Karma
Tak seorang pun yang  berani menghadapi kematian. Begitu juga aku, meskipun diri ini seorang lelaki gahar yang ditakuti siapapun. Kini aku merasa begitu kerdil di hadapan *yanwang  yang siap  menitahku dengan kekuasaan di tangannya. Dengan menjerit, menangis, dan mengiba aku memohon padanya untuk dihidupkan kembali. Tugasku belum selesai, aku ingin melindungi Liu Fung, anakku hingga ia dewasa. Tapi kata yanwang permohonan itu tak berguna. Aku sudah mati dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan  di dunia. 

"Berapa anjing yang sudah mati di tanganmu?" tanya yanwang. Tentu saja itu hanya untuk mengujiku karena dia sudah tahu jawabannya.

"Mohon maafkan aku, semua itu kulakukan untuk menghidupi anak istriku," ratapku penuh iba. 

Tapi itu tak mengubah keputusan yanwang, aku harus menjalani reinkarnasi sebagai tanggungjawab atas perbuatan dari kehidupan sebelumnya. Tiba-tiba aku teringat anjing-anjing yang kusiksa dan kubunuh dengan kejam. Air mata berlinang karena takut. "Tolong, anda boleh mengubahku dalam wujud apapun, tapi jangan sebagai anjing," mohonku sekali lagi. Percuma, yanwang tetap menjalankan perintah yang dititahkan padanya. Tiga setan segera menyeretku dan melempar ke suatu tempat.

***

Aku tersadar di sebuah tempat pengap yang berbau, dengan bulu hitam di sekujur badan. Mulutku menggapai puting susu seekor anjing dan melepaskan dahaga. Aku sadar kini telah bereinkarnasi sebagai seekor anak anjing betina.

Aku tumbuh besar dan mulai berlarian bersama anjing-anjing lainnya dengan gembira. Tapi seiring berjalannya waktu kami makin tahu bahwa tempat yang kami tinggali ini tidak beres. Satu persatu keluarga kami mati tersiksa. Manusia-manusia itu membunuh dengan kejam lalu menikmati daging keluarga kami dengan canda tawa.

Tampaknya giliranku pun tiba. Manusia sialan mengeluarkan dari kandang dan mengikat leherku di sebuah tiang. Terdengar suara benda tajam yang biasa menggorok leher teman-temanku. Aku menyalak kencang dan berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari tali. Berhasil, aku bisa bebas dari tali yang membelenggu. Tapi beberapa lelaki kejam tak mau melepasku. Dengan berbagai cara mereka menghadang. Kuserang membabibuta manusia-manusia laknat itu dengan cakaran dan gigitan. Saat mereka disibukkan dengan kesakitan yang kubuat, segera ku berlari sekencang mungkin tak tentu arah. Yang kutahu hanya berlari dan berlari. Hingga akhirnya aku menemukan tempat sepi, kuputuskan untuk bersembunyi di balik tumpukan kayu. Datanglah gelap, saat di mana manusia tak menampakkan diri. Aku keluar dari tempat persembunyian dan pergi menjauh dari tempat ini. Karena merasa lelah dan kelaparan, aku tidur di bawah sebuah bangku. 

Pagi tiba, kuperhatikan tempat di mana ku terbangun. Aneh,  sepertinya aku mengenali tempat ini. Sejenak terbayang kehidupan masa laluku sebagai manusia. Ini adalah stasiun kereta api di mana dulu aku dan Jingmi, istriku bertemu. Tiba-tiba aku rindu kehidupan  yang dulu sebagai manusia. Sesal datang saat teringat perbuatan biadabku terhadap anjing. Terbayang pula diriku sebagai lelaki gahar tak terkalahkan yang selalu menang dalam perjudian dan perkelahian. Pada akhirnya aku mati dalam sebuah bentrokan kelompok mafia. Kematian yang kuhadapi dengan penuh sesal, karena  tak mampu lagi melindungi anak dan istriku.

Sebuah hal tak terduga membuyarkan lamunan. Tampak di kejauhan seorang wanita menggandeng anak kecil. Itu Jingmi dan Liu Fung yang kurindukan. Kucoba memanggil mereka, tapi hanya suara gonggongan yang keluar dari mulut. 

Dua orang lelaki mendekati Jingmi dan Liu Fung. Mereka menodongkan sebuah senjata pada dua orang yang kucintai itu. Kakiku reflek berlari dan menyerang dua lelaki******itu hingga mereka lari ketakutan.

"Anjing yang baik, terimakasih," Liu Fung dan ibunya memelukku. Terselip haru yang teramat sangat. Ini adalah saat yang kurindukan. Ingin rasanya kubalas pelukan mereka, tapi aku hanya bisa mengeluskan kepala dan******mereka. 

Kuikuti kemana langkah kaki Liu Fung dan ibunya berjalan. Jingmi memberiku sepotong sosis yang dia beli di pinggir jalan. "Makanlah, itu sebagai ucapan terimakasihku," begitu kata wanita berkulit kuning langsat itu. Tak kusangka wanita yang dulu kudidik untuk membenci anjing itu kini bersedia memberi makan seekor anjing liar hina seperti diriku ini. Kulahap sosis itu dengan rakus, hingga tak kusadari Jingmi dan Liu Fung telah pergi. Gonggongan panikku terdengar, aku berlari kesana kemari mencari dua orang yang kurindukan itu. Tiba-tiba aku sadar kalau  mengenali tempat ini. Dengan kaki ringkih kutelusuri jalanan sepi hingga tiba di rumahku yang dulu. Liu Fung tampak sedang asyik bermain di halaman. Kupanggil ia dengan gonggongan. 

