kakinya dengan sangat keras ke lantai. Saat itu pula Rina melihatku dan langsung menjerit histeris.

“Aaaaaaaargh ….” 

Suara itu melengking hingga membuat semua orang menutup telinga. Mas Ardi langsung membawa Rina ke kamarku, diikuti oleh beberapa anggota keluarga yang lain. Mereka mencoba menenangkan Rina. Sementara Ibu Mertua menarik tanganku dengan kasar, dan membawaku ke kamar belakng yang sudah lma tak terpakai.

Lenganku terasa sakit akibat ditarik Ibu Mertua. Kira-kira, ada apa dia membawaku ke kamar ini? Apa dia mau mengurungku di sini?

“Diam di situ!” titahnya seraya menutup pintu. Ia menyuruhku berdiri di depan cermin yang terpasang pada lemari baju besar. 

Aku menunggu apa yang akan diperbuat Ibu Mertua padaku selanjutnya. Ia membuka lemari dan mengeluarkan banyak sekali baju kebaya butut. “Mulai sekarang kau harus pakai baju kebaya ini setiap hari!” titahnya lagi. 

“Apa maksudnya ini, Ma?” tanyaku, mencoba melawan. 

Aku bukanlah menantu yang patuh dan menurut begitu saja saat ditindas mertua. Meskipun dia adalah orangtua dari suamiku, aku tak segan menentang jika sikapnya sudah keterlaluan. 

“Lihatlah dirimu di cermin! Kecantikanmu itu bisa mempesona Yura, kau akan jadi masalah bagi hubungan Rina dan Yura,“ jawab Ibu Mertua sinis

“Aku cantik. Apakah itu salahku?”

“Ya. Kecantikanmu itu adalah kesialan bagi Rina. Dia sangat terganggu dengan wajahmu itu. Sudah, kamu nurut saja apa perintahku. Pakai kebaya-kebaya butut ini agar penampilanmu kayak Mbok-Mbok penjual jamu, dengan begitu Yura tidak akan mengenalimu dan tidak akan menyadari keberadaanmu di rumah ini. Mama tahu dia mantan pacarmu dan dia masih mencintaimu. Untuk itu, karena kalian sekarang tinggal di rumah ini, Mama akan membatasi ruang gerak kalian. Kamu dan Ardi dapat bagian lantai satu, sementara Rina dan Yura dapat bagian lantai dua. Sedangkan Mama boleh di mana saja. Dan kamu harus menyamar jadi pembantu dengan memakai kebaya-kebaya itu, Yuri!” titah Ibu Mertua dengan seenaknya. 

“Tidak mau!” tegasku. 

“Yuri, kamu jangan melawan, ya!”

“Percuma, Ma. Mau nyamar jadi apapun, mau pakai baju apapun, Yura akan tetap mengenaliku. Buktinya saja ketika di gedung resepsi tadi, dia langsung mengenaliku meskipun aku pakai baju kebaya butut ini!” balasku seraya mencuil ujung kebaya yang masih kukenakan.

Ibu Mertua mendengkus. Ia memaksaku untuk menerima semua baju kebaya butut yang baru saja dikeluarkannya dari lemari. “Mama gak mau tahu, pokoknya kamu harus berpenampilan seperti Mbok penjual jamu!  Agar Yura mengiramu pembantu di rumah ini! “

“Mama jangan keterlaluan dong, Ma. Aku ini menantu, bukan pembantu!” jawabku sambil menepis tumpukan baju yang diserahkan Ibu Mertua padaku. 

“Kenyataannya kamu memang suka kusuruh-suruh macam pembantu, kan? Haha…,” ucapnya diiringi tawa jahat. 

Kurang asem, memang. Dia belum tahu siapa aku. Aku berjanji akan membuat Ibu Mertuaku menyesal telah memperlakukanku sesuka hatinya. 

“Mama menyuruhku melakukan semua ini demi Rina, kan?” tanyaku. 

“Iya, Yuri. Kamu harus mau pakai kebaya butut itu,” jawab Ibu Mertua. 

“Aku mau, Ma. Asalkan setiap hari Mama pun mau pakai kebaya butut itu, sama sepertiku.”


Komentar

Login untuk melihat komentar!