Permainan terhenti saat Nandini menanyakan siapa Saras.
"Siapa Saras Mas,?"Tanyanya ulang.
Ia bangkit untuk duduk dan menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
Sedang Ridho, ia tergesa gesa memakai celananya kembali.
Nandini masih memperhatikan tingkah Ridho yang seolah tak terganggu dengan pertanyaan darinya. Atau Ridho berusaha menutupi kegugupannya?
"Mas?" Nandini merasa gemas karna suaminya mengabaikan keingintahuannya.
Ridho menoleh setelah memakai baju lengkap. Ia mendekati Nandini dan memegang kedua bahunya.
"Sayang, Aku harus pergi dulu. Nanti aku kembali." Tatap Ridho memohon.
Nandini menggeleng.
"Katakan, siapa dulu Saras?"
"Nanti aku ceritakan, tapi aku harus segera pergi, ya?" Ridho mencium kening dan bibir istrinya. Ia tak menunggu jawaban Nandini. Kakinya terus melangkah ke luar meninggalkan istri yang mendamba kehadirannya.
"Mass..." jeritnya tertahan. Ia meremas selimut yang ia pakai.
Pintu tertutup seiring jatuhnya cairan bening milik Nandini.
Seketika ia tersadar. Ini bukan waktunya untuk menangis. Nandini mengusap wajahnya. Ia lalu sigap memakai bajunya juga. Ia bertekad untuk mengikuti Ridho. Dia harus tahu kemana suaminya itu pergi. Dan mengungkap tentang wanita bernama Saras?
Saat memakai hijabnya, karna terlalu terburu buru, tangannya tertusuk jarum pentul sangat dalam. Setitik darah keluar darinya. Nandini memandangi darah itu seksama. Lalu ia hisap darahnya sendiri. Sakitnya hilang.
"Sakit tertusuk jarum bisa aku atasi, tapi sakit jika dikhianati aku tak bisa menjamin aku bisa bertahan." gumamnya.
Setelah dirasa rapih. Ia merapikan juga bawaannya tadi. Sebuah koper yang berisi bajunya. Saat akan menutupnya, ia melihat sebuah gaun merah yang sudah ia persiapkan sejak dari rumah.
Nandini tersenyum kecut menyadari kenyataan rencana bulan madunya gagal.
Nandini bergegas keluar dari hotel, saat diparkiran, mobil suaminya sudah tak ada.
Ia melongok kanan dan kiri, entah mencari apa. Sinar matahari yang mulai naik membuat kepalanya sedikit pusing. Nandini melangkah mencari tempat untuk berteduh.
Ia menyimpan tasnya di atas meja. Dan dikeluarkannya ponsel untuk memesan sebuah grabcar.
Setelah memesan sebuah mobil, ia membuka sebuah aplikasi yang dapat melacak keberadaan suaminya.
Ia ingat dulu pernah mengotak atik ponsel suaminya agar tersambung dengan gawainya.
Dilayar terlihat, Ridho menuju arah utara.
"Kemana Mas Ridho pergi,?" gumamnya.
Ia terus memperhatikan pergerakan mobil suaminya. Sampai sebuah pesan mengatakan kalau pesanan mobilnya sudah sampai dihalaman hotel.
Nandini mematikan ponselnya.
Ia memindai sekitar dan melihat sebuah mobil hitam terparkir. Ia ambil lagi ponselnya dan mencocokannya dengan yang ada di aplikasi. Cocok.
Sang driver membuka sebelah kacanya.
"Dengan Bu Nandini?" Tanya Driver bermasker.
"Iya pak,"
"Silahkan masuk,"
Nandini masuk ke dalam mobil.
"Mau kemana Bu?"
Nandini terdiam sebentar. Ia juga bungung harus kemana.
"Jalan aja dulu pak, nanti dijalan Ikuti arahan saya ya,"
Driver itu mengangguk dan mulai menjalankan kendaraannya.
Nandini memeriksa kembali ponselnya.
Terlihat posisi mobil Ridho sudah berhenti disebuha Rumah sakit.
"Pak, Rumah sakit Husada ya,"
"Baik Bu,"
Nandini menyenderkan badannya ke belakang kursi. Ia memejamkan mata. Memikirkan apa yang sedang terjadi pada suaminya.
***
Ridho mengemudikan kendaraanya dengan tinggi. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Adrian.
