Sang Ceo

Dentuman musik menggema di penjuru club. Semua asik menikmati alunan musik dan larut bersama kesenangan dan minuman. Randu sudah menghabiskan dua botol minuman keras impor itu namun dia tak juga merasakan oleng sedikit pun. Sejak peristiwa setahun yang lalu banyak perubahan dialami Randu. 

 

Mata pria tampan berkulit putih itu menangkap dua orang yang sedang berada di pojok ruangan. Sepasang kekasih yang sepertinya sedang bertengkar Randu memicingkan mata dan sekilas melihat ke arah perut wanita yang berpakaian terbuka dan menunjukkan pusarnya. Berkali-kali tangan si wanita mencoba menahan agar lawan bicaranya tidak beranjak pergi. Mereka semakin bersih tegang dan diakhiri dengan tamparan yang dilayangkan perempuan itu ke wajah laki-laki di depannya. 

 

Sambil menahan tangis si wanita pergi meninggalkan laki-laki yang masih mengusap pipinya. Randu tersenyum tipis, tidak … Randu tidak sedang menikmati pertengkaran pasangan itu ada yang lain yang ingin Randu ambil dari wanita tadi. Senyum Randu berubah jadi seringai ketika tanpa diundang wanita itu malah duduk di samping Randu dihadapan bartender. Sekilas wanita itu ragu hendak meminum apa hingga ia hanya memutuskan meminta soft drink.

"Hai… apa hanya itu yang ingin kau minum? Aku akan mentraktirmu terserah kamu mau apa saja," sapa Randu dengan senyum ramah. Wanita itu menoleh ke arah Randu dan sedikit terkejut yaa mungkin saja wajah Randu saat ini putih pucat dan mata yang agak kemerahan.

"Haaah … kau mabuk … sok mau traktir!" seru wanita itu tak peduli suasana hatinya masih buruk. Randu mulai mendekat dan … astaga…! Randu berteriak dalam hati dia mencium aroma yang sangat wangi dan memabukkan hingga memancing rasa lapar binatang buas dalam dirinya.

"Aku tidak bisa mabuk Nona … aku sedang berbaik hati malam ini karena aku senang bertemu denganmu."

Wanita di samping Randu mendengus kesal dia merasa terganggu oleh Randu yang seakan-akan menghirup aroma tubuhnya. Wanita itu masih bergeming ia hanya menatap soft drink yang tersaji di depannya pikirannya sedang kalut.

"Aku tahu kau sedang kesusahan dan aku bisa membantumu." Randu setengah berbisik dan membuat bulu kuduk merinding. 

 

Randu meletakkan lengannya di pinggang wanita itu dan seakan seperti terhipnotis dengan mudah Randu mengajaknya pergi ke kamar privat milik Randu. Yaa selain usaha real estate milik kakeknya yang dijalankannya pria muda ini memiliki sejumlah klub malam yang besar dan selalu ramai pengunjung.

Randu memberi kode kepada beberapa pengawalnya agar berjaga di depan ruangannya. Tidak … Randu bukan ingin menidurinya ada hal lain yang lebih diinginkan Randu. Seakan baru tersadar wanita itu terkejut saat dia berada di ruangan yang temaram. Sofa panjang berwarna hitam, meja kecil dan lampu yang redup.

"Aku belum tahu namamu siapa Nona… boleh aku tahu?" Suara Randu berat dan tenang.

"Namaku Tiara dan a-aku … aku bukan PSK Tuan, aku tidak melayani laki-laki, tolong anda salah paham." Suara Tiara bergetar dia mulai ketakutan hawa dingin tiba-tiba menyeruak dan nyaris membuatnya menggigil.

"Sepertinya kau yang salah paham nona Tiara. Aku bukan tipe pria penikmat seks bebas. Aku hanya ingin menolongmu. Bukan kah yang ada di dalam perutmu itu masalah bagimu ?" Randu mendekati Tiara dan menghirup udara di sekitar Tiara. Wanita itu semakin gemetar dia sama sekali tidak tahu apa yang akan dilakukan Randu tapi bagaimana bisa Randu tahu jika dia sedang hamil dan itu bukan kabar baik untuknya.

