part_9
Bismillah 

   
                 STAY WITH ME

#Part_9

#by: R.D.Lestari.

Aku terlarut dalam suasana, tapi pikiranku tak lepas dari Brian. Bagaimana jika Dia tiba-tiba datang dan merusak semuanya? 

Aku masih ingin bersama menikmati keindahan yang di tawarkan Bang Jeff dan kedua anaknya. Aku ingin merasakan punya keluarga utuh, walaupun itu hanya mimpi belaka. Biarkan aku menyesap kebahagiaan mereka dalam diam. Ya, aku bahagia. Saat ini. Dan kuharap itu selamanya.

Tanpa kusadari bulir bening jatuh di ujung mata kala menatap raut wajah ceria dari Bang Jeff dan kedua anaknya. 

Pasti almarhum Ibu mereka dulu sangat bahagia. Punya anak yang lucu dan suami yang amat baik seperti Bang Jeff. 

Saat sedang intens melihat kebahagiaan keluarga kecil ini, tiba-tiba Bang Jeff mengalihkan pandangannya padaku, hingga aku menjadi salah tingkah.

Senyumnya yang terkembang mendadak sendu. Ia menepuk bahu anak lelakinya Raihan dan mendekatkan bibirnya. Bocah itu mengangguk dan Bang Jeff berdiri dari duduknya.

Mendekat dan duduk disampingku. Sedangkan kedua bocah itu sesekali memandangi kami dengan senyum yang sulit diartikan.

Jemari kekarnya mengusap air mata yang masih tersisa. Aku terkesiap dan hanya bergeming melihat Bang Jeff yang ternyata amat tampan dari dekat.

Tanpa sadar aku menyentuh dadaku dan merasakan debarannya yang teramat cepat dan bergemuruh kencang.

Mata indahnya yang kecoklatan menyorot tajam hingga aku seperti terhipnotis, memandang takjub keindahan yang ada di depan mata.

Rahangnya yang tegas dan ditumbuhi bulu-bulu halus membuat jiwaku terguncang. Betapa ingin aku menyentuh inci demi inci wajahnya dan melabuhkan kecupan pada bibir tipisnya.

"Mbak San, kenapa nangis? apa ada yang dipikiri?" suara serak dan bergetar itu menyadarkanku dari lamunan indah tentangnya.

Aku seketika menunduk, mengalihkan pandanganku pada makhluk Tuhan paling seksi di hadapanku. Aku takut jika semakin lama ia memandangku, semakin luruh tubuhku.

"Ah, tak ada, Bang. Itu bukan tangisan, tapi keringat. Cuaca ternyata amat panas, ya Bang," kilahku.

Bang Jeff tampak panik. Ia kemudian beranjak dari duduknya.

"Aku lupa kalau bawa payung. Mbak San benar, matahari kian menyengat, pasti Mbak takut kulit Mbak terbakar,"

"Aku ambil segera,"

Aku jadi tak enak. Sebenarnya bukan itu maksudku. Kata-kata itu begitu saja terlontar di bibirku tanpa bisa ku cegah.

Tanpa sadar tanganku meraih pergelangan tangannya.

"Tak usah, Bang. Aku terbiasa terkena terik sinar matahari," 

Aku menarik kedua sudut bibirku hingga tercipta sebuah senyuman manis membingkai di wajahku yang memerah karenanya.

Untuk sepersekian menit kami saling menautkan pandangan hingga aku tersadar jika aku masih mencengkeram pergelangan tangannya.

Menyadari itu, aku langsung melepas genggaman tanganku padanya. Ia hanya mengulas senyum dan menggaruk kepalanya, seperti aku, ia sepertinya salah tingkah.

"Papa! apakah ikannya sudah matang?" pekik Raihan yang langsung membuat Bang Jeff mendekat padanya.

Aku tersipu malu dan menyelipkan rambutku ke bagian belakang telinga, mengulas senyuman indah saat lelaki berkulit tan itu melirik ke arahku.

Mereka kemudian melambaikan tangan padaku, mengajakku untuk bergabung dengan mereka. Aku mengangguk dan membalas lambaian mereka.

Saat itu Bang Jeff beranjak dan berjalan ke arahku. Saat ia hampir saja melewatiku, ia mendekatkan wajahnya pada telingaku.

"Titip anakku sebentar, aku mau mengambil nasi dan perlengkapan makan," bisiknya.

Entah kenapa tubuhku seolah melayang saat mendengar suaranya yang merdu.

