Ikut Campur Ibu Mertua.
Menikahlah Dengan Perempuan Pilihan Ibumu 2


#flash back


Hari itu Raihan dan Rumana berkunjung kerumah Sang Ibu, seperti hari-hari sebelumnya. Setiap akhir pekan merupakan hari memperpanjang silaturahim.
Jarak rumah Raihan dengan Ibunya hanya sekitar dua puluh menit saja. Perjalanan dengan memakai motor. Walau mereka memiliki sebuah mobil, tapi Rumana lebih suka jika bepergian naik motor, katanya lebih berasa romantis.

Usaha mereka sebagai peternak sapi dikampung itu membuahkan hasil, dari satu ekor saja sekarang sudah menjelma menjadi beberapa puluh ekor sapi yang menghasilkan susu, yang menjadi sumber penghasilan mereka.

Rumah yang tadinya hanya rumah sewaan sekarang sudah bisa jadi milik sendiri. Tentunya dengan membeli secara tunai, bukan cicilan Bank. Rumana walau gadis desa tapi ilmunya tentang agama bisa diandalkan, dia paham akan dosa riba yang merupakan dosa besar.

"Allâh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Rumana hafal diluar kepala penggalan surah Al Baqarah itu.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya dari riba dan memberitakan bahwa riba termasuk tujuh perbuatan yang menghancurkan.

Maka itu, dengan bersabar dan menabung sedikit demi sedikit mereka bisa membeli sebuah rumah yang tak terlalu besar dan tak jua terlalu kecil.

Tapi hal itu ternyata tak membuat hati Bu Lastuti, mertua Rumana bisa menyayanginya sebagai menantu. Justru, hal itu makin membuat perempuan setengah baya itu bersemangat menjodohkan Raihan dengan Risa, menganggap anaknya sudah mampu untuk hidup berpoligami. Karena dianggap mapan.

"Assalamu'alaikum..." ucap kedua suami istri itu saat memasuki rumah sang Ibu.

Mata Raihan, terpaku saat melihat seorang wanita dengan pakaian yang menurutnya tak pantas dipakai di desa ini. Rumana hanya menunduk, hati wanita cantik itu mendadak tak enak.

"Wa'alaikumussalam..eh anak Ibu, masuk sini, Nak..." Bu Lastuti menghampiri Raihan dan meraih tangan anaknya dan mengajak duduk sama-sama dengan wanita yang tak lain adalah Risa, perempuan yang sedari dulu dia inginkan menjadi menantu.

Rumana kikuk, dengan hati yang entah, dia mengikuti langkah suami dan Ibu mertua nya pelan.

"Duduk Nak..Ini lho ada Risa...," Ibunya menyunggingkan senyum yang begitu manis, senyum yang tak pernah diberikan kepada Rumana yang telah belasan tahun menjadi menantunya.

Raihan duduk dengan gugup, 

"Dek, sini duduk..."Raihan bergeser memberi ruang untuk istrinya.

"Eh eh, kamu ke belakang aja Rum, bikinin minum buat tamu," ujar Bu Tuti ga suka.

Dengan wajah memerah, Rumana yang tadinya sudah mau duduk kembali berdiri dan mengangguk pelan, melangkah ke arah dapur. Hatinya begitu terluka, dan juga cemburu. Raihan pun berdiri hendak mengikuti Rumana.

"Mau kemana, kamu disini aja temani Risa!" titah Ibunya lantang.

Lelaki muda itu kembali terduduk dengan perasaan yang tak menentu.

"Mas, apa kabar?" ujar Risa tersenyum memamerkan gigi putih nya yang rapi.

"Alhamdulillah baik," jawab Raihan ketus dan pelan.


"Kata Ibu, kamu belum punya anak ya, Mas? aku siap menjadi istrimu agar kamu segera punya anak, kan kasian Ibu ingin punya cucu." 

