Hangzhou Bercanda Indonesia Gempa

Laga terakhir dalam fase grup ini menjadi penentu langkah Timnas Indonesia selanjutnya. Jika kalah maka berhentilah langkah mereka, jika menang dan Korea Selatan bermain Imbang dengan Iran, maka yang berhak melaju ke babak berikutnya adalah Korea Selatan dan Indonesia. Sebab poin antara Iran dan Indonesia saat ini sama, dua kali bermain imbang dan satu kali menang. Entah Myanmar yang begitu kuat atau memang Iran yang mulai menurun kehebatannya, laga sebelumnya kedua tim bermain imbang. Ini merupakan peringatan bagi pemain Indonesia bahwa Myanmar saat ini telah berkembang, tak seperti dulu yang bisa saja menjadi bulan-bulanan Timnas Indonesia. 

Aku menuju ke hotel para pemain, empat jam sebelum pertandingan dimulai. Dua jam sebelum pertandingan para pemain harus sudah berada di stadion untuk bersiap-siap, entah berganti pakaian, warming up, ataupun penyiapan taktik untuk yang terakhir sebelum laga dimulai. Satu jam sebelum berangkat, para pemain dikumpulkan untuk menambah kemistri, biasanya aku harus meliput untuk kepentingan instagram. Maklum, hanya aku satu-satunya media yang didaftarkan, tidak ada media officer  yang selalu mengikuti, kali ini semua pertanyaan awak media bisa dijawab oleh manejer, seolah merangkap jabatan, tetapi begitulah adanya karena kendala biaya. 

"Mbak." Bagas Kaffa menoel lenganku lalu menunjuk ke arah samping kananku dengan gerak matanya. 

"Apa?" tanyaku tidak mengerti, tetapi aku juga menoleh untuk melihat apa yang dimaksud Bagas. Ternyata ada Rian dan Kevin Sanjaya yang sedang mengobrol di dekat kursi resepsionis. "Kenapa? Pengen foto juga sama kaya Bagus? Aku nggak bisa bantu, Dik. Nggak kenal, yang kenal kan Om-ku."

Bagas menatapku aneh. "Tadi yang satunya Kevin Sanjaya itu ngelihatin Mbak Dira terus."

"Mungkin mau nagih ganti rugi."

"Oh iya, itu yang namanya Rian Ardianto ya?" 

Aku mengangguk. "Kirain karena suka."

"Ha-ha. Nggak lah, Dik. Pada merem apa ya? Kemarin Nando bilang Fajar Alfian suka sama aku, sekarang kamu mikir Rian pun begitu. Mata mereka nggak ada yang lagi katarak insyaaAllah."

"Mbak tuh insecure gitu ya? Selalu menganggap rendah dirinya sendiri, nggak percaya diri gitu. Mbak tuh pinter, cantik, manis, pekerja keras, apa salahnya kalau mereka jatuh cinta sama Mbak Dira?"

Menarik napas. "Atlet kelas dunia juga lihat-lihat kali kalau mau pilih cewek, Dik."

"Loh, Mbak Dira bisa masuk dalam daftar pilihan  dan pertimbangannya."

Aku membiarkannya berpikir semua hal, dia belum mengerti bahwa cinta memang bisa menemukan jalannya dan tidak bisa dipaksa, tetapi selalu ada kriteria yang mengikutinya. Dia tidak akan paham bahwa cinta dan gengsi juga terkadang tidak dapat lepas dari setiap insan manusia. Terlebih bagi mereka-mereka yang telah memiliki nama besar. Mungkin tidak semua, tetapi sebagian besar orang ternama memasukan gengsi dalam mempertimbangkan cinta.

"Ndo, live bareng sebelum berangkat," ajak Bagas pada Nando yang sedari tadi mengutak-atik instagramnya. Sempat juga membuat instastory wajah lelahku menahan kantuk.

"Ayo."

Terserah mereka mau berbuat apa, mereka masih menunggu jajaran pelatih dan ofisial turun untuk mendampingi mereka. Biasanya masih ada yang dikoordinasikan dulu oleh pelatih dan ofisial.

"Lagi, lagi apa kita, Gas? Ini lagi dengerin Mbak Dira galau, semalem digangguin atlet bulu tangkis, yang namanya Fajar Alfian," kata Nando membuatku menendang kakinya dengan kaki kiriku, tak keras. 

"Ha-ha. Iya, tadi juga dilihatin terus sama Kevin Sanjaya dan Rian Ardianto," sahut Bagas menggerakkan ponselnya ke arahku. 

"Yhhhaaak!" Mencubit keras lengannya. "Berapa yang lihat?"

"Tiga ribuan," jawabnya sembari mengaduh. 

"Gila kalian ya!" 