Setelah menunggu beberapa saat, Bag Jeff datang. Ia kemudian menggelar tikar di bawah pohon. Meletakkan semua perlengkapan makan termasuk nasi dan dengan sigap membawa ikan panggang hasil tangkapannya sendiri.

Aku terkesima. Selain tampan, macho, berahang tegas dan sangat menyayangi anaknya, Bang Jeff ternyata amat sigap. Bagaimana bisa ia belum menikah lagi, sedangkan ia punya segala yang wanita ingini? lelaki idaman.

Kami makan di bawah rindangnya pohon, dibelai angin sepoi-sepoi dan bau rumput yang amat menenangkan.

Pertama kali. Ya, untuk pertama kali aku merasakan kebahagiaan dan kebebasan.

"Terima kasih, Bang Jeff. Ini sangat menyenangkan," ucapku seraya menyuap nasi ke mulutku. Mengunyah perlahan dan menatap sekeliling dengan senang.

Belum sempat ia menjawab, gadis kecilnya menimpali," sama-sama, Tante, ini juga sangat menyenangkan untuk kami. Pertama kalinya Papa membawa orang lain selain kami, berasa punya Ibu," gadis kecil terkekeh riang.

Wajahku seketika memerah, begitu pun Bang Jeff yang memalingkan wajahnya.  Mungkinkah ia juga malu?

Setelah selesai makan, kami bersantai. Bang Jeff permisi sebentar dan datang kembali dengan menenteng  sebuah gitar. 

Gitar berwarna coklat mengkilat itu ia pangku di antara dua kakinya yang salah satu ditopang.

Ia mulai memetik gitar dan suara merdu dari gitar membuat suasana jadi terasa amat romantis. 

Seiring dengan bunyi petikan gitar yang menjadi sebuah melodi indah, suara Bang Jeff juga ternyata amat merdu dan menghanyutkan.

Aku begitu menikmati satu kesatuan indah yang tersaji di depan mata. Begitu lengkap di balik indahnya pemandangan alam yang menakjubkan. Rasanya hari tak ingin berakhir. Aku dan keluarga kecil ini.

***

Saat gelap malam menyelimuti, berbekal lampu cas berbentuk lentera, aku berbaring di dalam tenda. Menemani Fika, gadis manis berambut indah dan berpipi tembam di sampingku. 

Dengkurannya terdengar merdu di telingaku. Namun, aku tak jua mampu untuk tertidur, meski sudah memaksakan mataku untuk terpejam.

Aku memilih ke luar tenda. Menikmati bentangan kerlip bintang dan bulan yang bersinar terang.

Cuaca dingin begitu membekap tubuhku. Aku memilih duduk di depan api unggun yang ternyata baranya masih hidup dan menyisakan sedikit api. Lumayanlah untukku seorang diri.

Saat asik menikmati suasana malam seorang diri, ditemani suara jangkrik dan gemericik suara air sungai, kurasakan sebuah pergerakan.

Srettt!

Aku terkesiap dan pandanganku tertuju pada tenda Bang Jeff yang tiba-tiba terbuka. Tak lama wajah manisnya menyembul dari dalam tenda. Ia kemudian melempar senyuman manis yang terlihat samar di bawah pendar cahaya bulan.

"Ga tidur, Mbak?" sapanya .

Aku menggeleng pelan," ga bisa tidur," jawabku singkat.

"Apa ada yang dipikirkan?" 

Bang Jeff kemudian mendekat dan duduk bersebelahan denganku. Kembali jantungku rasanya mau copot karenanya. 

Ditambah wangi tubuhnya yang maskulin menusuk hidungku saat terbawa angin. Aku menelan saliva susah payah. Begitu besar godaannya padaku yang masih berstatus seorang istri.

Aku bergeming. Bibirku bergetar seiring wajahnya yang mendekat.

"Apa yang Mbak Santi pikirkan?" ulangnya.

Aku bergeming. Mataku menatap kedua manik coklatnya bergantian. 

"A--Aku ...,"

"Apa Mbak Santi memikirkanku?" 

Aku terdiam saat wajah Bang Jeff semakin mendekat. Tuhan ... aku tak sanggup menahan godaan pria di hadapanku ini. Meski aku sadari aku masih ada ikatan dengan orang lain.

Aku memejamkan mata saat wajah itu kian mendekat. Ia ...


Komentar

Login untuk melihat komentar!