SAAT REWANG DIRUMAH MERTUAKU (4)
Bayu POV
Malam semakin larut, aku sudah kewalahan sendiri mengikuti apa yang dikatakan mas Hendrik, sementara dirinya tanpa melakukan apa-apa. Aku sudah layaknya seperti pembantu dibuatnya tanpa berhenti.
Ingin rasanya aku membalas perlakuannya ini terhadap diriku, tapi, aku takut membuat keributan, Safira pasti nantinya akan marah kepadaku karena mengacaukan hari penting adiknya.
"Hahhhh ...."
Kalau ada waktu lainya aku pasti akan membalas perbuatan kalian ini.
"Duh rajin amat yang datangnya telat, udah malam begini masih aja sok caper," cicit seseorang yang berada dibelakangku, dan ternyata itu Mas Azmi dan istrinya.
"Iya nih, udah datang telat sok caper lagi," timpal kak Misnah.
"Biasa pasti nyarik pinjaman dulu sana sini baru bisa pulang, taulah sendiri namanya juga pengangguran," sambung Kak Rita juga ikut dengan mereka.
"Oh, pantas lah. Pulang paling akhir ketikan semuanya sudah siap dan cuma bawa apa tuh, tidak bisa juga disebut oleh-oleh atau buah tangan," sindir Kak Misnah.
Kedua tanganku mencengkram erat piring basah yang aku pegang ini, ya sadari tadi aku disuruh ngelapin piring basah yang baru tadi sore di cuci untuk acara besok.
Benar, aku dan Safira tadi pagi tidak sempat membelikan sesuatu karena takutnya datang kesiangan, akhirnya Safira memutuskan hanya membeli buah jeruk tiga kg saja.
"Dih, kalau aku jadi Safira tidak akan mau hidup dengannya, mending cari laki-laki lain saja, percuma memiliki wajah tampan kalau dompetnya kosong, emang makan bisa dengan tampang doang," celutus kak Rita lagi.
Rasanya emosiku hampir habis, kalau saja aku tidak mengingat mereka keluarga dari istriku pasti aku akan memberikan mereka perhitungan yang tidak akan pernah mereka bayangkan.
"Kok diam, tidak tau mau bicara apa ya, namanya juga pengangguran, udah deh mending kamu sadar diri aja, tinggalin adik kami biar dia bahagia dengan laki-laki pilihan Mama," tukas kak Misnah nyaris saja membuat kesabaranku habis.
"Maaf ya, kakak iparku. Tapi sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkan istriku," sahutku penuh penekanan.
"Hahahaha .... Tidak udah bermimpi ketinggian deh, takutnya jatuh malah sakit nantinya, asal kamu tau nya, Safira sudah kami sepakati untuk menjodohkan dia dengan laki-laki jauh lebih baik darimu, walaupun usianya sudah lanjut tapi dia jauh bisa membahagiakan Safira ketimbang dirimu," sungut kak Rita.
Brakkk ....
"Maksud kakak ipar apa?" Seketika aku memukul kasar meja piring yang ada dihadapanku.
"Wih, marah dia," ucap Mas Azmi.
"Biarkan saja dia marah, emang laki-laki seperti dia bisa apa? Hei asal kamu tau lagi ya, dunia ini semuanya bisa dibeli dengan uang. Jadi orang pengangguran sepertimu ada lebih baik diam," sahut kak Rita, yang ingin sekali aku melempar piring ini ke tubuhnya.
"Hei sudah-sudah, apa yang kalian lakukan, kenapa kalian mengucilkan adik ipar!" seru mas Hendri yang baru datang.
"Lebih baik kalian pergi, cari kerjaan sana. Jangan ganggu adik ipar," sambung Mas Hendri lagi, finalnya membuat mereka pergi.
"Maafkan mereka, tapi apa yang mereka katakan ada benarnya juga, kamu kan pengangguran, bagaimana bisa menafkahi Safira, hemmm bagaimana kalau kamu kerja di tempatku, ya menjadi supirku, itu tidaklah buruk bukan. Dengan begitu kamu bisa menafkahi istrimu--"
"Terimakasih, tapi saya tegaskan, saya bisa menafkahi istri saya sendiri," tukasku memotong pembicaraan Mas Hendri, jika aku berlangsung lama disini aku khawatirnya emosiku tidak tertahankan lagi.
"Dengan cara apa?" Tanyanya remeh.
"Dengan caraku sendiri!" Jawabku lalu berlalu pergi menuju kamar Safira.
***
"Mas kamu kenapa, wajah kamu keknya marah banget, kenapa?" tanya Safira beringsut dari atas ranjang saat melihat aku masuk dengan wajah merah padam.
Kuhela nafas panjang, apakah aku harus bercerita tentang kejadian tadi, tidak, itu terlihat lemah jika mengadu pada perempuan. Dan lagi pula aku khawatirnya Safira salah paham.
"Tidak apa-apa kok, Mas hanya capek aja," balasku.
"Bener?" Tanyanya lagi memastikan.
"Iya, ya udah Mas mandi dulu ya. Bau banget ini soalnya," kataku, mendapatkan anggukan dari Safira.
"Handuknya ada didalam Mas, sudah aku siapkan tadi," tutur Safira lagi.
"Iya,"
Aku benar-benar muak dengan keluarga ini. Ku pastikan mereka akan merasakan seperti apa yang aku rasakan.
Nekt .....
Jangan lupa sub nya ya kakak-kakak sekalian