Sejak instagramku selalu ramai dengan hujatan, aku memang menjadi seorang penakut  jika disangkutpautkan dengan atlet. Apalagi atlet ternama. Aku tidak sekuat atau setangguh para atlet-atlet ini ketika mereka dihujat habis-habisan. Terkadang aku menangis karena disebut "l*nte" meski oleh anak SMA yang mengira aku sengaja dekat-dekat dengan Brylian. Itu Dua bulan yang lalu, ketika di Bali. Brylian membuat instastory sedang jalan-jalan denganku, berdua saja dan dia sangat menikmatinya. Padahal bagiku, Brylian adalah adik, begitupun sebaliknya. Yang lain mungkin juga menganggap begitu. 

Aku tahu, aku paham, mungkin mereka hanya iri karena tidak bisa dekat dengan idolanya, tetapi aku sungguh tidak ada maksud apapun. Yang mendekatkanku dengan para pemain adalah pekerjaanku. Jika mereka ingin, seharusnya mereka  berusaha untuk mendapatkan pekerjaan sepertiku, tidak perlu menghujatku dengan kata-kata yang menyakitkan. Meski aku paham, aku bisa membalas hujatan mereka dengan kalimat di atas, tapi aku tidak bisa melakukannya, lebih memilih untuk menangis. 

"Buset rame komentarnya nggak bisa balas," kata Nando berbicara dengan gawai pintarnya. "Anu, minta penjelasan sama Mbak Dira deh. Tahu instagramnya kan? Pokoknya yang diikuti sama Fajar Alfian."

"Nando!" Saking gemasnya aku mencubit tangan Nando sampai berbekas kuku.

"Aduh-aduh!" 

"Weisssss, Jom. Ngelihatin siapa lo, Jom? Oh, ngelihatin calon pacar lo!" pekik Fajar dan itu keras sekali, bahkan beberapa atlet sepak boladari UEA menatapnya aneh. Kupikir dia memang kehilangan urat malunya. Si Kompor Meleduk yang tidak bisa diam. 

Rian Ardianto langsung menarik Fajar pergi ketika aku menoleh. Sementara Kevin hanya tertawa di belakang mereka. 

"Jangan disimpan live-nya,"kataku mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak menyenangkan. Mengingat, tidak semua anak BL anti pada sepak bola, tidak semua anak TL pun anti pada bulu tangkis. Terlebih, sekarang muncul banyak akun yang sering kali mengunggah potongan video dan membuatnya menjadi pembicaraan hangat. Sungguh sejak dihujat aku tidak suka terlalu sering muncul di akun-akun instagram para atlet. 

"Bercanda ya tadi, Guys. Ha-ha. Karena Mbak Dira punya Om yang kerja di PBSI aja, makanya Mbak Dira kenal sama Fajar Alfian. Toh Mbak Dira sudah punya pacar, atlet voli. Kok pada sadis sih komentarnya." Nando berusaha menjelaskan, tapi entah berguna atau tidak penjelasannya itu, karena ucapannya di awal dan akhir tidak sama. 

"Iya, Guys. Tadi Kevin Sanjaya sama Rian Ardianto juga lihatnya cuma karena pernah ketemu aja di pelatnas PBSI. Jangan kotor-kotor dong mulutnya @xxzy04 kalau berani pakai akun pribadi dong, jangan akun fake." Bagas juga melakukan hal yang sama. Dan padahal aku tidak pernah bertemu Kevin dan Rian jika main ke Pelatnas Cipayung. "Toh kenapa sih kalau Kevin ngelihatin Mbak Dira? Kan dia punya mata sih. Aku bercanda juga, serius amat kalian."

"Aku isi botol minum dulu," pamitku menuju ke tempat pengisian air minum. 

Di tempat pengisian air minum, aku mendengar Fajar, Kevin, dan Rian sedikit gaduh. Lebih tepatnya satu orang marah-marah dan dua orang lain malah cekikikan tidak jelas. Aku meninggalkan mereka tanpa pernah tahu apa yang mereka bicarakan, sebab memang tidak begitu jelas. 

Berangkat ke stadion dengan menerima banyaknya DM. Instagram langsung aku matikan komentarnya, aku privat, bahkan tak bisa sembarang orang mengirim DM padaku, sekedar tag video atau foto pun tidak. 

Sekarang aku fokus pada liputan dan jalannya pertandingan yang begitu menegangkan. Melawan 3 lawan sebelumnya lini belakang tampil apik tanpa kebobolan, tapi kali ini harus kebobolan karena kesalahan lini tengah ketika passing bola ke belakang. Gawang Ernando harus jebol terlebih dahulu sebelum akhirnya di babak kedua bermain membabi buta hingga hasil akhirnya 4:1 untuk keunggulan Timnas Indonesia. Tinggal menunggu hasil Korea Selatan dan Iran nanti malam.

Kami dalam perjalanan pulang ketika DM-ku masih saja banyak yang masuk, dari mereka yang sebelum kasus ini sudah terlalu sering mengirim DM padaku.

