Salsa keluar dari kamar menuju taman samping untuk menenangkan diri. Namun, diurungkan niat saat melihat Syamila tengah menelepon dengan wajah semringah. Gadis itu kembali memutar badan menuju kamar.
Gadis itu merebahkan diri di atas ranjang dengan sprei bermotif batik. Ditatap nanar langit-langit kamar. Denyut-denyut kepedihan kembali terasa, bulir-bulir bening meluruh juga.
Seperti biasa selepas salat malam Salsa melanjutkan dengan zikir panjang serta tilawah Quran. Di atas sajadah diadukan semua suka duka hidup. Lega rasa jika sudah menangis meratap meminta belas kasih-Nya. Kesedihan atas penolakan Latif perlahan mulai memudar. Hal itu berlanjut hingga subuh, pukul setengah enam barulah beranjak dari indahnya bersimpuh pada Pemilik Jagat Raya.
Baru saja melepas mukena, sebuah ketukan terdengar. Disusul permintaan izin Syamila untuk masuk kamar. Gadis itu bergegas membuka pintu. Tanpa lama adik bungsunya melangkah dan duduk di tepi ranjang yang bantal dan spreinya masih dalam posisi tak beraturan.
"Maaf, ya, ganggu zikirnya," ucap Syamila.
"Udah beres kok, Syantik!" sahut Salsa. Gadis itu duduk di samping adiknya. Ia mencolek pipi putih kemeraham itu sekilas.
"Kayaknya, ada hot news nih, Putri Jelita di pagi buta menyambangi Kakak!" tebak Salsa pada adik yang memang akan menceritakan sesuatu.
"Tau aja, ih, Kakakku yang baik ini!" terang Syamila dengan gaya manjanya, lalu keduanya tertawa kecil.
Setelah tawa reda, Mila mulai bersiap bicara. Hanya saja keraguan meliput hatinya kini. Namun, tak mungkin juga kalau tak bicara.
"Begini, Kak, hmmm …."
“Apa?” tanya Salsa yang mulai penasaran dengan lanjutan kalimatnya.
“Mmmm, besok ada ikhwan yang mau mengkhitbahku," tutur Syamila tanpa mengarahkan netra pada kakaknya. Ia amat cemas Salsa sedih akan berita ini.
Hampir saja bantal yang sedang dipegang Salsa terlepas. Namun, cepat gadis itu menguasai diri. Apalagi melihat kondisi adiknya yang terlihat menanggung beban. Mungkin tak pernah nak harus melangkah kakaknya ke pelaminan.
"Cieee, Nona Manja mau jadi Ratu, nih!" canda Salsa untuk menenangkan Syamila. Ia lantas memeluk adik kesayangannya erat.
"Maafin, Mila ...." ucap Syamila dengan suara bergetar. Gadis itu tak kuasa menahan air mata. Ada rasa bersalah yang mengimpit batinnya. Bagaimana mungkin melepas masa lajang sementara sang kakak belum jua mereguk indahnya pernikahan.
Meski di tepian hati Salsa pun ada yang berdenyut, tetapi rasa tak boleh menjadi standar keputusan. Dia melepas pelukan dan menghadapkan wajah adiknya perlahan.
"Mila, jodoh itu hak Allah. Kita tak kuasa mendatangkan jika belum waktunya, dan tak kuasa menolak kalau sudah saatnya."
Mereka kembali berangkulan, menangis dalam makna berbeda. Salsa baru menyadari keceriaan Syamila semalam karena hal ini ternyata.
***
Sedari pagi keluarga Salsa berjibaku membersihkan rumah dan menyiapkan jamuan untuk menyambut calon suami Syamila. Mereka berencana akan mengkhitbah sekaligus menetapkan tanggal pernikahan.
Salsa menegarkan jiwa, berusaha bersikap biasa. Dia tak ingin terbersit sedikit pun pada benak keluarga bahwa dirinya sedih dan tak ikhlas dilangkahi keempat kalinya menuju pelaminan.
Gadis cantik itu memiliki empat adik, Arkan, Arfan, Syakila dan Syamila. Ketiganya sudah menikah dan dikaruniai putra putri yang lucu. Saat akan melangsungkan walimah tentu mereka datang minta keikhlasan dirinya. Bahkan Arfan memaksa memberi kalung emas sebagai hadiah diizinkan mendahului ke pelaminan. Tentu saja ditolak mentah-mentah. Namun, karena pemuda itu terus memaksa, dia mengalah dan menerima perhiasan itu dengan akad bukan barang pelangkah, tetapi tanda cinta sebagai saudara.
Setelah lama menanti, keluarga calon besan datang. Mereka terlambat dari jadwal yang sudah ditentukan karena terjebak kemacetan parah.
Umi menugaskan Bi Siti dan Mang Udin mengatur hidangan untuk jamuan lamaran hari ini. Sedangkan Salsa hanya membantu memasak saja.
Setelah selesai urusan dapur, gadis itu duduk sendiri di teras belakang dekat kolam ikan buatan Abi. Karena rumah tak terlalu besar, obrolan di ruang tamu sayup-sayup terdengar.
"Wah, kami bersyukur sekali ternyata Nak Latif Karim yang datang melamar!"
Jantung Salsa berdetak kencang saat nama itu terucap.
Ah!
Ditepis prasangka bahwa orang itu adalah pemuda sama yang menolaknya. Namun, rasa penasaran makin membuncah ketika terdengar bahwa calon suami Syamila adalah aktivis dakwah yang hebat. Dia bergegas ke ruang tengah untuk mengintip. Gadis itu menyibak sedikit tirai dan matanya langsung membulat memastikan yang terlihat tak salah.
Lututnya kehilangan daya topang saat menyaksikan siapa calon suami Syama. Pria berperawakan tegap yang tengah duduk berhadap-hadapan dengan Syamila adalah Muhammad Latif Karim, lelaki yang baru saja menolaknya.
Tanpa pikir panjang, Salsa bergegas masuk kamar. Ia tak sanggup lagi menyaksikan paa yang tak pernah terlintas di ruang pikiran.
Di kamar gadis itu meluruskan tubuhnya ke lantai. Punggung menempel di daun pintu, sedang kaki diselonjorkan.
"Muhammad Latif Karim," desisnya. Dialah calon adik ipar itu. Pria yang semalam ditangisi. Tubuh Salsa luruh bersama tetes demi tetes bulir bening yang tak henti mengalir.
‘Sakit, ya, Rabb! Aku rela tak berjodoh dengannya! Aku rela Syamila lebih dulu mereguk indahnya pernikahan! Tapi, mengapa harus dengan Latif, pria yang pernah kupuja bertahun lamamya?’
*
Judul novel cetaknya BELAHAN JIWA SALSABILA ready stok/
081261934594
*