Dia mengusap wajahnya kasar karna telah meninggalkan istrinya begitu saja.
Pikirannya kalut. Ia tak tahu mana yang harus didahulukan. Ia bingung dengan apa yang sedang dijalaninya.
Apakah kini ia sedang berkhianat pada Nandini?
Ini diluar kuasanya. Rasa pada Saras masih menancap kuat dalam lubuk hatinya.
Susah untuknya mengabaikan wanita malang itu.
Apalagi kemalangan yang Saras terima ada andilnya.
"Hahh..."
Ridho meremas setir dan membuang napas kasar.
Setelah ugal ugalan dijalan demi cepat sampai di Rumah sakit, ia lalu berlari menuju ruangan Adrian dirawat.
"Saras..." Panggilnya dengan napas tersendat karna kelelahan.
Saras yang sedang memberikan uap pada Adrian menoleh. Ia tersenyum melihat Ridho datang.
"Mas,"desisnya.
Ridho menghampiri mereka. Saras memangku kepala Adrian diatas pahanya. Dan memegang selang oksigen yang sedang mengalirkan uap pada mulutnya.
"Sudah berapa lama?" Tanya Ridho.
"Sejam yang lalu Mas, Aku takut terjadi apa apa pada anakku."
"Jangan menangis, Adrian akan sembuh. Kamu tenang ya." Ridho mengusap bahu Saras. Saras menatap sendu wajah Ridho. Lalu, ia terperanjat saat melihat ada noda lipstick dileher Ridho. Itu seperti bekas ciuman.
Saras menundukkan wajahnya. Hatinya tiba tiba panas, membayangkan kalau Ridho tadi bersama dengan Nandini sedang menikmati masa bulan madu mereka.
Kemudian ia tersenyum, karna senang Ridho memilih menemaninya disini.
"Aku capek Mas," Keluh Saras.
"Sini biar Mas yang gantiin,"
Ridho gantian memangku Adrian. Ia membelai rambut anak lima tahun itu dengan penuh kasih sayang. Layaknya seorang Ayah pada putranya.
Saras terharu melihat kasih sayang Ridho pada anaknya.
"Mas, kamu sayang sama Adrian?"
Saras mencoba memancing Ridho dengan pertanyaan.
Ridho mendongak. "Kalau tidak sayang untuk apa Mas menjaga kalian,"
"Kalau begitu jadikan Adrian sebagai putra Mas,"
"Maksudnya?"
"Jadi Ayahnya yang sah dimata hukum, apa Mas benar-benar tidak mengerti?"
Ridho terdiam mencerna ucapan Saras.
"Nikahi aku Mas, bukankah kita masih saling mencintai?" Saras tak tahan lagi. Ia nekat mengatakan keinginnanya sekarang karna Ridho tak kunjung mengerti.
Ridho berdehem mendapat pertanyaan dari wanita didepannya.
"Mas, jawab aku?" desak Saras.
"Nandini tidak akan setuju," cicit Ridho.
"Seorang suami tak perlu izin dari istri untuk menikah lagi Mas, poligami itu halal,"
"Iya tapi... mas Tidak mau menyakiti Nandini,"
"Mas, gak kasihan sama Aku? Mas gak cinta aku lagi?"
"Jujur, Mas memang masih mencintaimu, tapi untuk menikah lagi...Mas takut tak bisa adil pada kalian berdua,"
"Aku hanya ingin dihalalkan Mas. Bukankah dengan selalu bertemu seperti ini, itu adalah sebuah dosa?"
Saras tak hentinya melancarkan alasan yang bisa membuat Ridho yakin untuk segera menikahinya.
"Mas akan pikirkan, Mas juga harus membicarakn ini dengan Nandini," jawab Ridho pada akhirnya.
"Apa itu artinya Mas akan menikahiku?"
Ridho hanya tersenyum lalu mengangguk.
Saras bahagia. Ia mendekati Ridho dan memeluknya.
Ridho gelagapan mendapat pelukan dari Saras.
"Mas Ridho?"
Ridho terkejut bukan main mendengar suara yang sangat familiar di telinganya.
Saras pun ikut terkejut, ia melepaskan dekapannya. Dan mereka berdua melihat ke arah suara.
Disana berdiri seorang wanita berhijab sedang menatap nanar. Ada luka yang terpancar dari tatapannya.
"Nandini!"