Ada 2 prinsip yang dibahas dalam bab ini, pertama Belanja jangan pernah melebihi pendapatan, dan kedua hindari kebiasaan berutang. Berikut pembahasan singkatnya :
.....................................
BELANJA JANGAN PERNAH MELEBIHI PENDAPATAN
Prinsip kedua dalam perencanaan keuangan keluarga adalah jangan pernah belanja melebihi pendapatan. Pribahasanya, lebih besar pasak daripada tiang atau istilahnya penghasilan cuma segini, tapi penghasilan sampai segitu. Jika itu yang terjadi, berarti keuangan keluarga kita sudah pasti berantakan, amburadul dan bakal hancur lebur. Tapi memang disadari bahwa menjalankan prinsip ini tidak mudah. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, dimana akses informasi begitu mudah dan sangat terbuka. Media penyaluran dan penyedia informasi juga sangat beragam. Mulai dari bisik-bisik tetangga, obrolan teman, media cetak, televisi, sampai media internet yang bisa diakses menggunakan gadget/smartphone masing-masing. Kekuatan invasi dan infiltasi informasi memang luar biasa sampai bisa menembus ruang-ruang privat seperti dapur hingga kamar tidur seseorang. Sehingga untuk mendapat informasi tak lagi harus secara aktif mencari, tapi dengan cara pasif pun informasi itu bisa datang sendiri menyapa kita. Masalah besarnya adalah ketika informasi yang diterima sebenarnya bukan hal yang dibutuhkan. Produk jualan yang melintas di akun sosmed kita bukanlah prioritas untuk dibeli. Namun apa daya, akibat terpengaruh iklan yang menarik, ditambah potongan diskon besar dan janji give away, maka tidak sedikit warganet khususnya pengguna sosmed, yang niat awal membuka akun sosial sebatas ingin membaca status saja tapi saat sign out ternyata sudah berstatus sebagai buyer (pembeli) dari sebuah transaksi onlineshop.
Akhinya untuk bisa memegang prinsip ini, mau tidak mau harus kembali kepada penguatan perspektif tentang kebutuhan. Perlu kesadaran besar bahwa sebuah keluarga sebenarnya bisa tetap eksis dan berjalan baik, cukup dengan ditopang oleh pemenuhan kebutuhan yang bersifat pokok dan mendasar. Maka harus tetap fokus pada list belanja kebutuhan tersebut, apalagi jika kekuatan keuangan kita berada pada titik kritis. Posisi cash in hanya berlebih tipis dari posisi cash out, berarti jika volume belanja bertambah sedikit saja, sudah bisa membuat oleng cashflow keuangan keluarga.
HINDARI KEBIASAAN BERUTANG
Prinsip ketiga ini punya hubungan sebab akibat dengan prinsip kedua. Akibat melanggar prinsip jangan belanja melebihi pendapatan, akhirnya membuka peluang untuk terjerat kebiasaan berutang. Awalnya mungkin karena alasan terdesak, maka merasa tidak ada pilihan lain kecuali berutang. Berhubung jalan utang ini sudah pernah ditempuh, membuat pikiran menjadi sempit, setiap ada masalah keuangan, solusi yang ada dibenak cuma satu, yakni dengan berutang. Akhirnya karena keseringan, berulang-ulang, jadinya terlatih dan menjadi “profesional”. Orang seperti ini bisa dianggap sudah berkarakter sebagai pengutang. Berutang sudah menyatu menjadi kebiasaan (habits). Menjadikan utang sebagai kebiasaan berarti posisinya sudah sangat berbahaya. Utang sudah menjadi gaya hidup. Utang sudah menjadi sikap yang bisa muncul begitu saja secara otomatis. Berutang bukan lagi semata karena diperhadapkan oleh keadaan yang mendesak, tapi ada yang terasa merenggut kebahagiaan kalau tidak punya catatan utang.
Soal bahaya dan mudharat utang ini sebelumnya sudah dibahas lebih luas pada tulisan pertama, pada topik menjernihkan perspektif tentang utang. Sehingga diharapkan tentang prinsip perencanaan keuangan keluarga yang tanpa utang, bukan lagi menjadi hal yang kabur. Maka pertanyaan yang lebih penting untuk dijawab kali ini adalah, apakah bisa menghindari utang? Bagaimana caranya tidak berutang? Jawaban dari kedua pertanyaan ini adalah bisa dan itu mudah. Cukup patuhi prinsip pada prinsip nomor 2 (dua) diatas, yaitu belanja jangan melebihi pendapatan. Itu saja
Bersambung
Login untuk melihat komentar!