Tanpa malu, Risa mengucapkan kalimat itu tepat saat Rumana sedang berjalan mendekat.

"Dek..." Raihan gugup saat melihat istrinya, Rumana hanya diam, air mukanya muram, wanita itu sedang menahan tangis dan rasa sakit yang tak tampak.

"Hayo diminum Nak Risa, Raihan," ucap Bu Tuti tak peduli.

Risa segera menyambar minuman yang baru saja disajikan Rumana.
Sedangkan Raihan berada dalam dilema.

"Rum, Ibu tadi sudah belanja, kamu masak dulu dibelakang sana," kata Bu Tuti mengusir, tanpa melihat mata Rumana yang sudah mulai berkaca-kaca.

Tanpa menjawab, Rumana kembali ke belakang, seiring langkah dan air matanya yang menetes perlahan. Dia punya iman, tapi dia juga wanita yang punya perasaan. Sakit, itulah yang kini dia rasakan.

"Buk... biarkan Rumana disini," rajuk Raihan.

Bu Tuti mencebik, 

"Biarkan dia dibelakang masak, nanti siapa yang masak kalau dia ikutan duduk di sini,"jawab Ibunya ketus.

Raihan memang lelaki yang tak berdaya jika sudah menyangkut urusan dengan Ibunya.

"Kuwalat kamu ngelawan sama Ibuk," kata-kata itu seakan mantra yang menjadi pengendali akal sang anak oleh ibunya.

***
 

Rumana masak dalam diam, tapi air matanya mengalir tanpa henti.

Sejam sudah dia dibelakang, tanpa tahu apa yang diperbincangkan oleh Ibu mertua kepada suaminya juga wanita tak tau malu itu.

Soto ayam sudah jadi, wanginya semerbak membuat lapar siapa saja yang mencium aromanya.

Nasi dan piring juga sudah tertata di atas meja makan yang tak jauh dari dapur.

"Hayo Nak Risa kita makan dulu." Bu Lastuti datang menghampiri dengan berjalan bergandengan dengan Risa, seperti seorang anak dan Ibu yang lagi berkasih sayang.

Wanita itu menarik salah satu kursi dan mempersilahkan Risa duduk.

"Raihan, kamu duduk disini!" bentaknya saat melihat Raihan memilih duduk dekat Rumana.

"Biar Ibu disitu." dengan cepat dia beranjak mendekati Raihan. Raihan dengan langkah berat pindah ke kursi dekat Risa.

Risa dengan wajah penuh senyum menyambut Raihan, dan melayani bak seorang istri.

Rumana tertegun melihat pemandangan didepan, lidahnya kelu. Sementara Raihan tak berani menatap mata sang istri. Tapi tak juga menolak apa yang Risa lakukan. Mulai dari menyedok nasi yang seharusnya tugas Rumana, sampai menyuapi minuman kepada laki-laki yang jelas-jelas bukan suaminya.

Adegan demi adegan mesra seolah sengaja dipertontonkan didepan mata. Suasana hangat tapi tidak bagi Rumana, nasi yang dimakan terasa sekam.

Hingga akhirnya dia tak sanggup lagi bertahan.

"Maaf saya permisi," ujarnya lalu berlari keluar dengan menekan dada yang terasa kian sesak.

Raihan berteriak memanggil nama istrinya, tapi tak dihiraukan Rumana, langkahnya tetap bergerak menjauh dari tempat yang membuatnya seakan kehabisan oksigen untuk bernapas. Hingga tak terasa Rumana makin jauh dari rumah Bu Lastuti.

"Rumana...?" suara seorang laki-laki menghentikan langkah Rumana. Matanya sudah sembab oleh air mata yang tak kunjung berhenti.

Wanita itu terhenyak kala mengetahui laki-laki yang menyapanya adalah laki-laki yang seharusnya tak ada disaat hati perempuan itu sedang tak baik-baik saja.

Bersambung.

Komentar

Login untuk melihat komentar!