Candu Office Girl (2)

Pintu lift terbuka, suara langkah berat terdengar masuk ke dalam ruangan yang berkubikel. Randu Alamsyah sang ceo Sinar Timur sudah tiba, semua karyawan dan karyawati berdiri di kubikelnya masing-masing, diam, tenang dan bahkan ada yang menahan nafas mereka. Bekerja di perusahaan itu adalah idaman bagi orang-orang diluar sana. Gaji besar, tunjangan dan berbagai fasilitas bisa dinikmati oleh pekerja dengan nyaman.

 

Randu sangat memperhatikan kesejahteraan pekerjanya namun harus berbalas dengan kerja keras bahkan jika ada pekerjaan besar beberapa karyawan akan lembur hingga berhari-hari. Randu Alamsyah menjalankan bisnis orang tuanya dengan tangan dingin. Tongkat estafet perusahaan itu diterima Randu ketika masih muda, dua puluh tiga tahun. Ayahnya lebih dulu meninggal dunia disusul kakeknya sementara hanya ada Randu di garis keturunan mereka. Di sisi Randu ada seorang laki-laki yang tampaknya ditugaskan sebagai asisten pribadinya. Daeng Naba, pria paruh baya yang sama menakutkannya dengan Randu. Tak ada yang tahu jika daeng Naba juga yang bertugas menjaga Randu saat malam bulan purnama tiba.

 

Dari jarak sepuluh meter para OB dan OG berdiri pula menyambut kedatangan Randu tiap paginya. Di antaranya ada sosok Ayudya yang berdiri paling pojok. Sebelum masuk ke ruangannya Randu berhenti sesaat seperti ada daya tarik magnet Randu menoleh pada para OB yang berdiri. Ia merasakan sesuatu yang lain pagi ini, para OB saling berpandangan mereka heran baru kali ini Randu memandangi mereka, mereka cemas jika ada kesalahan tanpa sengaja mereka perbuat. Randu membuang nafas dan mendorong pintu ruangannya diikuti oleh Linda dan beberapa karyawan lainnya yang akan melapor kepada Randu.

 

Para karyawan duduk kembali juga para OB dan OG lainnya kembali pada tugas mereka. Ayudya masih mematung bulu kuduknya meremang saat Randu menatap ke arah para OB dan hingga sekarang masih menyisakan desir halus di jantungnya. Mba Atin memperhatikan sosok gadis di depannya itu. Tinggi Ayudya sekitar seratus lima puluh lima centimeter, berkulit kuning langsat, rambut gadis itu diikat ekor kuda rapih hitam berkilau. Hidungnya bangir dan berbibir tipis. Sepertinya gadis manis ini akan jadi idola baru di pantry atau pun di ruangan karyawan ini.

"Ayudya, kemarilah", suara panggilan mba Atin membuyarkan perasaan aneh gadis itu.

"Iya mba."

"Sebentar lagi jam sembilan, kebiasaan tuan Randu adalah meminum kopi. Saya akan mengajarkan cara membuat kopi sesuai selera tuan Randu. Dulu tugas ini adalah tugas Saras og yang kamu gantikan." Dengan lembut mba Atin mengajarkan bagaimana menyeduh kopi itu dengan takaran kopi serta airnya. Bahkan cara mengaduknya pun berbeda dan ingat kopi tanpa gula. Ayudya tersenyum patuh dalam hati mba Atin memuji manisnya senyum Ayudya dan berharap gadis ini mampu bekerja dengan baik.

 

Pukul jam sembilan tepat mba Atin memberi kode agar Ayudya mengantarkan kopi itu sesaat setelah para karyawannya keluar ruangan. Ayudya berpapasan dengan Linda yang keluar terakhir dari ruangan sorot mata Linda mengatakan hati-hati dalam bekerja dan jaga kelakuanmu. Ayudya menelan ludahnya ia agak gugup masuk ke ruangan itu. Ruangan yang cukup besar dengan beberapa kursi serta sofa panjang. Ada tivi flat ukuran besar di dindingnya, tanaman hiasan di tiap pojok ruangan serta foto ukuran besar milik keluarga Randu. Ayudya mencari sosok tuan besarnya itu namun ia tak mau berlama-lama ia segera meletakkan secangkir kopi tanpa gula itu di meja Randu.

"Kamu siapa?" Suara berat sesosok pria muncul dari ruangan kecil di balik rak buku. Ayudya terkejut dan menjatuhkan nampannya.

"Maaf… saya office girl baru pengganti mba Saras." Butuh perjuangan keras bagi Ayudya untuk tetap tenang. Suhu ruangan yang ber AC dingin itu tak mampu meredam peluh di dahi Ayudya.

Randu menatap Ayudya dari ujung kaki hingga kepala. Hal itu semakin membuat Ayudya gugup lalu ia membungkuk pelan untuk mengambil nampannya yang jatuh.

"Nama kamu siapa?" Tanya Randu lagi, ia berjalan pelan mendekati Ayudya yang berdiri sambil mendekap nampan kayu itu.

"Ayudya, Tuan." Jawabnya singkat dengan suara bergetar. Randu melewati Ayudya lalu duduk di kursinya sambil meraih cangkir kopi yang disajikan Ayudya. Ia menyesapnya perlahan dan menikmatinya.

"Ini kamu yang buat ?" Randu menatap wajah Ayudya, gadis itu mendongakkan kepala dan menjawab pelan. Randu nyaris tak mendengar jawaban dari mulut Ayudya ketika manik mata mereka bertemu. Ada getar aneh di jantung Randu namun bagi Ayudya justru bulu kuduk di tengkuknya kembali meremang. Ayudya merasa seperti ada hantu di ruangan atasannya ini.

"Silakan keluar." Perintah Randu yang segera membuat Ayudya bergegas balik badan dan menjauh dari ruangan yang entah mengapa membuat gadis itu agak sesak nafas.

Randu memegang dadanya sepeninggal Ayudya, ia merasakan sesuatu yang aneh saat gadis itu di dekatnya. Bukan saja getaran jantungnya tapi ia mencium aroma lain dari tubuh Ayudya. Wangi yang tak mampu ia gambarkan, tidak seperti aroma manis  darah para korbannya itu . Aroma wangi yang tak pernah ia hirup sebelumnya, aroma yang bukan untuk dimangsa.

 

Randu merasa sedikit gusar, gadis manis itu berbeda dari manusia lainnya. Randu menghela nafas lalu mengalihkan pikirannya dari Ayudya namun ia memutuskan akan merahasiakan sosok Ayudia dari asisten pribadinya daeng Naba.