Malam Perburuan (1)

Senja berwarna jingga mewarnai langit kota, dari balik jendela di lantai tertinggi gedung perusahaan milik Randu seorang pria tengah berdiri menyaksikan pemandangan kendaraan yang terjebak macet. Wajah tampan agak pucat itu terlihat lelah tangannya bergerak pelan melonggarkan dasi yang setia menemani penampilannya sepanjang hari itu.

 

Ia menyugar rambutnya dari helaan nafasnya terbaca rasa tidak nyaman sedang menyelimuti pemilik nama Randu itu. Ia kembali memandang langit jarinya mengetuk-ngetuk jendela seakan sedang berhitung.

'Malam ini … aku harus berburu lagi. Malam purnama yang selalu membuatku merasa sangat haus dan lapar. Tapi apa ini ? Mengapa ada setitik rasa tidak berselera?' Randu lagi-lagi menghela nafas. Ia menarik senyum kaku yang terpaksa. Sudah sekian tahun ia melewati malam purnama dengan darah-darah manusia yang tidak bersalah.

Lagi pula ia memilih mangsa yang memang sedang sakit, penjahat atau manusia tidak berguna. Namun ia selalu merasa girang jika ia mendapatkan sosok jiwa tanpa dosa, bayi mungil yang terasa sangat manis dan gurih. Tentu saja sosok manusia Randu tak merasakan hal itu namun jiwa parakangnya lah yang menikmati suguhan-suguhan nyawa di tiap malam purnama tiba. Jika beruntung ia akan mendapatkan sosok wanita hamil yang rasanya dua kali lipat lebih lezat dari mangsa bayi kecil.

 

Mata Randu mulai memerah dan menggeram kecil. Jarinya terkepal adrenalin mulai merayap naik membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tak sabar menunggu langit gelap dan membuatnya menikmati perburuan malam purnama.

Ayudya masih berkutat dengan gelas-gelas kotor karyawan, tangannya lincah mencuci gelas bekas kopi dan teh. Ia menunggu jam kerjanya berakhir sedikit lagi. Pekerjaan barunya begitu ia nikmati namun ia hanya sedikit risih dengan beberapa karyawan laki-laki muda yang berusaha menarik perhatiannya. Ada yang mengajak kenalan, meminta nomer ponselnya dan ada yang mengajaknya makan-makan.

 

Ayudya ingat pesan kakak sepupunya yang meminta Ayudya menjauh dari masalah. Ayudya memang memiliki paras yang cantik meski berbalut seragam office girl namun pesona gadis itu tidak bisa disembunyikan malah diantara lelaki muda di kantornya terang-terangan mengatakan jika aura Ayudya tidak cocok jadi office girl. Yaa … mereka tidak tahu saja jika sebenarnya Ayudya adalah fresh graduate terbaik cerdas dan bisa saja mendapat pekerjaan yang lebih baik. Ada satu hal yang mendorong Ayudya sangat ingin bekerja di perusahaan yang sama dengan Linda meski gadis muda itu susah untuk menjelaskannya. Ia hanya merasa seperti ada magnet yang menariknya di tempat ini walau ia harus berada di posisi nol bekerja sebagai office girl.

 

Selusin gelas sudah ia bersihkan dan tata dengan rapi. Beberapa kubikel masih menyisakan dua atau tiga orang karyawan yang juga sudah bersiap untuk pulang. Ayudya masih membersihkan dan merapikan hingga ke sudut-sudut ruangan. Benar-benar totalitas yang tinggi bagi Ayudya dalam bekerja. Para Ob lainnya merasa senang dan terbantu dengan kehadiran Ayudya karena jarang bagi mereka mendapatkan teman kerja yang sungguh-sungguh seperti gadis cantik ini. Ayudya baru saja ingin meraih vacuum cleaner ketika mba Atin datang menghampirinya.

"Sudah … sudah … Ayu … sekarang sudah jam pulang. Besok saja lagi, letakkan itu dan kita pulang." Mba Atin mencegah Ayudya melanjutkan pekerjaannya. Hari pertama Ayudya bekerja sudah membuat mba Atin terkesan. Gadis yang memang ayu ini tipe cepat dalam belajar, mempunyai ingatan yang bagus serta luwes namun tidak terkesan genit. Ayudya melirik jam dinding di pantry. Ia merasa bersemangat hingga lupa waktu.

"Ooh sudah jam pulang rupanya, saya sampai lupa waktu mba." Seulas senyum manis membentuk di bibir tipis Ayudya. Ia menuju loker dan bersiap untuk pulang. Namun ia menimbang jika ia pulang sekarang ia akan terjebak macet dan bisa jadi waktu sholat magrib akan terlewat. Jadi ia memutuskan akan pulang setelah usai sholat magrib dan ia akan menghabiskan sedikit waktunya di musholla kantornya.

"Mba, di musholla kantor ada mukena kan?" Ayudya menatap penuh harap pada mba Atin. Wanita yang sudah berumur itu tampak memancarkan binar senang.

"Kamu gak langsung pulang Yu?" Mba Atin membuka lagi loker miliknya dan mengansurkan tas kecil berisi mukena.

"Di musholla ada tapi pakai saja dulu punyaku ini. Kalau sudah pakai simpan saja di lokermu dan ku sarankan agar bawa mukena sendiri besok."

"Terima kasih mba Atin." Ayudya menerima tas kecil itu dan ada aroma wangi yang mampir di penciumannya saat tas itu ia dekap.

"Mba pulang duluan yaa Ayu, hati-hati saat kamu pulang nanti." Mba Atin berlalu dan meninggalkan Ayudya yang masih tersenyum melepas kepergian mba Atin.

Sekali lagi matanya melirik ke arah jam dinding bulat. Suasana sudah sepi sebentar lagi masuk waktu sholat magrib. Ayudya melangkah dengan cepat namun tiba-tiba kakinya seperti tertahan di depan pintu ruangan Randu. Ada hawa aneh yang mendadak membuatnya merinding.

 

Kepala Ayudya terasa berdenyut dan bulu kuduknya meremang. Ada apa ini? Apa ruangan ini berhantu? Ini seperti kejadian sebelumnya. Apa disini benar-benar ada hantu? Ayudya memejamkan mata ia mencoba mengatur nafasnya. Setelah tengkuknya merasa normal ia menoleh sesaat ke arah pintu yang tertutup itu. Ayudya kemudian menggeleng ia tak boleh banyak mencari tahu tentang atasannya, ia hanya boleh fokus bekerja, belajar dan menunggu tes karyawan tiba. Gadis itu melanjutkan langkahnya untuk mencapai lift dan menuju lantai bawah tempat dimana musholla kantornya berada.