“Insya Allah saya siap taaruf, Umi,” putus Salsa pada wanita yang menawarkan seorang lelaki.
Salsa memutuskan menerima tawaran istri ustaz Zainal untuk melakukan taaruf dengan pria yang diceritakan sekilas. Gadis itu tak pantang menyerah untuk melakukan upaya mencari pendamping hidup meski gagal berulang kali. Tertancap keyakinan bahwa apa yang terjadi itu adalah yang terbaik dari-Nya.
Menjelang hari taaruf, Salsa tak henti memanjatkan doa agar dikarunia petunjuk pada Yang Maha Pemberi Pertunjuk. Dia menyadari bahwa tak semua yang dipikir manusia itu baik, baik juga di sisi Allah. Untuk itulah harus selalu menyertakan bimbingan-Nya dalam segala urusan.
Kali ini, Salsa menyembunyikan proses taarufnya dan meminta untuk dilakukan di rumah ustaz Zainal saja. Dia tak ingin orang tuanya dilambung angan seperti kasus-kasus sebelumnya.
Hari itu pun tiba. Degup jantung Salsa mulai tak karuan kala kaki menjejak rumah ustaz Zaenal. Perlahan, menyusuri bebatuan kecil yang terhampar dari gerbang hingga teras. Aroma mawar dapat tercium tajam di sepanjang langkahnya.
Keringat dingin mulai mengaliri tiap inci telapak tangan sesampainya di ruang tamu. Di tempat ini, dia dan Latif akan melakukan taaruf setelah sebelumnya bertukar biodata.
Hanya perlu menunggu sepuluh menit, acara yang membuat jantungnya berdetak dua kali lipat itu pun tiba. Meski ini bukan taaruf pertamanya dengan seorang pria, kegugupan tetap saja tak mampu ditepiskan. Terlebih, calonnya kali ini adalah seseorang yang pernah mengisi ruang hati di masa lalu.
Debar di dada kian mengencang tatkala bertemu pandang dengan sosok karismatik yang wajahnya seindah rembulan. Satu dua pertanyaan saling terlemparkan sampai terjadi kepuasan akan jawaban.
“Alhamdulillah. Semoga taaruf kali ini menjadi wasilah untuk Ukhti Salsa dan Akhi Latif saling mengenal lebih jauh. Sehingga antuma dapat memberi keputusan yang tepat untuk lanjut atau tidak,” terang ustaz Zaenal.
Pria berkoko putih itu menutup acara taaruf dengan sedikit untaian kata yang menyejukkan jiwa. Beliau pun menyampaikan bahwa apa pun keputusan ke depan, itulah yang terbaik dari Allah. Mereka sepakat untuk saling mematangkan keputusan.
Lepas ta’aruf, Latif langsung berpamitan pada semua yang hadir. Pria itu buru-buru karena harus mengisi kajian tafsir di masjid Al Munawar.
Sebagai pengisi kajian tetap di masjid itu, Latif senantiasa ditunggu-tunggu jamaah yang menyukai caranya menyampaikan materi. Sistematis dan mudah difahami.
Lepas kajian tanpa sengaja matanya menangkap sosok gadis mungil berhijab ungu. Tertuntun penasaran, pria itu mencari tahu melalui jalur istri temannya.
“Namanya Syamila, baru diwisuda,” jawab teman Latif. Ia diberitahu lewat panggilan ponsel.
Latif mendapat info akurat tentang gadis itu dalam waktu cepat. Tanpa ragu, dia meminta dipertemukan dengan wanita yang telah membuatnya terpesona pada pandangan pertama.
Keesokan harinya, Latif dan Syamila dipertemukan. Perbincangan mengalir lebih ringan dibanding saat bersama Salsa. Tampak nyata ketertarikan keduanya satu sama lain. Di akhir obrolan, gadis berhidung bangir itu meminta waktu tiga hari untuk mengambil keputusan.
*
Tiga hari dari taaruf, Salsa telah siap dengan keputusan ke depan. Dia akan menerima pinangan pria bermanik kelam itu.
Dengan rasa bercampur aduk, mulailah Salsa berbalas pesan dengan pria di seberang sana. Dalam sepersekian detik, detak jantungnya terhenti saat membaca satu kalimat yang dikirimkan Latif.
(Mohon maaf atas kelancangan saya memulai taaruf. Namun, tak bisa melanjutkannya ke jenjang yang lebih jauh)
Satu bulir bening luruh demi membaca pesan itu. Keputusan tak bersedianya pria itu menjadi pendamping hidup menambah daftar catatan kegagalan dalam menemukan jodoh kesekian kalinya. Namun, yang ini lebih mengiris hati ternyata.
Latif adalah pria yang pernah memekarkan bunga cinta di ruang hatinya saat kuliah dulu. Mereka sama-sama aktivis dakwah kampus. Kesibukan menimba ilmu tidak menyurutkan langkah untuk terus berjuang menyentuh ruang kesadaran mahasiswa akan tanggung jawab pada kebangkitan Islam.
Dalam diam Salsa mencintainya. Entah kapan rasa itu muncul, semakin lama kian bersemi. Namun, ternyata bertepuk sebelah tangan. Sampai lulus tak ada tanda-tanda Latif menyukainya. Bagi pemuda itu, dia adalah partner dakwah bukan teman hidup.
Setelah lulus gadis itu tak pernah bertemu lagi dengannya. Rasa itu pun sudah terkubur jauh di palung hati. Sampai tiga hari yang lalu mereka dipertemukan kembali oleh Allah di rumah ustaz Zaenal untuk melakukan taaruf. Pertemuan itu sempat kembali menggali asa yang telah terkubur lama. Namun, harapan itu harus rela kembali terempas saat Latif memutuskan tak bersedia bersanding dengannya.
*
Judul novel cetaknya BELAHAN JIWA SALSABILA ready stok/ 081261934594