Randu mengelus perut Tiara dengan lembut dan menatap perut yang masih rata itu dengan matanya yang merah. Tiara menutup matanya rapat-rapat ia berpikir jika Randu sedang merencanakan untuk mengambil nyawanya. Hawa dingin yang aneh itu semakin menjadi dan menyusup masuk ke tubuh Tiara lalu wanita itu merasakan nyeri di bagian bawah perutnya. 

 

Randu menjauh dan duduk di kursi tepat di depan Tiara yang mulai memucat. Keringat bermunculan di dahi Tiara dia menggigit bibirnya sakit perut yang dirasakannya lebih hebat dari nyeri datang bulan biasa. Randu sangat menikmati pemandangan itu, tersenyum melihat Tiara menahan sakit. Sambil memegangi perutnya Tiara bergerak ke kanan dan ke kiri lalu membungkuk.

"Apa yang … kau la … ku … kan Tuan ?" Desis suara Tiara nyaris tak terdengar peluh semakin membanjiri wajah dan hampir seluruh tubuhnya.

"Aku mengambil apa yang jadi masalahmu nona… bukan kah kau dan pasanganmu itu tidak menginginkan janin di perutmu itu ?" Jawab Randu dengan seringai puas di wajah pucatnya.

"Aarrgghhhh … sakiiiii t… sa-kiiit…!" Seru Tiara ia tak sanggup menahan sakit perutnya seperti ada yang sedang mengaduk-aduk rahimnya. Wanita yang sama pucatnya dengan Randu terjatuh di lantai dari sela paha dan betisnya mengalir darah segar. Nafas Tiara semakin memburu antara takut dan sakit yang dahsyat. 

 

Mata Randu membulat melihat aliran darah yang semakin deras membasahi lantai dan mengarah ke kaki Randu, ia tertawa dengan keras. Pria yang sedang menikmati "makanan"nya itu tampak kegirangan. Berkali-kali ia menghirup udara di ruangan yang beraroma darah segar. Tiara merasa tak sanggup lagi seperti ada yang hendak melesak keluar dari liang peranakannya, dia menarik nafas dan mengejan sesaat. Segumpal daging keluar dan teronggok di dekat pahanya janin Tiara baru saja gugur dari kandungannya.

 

Randu menunduk dan menyentuh janin yang masih terasa panas namun sudah tidak berdenyut lagi dengan ujung telunjuknya. Dia mencium aroma darah itu dengan perasaan senang. Tiara menangis ketakutan karena darah belum juga berhenti mengalir dari sela pahanya.

"Makanan yang sangat lezat… terima kasih kau sudah membawakannya untukku nona Tiara." Randu tersenyum puas diantara tangisan ketakutan Tiara. Di tengah rasa sakitnya Tiara mencoba berpikir manusia apa yang ada di hadapannya ini hanya dengan sentuhan telapak tangannya ia mampu membuat janin yang dikandungnya luruh begitu saja. 

 

Sebenarnya Tiara belum berniat hendak melakukan apa pada janinnya bahkan terbersit niat untuk terus mengandung dan melahirkan bayinya. Tapi kini tidak lagi bisa jadi nyawanya pun ikut hilang karna darah dari tubuhnya tak berhenti mengalir. Dia merasakan tubuhnya semakin dingin dan lemas. Apa pria ini vampir? Duga Tiara. Randu tertawa dengan suaranya yang menyeramkan bukan suara yang dia dengar saat menyapanya di bartender.

"Tentu aku bukan vampir Nonaaa ... toh aku tidak meminum darahmu saat ini."

Terlambat bagi Tiara untuk bergidik ngeri bahkan matanya pun mulai terasa berat Randu semakin samar-samar terlihat. Detak jantungnya juga semakin melemah. Randu mendekatinya, meraih tangan Tiara dan mengecupnya perlahan.

"Terima kasih cantik… karna dirimu dan janinmu ini kekuatanku semakin bertambah. Yaa... kebetulan ada urusan berat di proyek sana dan aku butuh darah segar janin dan ibunya."

Mata Tiara perlahan menutup seiring detak jantungnya yang juga terhenti. Prosesi itu sudah selesai. Randu merasakan kebugaran yang luar biasa. Dia keluar ruangan dan memberi kode untuk membereskan mayat Tiara.

"Buang saja di pinggir jalan orang akan mengira dia mengalami keguguran yang parah."

Randu kembali ke tempat duduknya si bartender suasana clubing semakin ramai dan meriah. Satu tumbal segar untuk kejayaan diri Randu dan keluarganya.