"Rame ya, Mbak?" tanya Nando dengan raut wajah bersalahnya mendekatiku. 

Aku tak menjawab, hanya menghela napas pendek saja.

"Spekulasinya banyak banget nih, Mbak Dira," sahut Brylian yang duduk di sebelahku. Anak ini jika sedang manja atau rindu rumah memang sering kali tidak mau jauh-jauh dariku. Sekedar curhat atau untuk mengingat Mamanya. "Ya namanya kenalan saling follow juga wajar, saling ganggu juga wajar, kenapa sih, heran?" Brylian bukan berpendapat, melainkan membaca komentar pada sebuah postingan.

Aku menatap Nando yang masih berjongkok di antara dua kursi, dengan wajah memelasnya merasa bersalah. 

"Tapi bukannya tadi terdengar suara Aa Jay bilang Mas Jom lagi ngelihatin calon pacar? Terus kamera agak goyang ke arah Mas Jom, Aa Jay, sama Mpin. Yang di live-nya Bagas." Kembali membaca komentar. "Siapa tahu yang dilihatin bukan Mbak Dira-nya." Pada komentar lainnya.

Memejamkan mata sejenak.

"Anak BL pasti lihat kan semalem Aa Lee bikin IGS, yang katanya calon pacarnya Mas Jom, bukannya itu Mbak Dira ya? Bajunya sama kok sama yang dipakai Mbak Dira di IGS-nya Nando juga pas wawancara kayanya, masih ada semua IGS-nya sok aja dilihat, kira-kira spekulasinya anak BL gimana. Btw, buat yang nanya Mbak Dira siapa, kalau PBSI punya Mbak Wid, PSSI punya Mbak Dira. Nggak mungkin juga lah anak BL nggak tahu Mbak Dira kalau emang mengikuti Mbak Wid, sering kok jalan bareng. Apalagi Mbak Dira juga pernah bantuin Mbak Wid menangkap momen-momen penonton absurd di Istora pakai kameranya sendiri pas lagi nge-Istora. Mbak Dira anak BL juga."

"Aku hapus IGS-ku deh, Mbak," kata Nando mengutak-atik Instagramnya.

"Percuma sudah di-capture," sahut Brylian menunjukkan sebuah unggahan di Instagram.

"Daripada makin banyak yang capture."

"Ya sudah, biarin aja lah." Aku pasrah, tapi media sosialku aku kunci.

"Dengerin dulu tapi, Mbak." Brylian menyela. "Bukannya Mbak Dira punya pacar ya, atlet voli, tadi Nando bilang gitu. Nggak mungkin dong kalau Mbak Dira calon pacarnya Mas Jom. Tapi bisa saja sih, namanya pacaran ya masih leluasa untuk ditikung. Gue sih harus lihat gimana dulu pacarya Mbak Dira, soalnya di Instagramnya nggak ada sama sekali foto pacarnya. Kalau udah tahu pacarnya kaya apa, baru gue putusin, mending Mas Jom atau mending pacarnya Mbak Dira."

"Padahal cuma bercanda, kenapa jadi pada gempa gini sih? Terguncang-guncang," gumam Nando.

Menurutnya mungkin bercanda, tetapi anak-anak TL dan BL bukanlah manusia biasa yang stalking mantan pun tidak begitu jeli. Aib dan jejak digital dari zaman kapanpun bisa mereka temukan dalam waktu yang tidak begitu lama. Tanpa mereka sadari, fans mereka ada bakat menjadi intelejen negara.

"Kayanya pacar Mbak Dira itu atlet voli di Surabaya Bhayangkara Samator deh. Aku suka banget sama SBS soalnya, Rivan pernah bilang Dira dicari pemain SBS gitu, waktu Mbak Dira nonton live-nya Rivan. Rivan sama Mbak Dira kan saling follow juga. Menurutku sih, nggak tahu benar atau tidaknya." Brylian menoleh padaku. "Kok bisa tahu sih, Mbak?"

Apa aku bilang?

"Siapa nama atlet-nya? Aku juga suka voli soalnya, atlet timnas bukan?" Brylian kembali melanjutkan isi komentar. "Bukan, dulu tahun 2019 sempat dipanggil untuk seleksi tapi kayanya cuma ikut satu laga uji coba, nggak berani ngomong lebih jauh gue. Takutnya dugaan gue salah. Nggak cuma dia sama Rivan aja soalnya yang saling follow sama Mbak Dira. Polisi juga pokoknya."

Bahkan apa yang orang itu bicarakan di kolom komentar tepat sekali. Bukankah luar biasa? Hal kecil akan selalu diperbesar ketika sudah masuk dalam wilayah negara 62.

•••
Bersambung...
Follow IG/TWITTER
@artileryca



Komentar

Login untuk melihat komentar!