"Ma, lihat, anjing itu bisa menyusul kita," teriak Liu Fung senang. Dengan  gonggongan bahagia aku berlari mendekatinya. Gadis kecil bermata coklat itu memeluk dan membelaiku. "Ma, biarkan dia tinggal di sini ya," kata Liu Fung pada  Jingmi.

"Hmm, baiklah," jawab wanita bermata sipit dengan rambut ekor kuda itu. 

Aku menyalak dan berlari-lari senang mengitari mereka. 

****

Kini aku menjadi anjing yang bahagia, memiliki tempat hangat dan makanan cukup. Yanwang walau menitah untuk bereinkarnasi sebagai anjing tapi ia mengabulkan permintaanku untuk dapat melindungi anakku. Hari-hari diwarnai dengan bermain bersama Liu Fung, menemaninya bermain bola, dan berlari mengikutinya saat bersepeda. Hingga kemudian kejadian nahas terjadi. Liu Fung mengendarai sepeda sangat cepat, sebuah kendaraan berjalan ke arahnya. Aku berlari dan menggonggong sekuat mungkin untuk menyelamatkan anakku di masa lalu itu. Tapi terlambat, kendaraan itu menabraknya. Liu Fung terkapar bersimbah darah. Aku menyalak frustasi di sekitar gadis kecil yang mengakhiri usia di tujuh tahun kehidupannya itu.

Sepeninggal Liu Fung hidupku jadi tak menentu. Bahkan Jingmi tak lagi peduli  seperti dulu. Aku hidup sebagai anjing betina yang frustasi dan pergi melayap kemana-mana. Hormon feromonku pun telah mengundang beberapa pejantan untuk mengawini. Kini aku jadi seekor anjing betina bunting yang tak terurus. 

Sore itu aku masih tertidur di teras saat kulihat Jingmi datang bersama seorang lelaki. Sudah punya pacar baru rupanya ia sekarang. 

"Jadi kau menyukai anjing?" kudengar laki-laki itu berbicara. 

"Sebenarnya tidak terlalu, " jawab Jingmi, "dulu anakku sangat menyayanginya. Tapi kini anakku telah tiada, jadi ya ... kubiarkan saja dia di sini," kata wanita berambut hitam lurus itu.  Ia sama sekali tak sadar kalau kata-katanya mengecewakanku. 

"Tampaknya dia sedang bunting," kata pacar Jingmi  sambil mengamatiku. "Hmm ... bisa mahal nih kalau dijual," katanya kemudian.

****

Aku menggonggong keras dan berusaha keluar dari kandang sempit yang mengurung. Tapi usahaku sia-sia. Jingmi dan pacar barunya menjualku di tempat penjagalan anjing. Kini aku berdesak-desakan dengan anjing-anjing lain yang putus asa menunggu pembantaian. 

Kini aku hanya bisa terpuruk sedih. Air mata berlinang melihat satu persatu kawanku mati tersiksa. Tiba-tiba aku ingat ulahku dulu sebagai manusia. Teringat bagaimana dulu aku menyiksa anjing-anjing yang kugunakan sebagai daging olahan. Akankah kini aku harus merasakan hal yang sama? Dalam tangis, aku memohon pada Yang Kuasa agar memaafkan kesalahanku.  Akankah semua ini bisa termaafkan?

Sebuah suara ribut menyadarkanku dari lamunan. Beberapa orang tampak sedang berselisih dengan penjagal yang mengurungku dan teman-teman. 

"Dasar kau manusia rakus, teganya kau perlakukan makhluk bernyawa seperti ini. Kubayar anjing-anjing yang kau bawa ini untuk kuselamatkan," begitu perkataan yang kutangkap dari mereka. 

Rombongan manusia baik itu menyelamatkan aku dan teman-teman dari penjagalan. Beberapa hari kami tinggal di sebuah tempat yang mereka sebut shelter. Lalu seorang wanita mengambilku dari tempat itu dan membawa ke tempat yang sangat jauh. 

Kini aku tinggal di sebuah tempat yang nyaman. Bersama keluarga baruku, keluarga manusia yang penyayang. Wanita penyelamat itu mendekati dan memelukku. "Aku menyelamatkanmu dari kota terkutuk itu. Kota yang dihuni penduduk kejam dan suka makan daging anjing. Jangan khawatir, di sini aman, tak ada manusia laknat seperti di kotamu dulu, "begitu katanya. 

Kini tibalah waktuku melahirkan. Aku hanya melahirkan seekor anak. Kulihat wajah Liu Fung di sana, Liu Fung terlahir kembali sebagai anjing. Padahal ia tak berdosa, hanya saja dulu ia kuberi makan dengan olahan daging anjing. Tapi apapun itu kupikir yanwang telah memperlakukan takdirku dengan baik. Ia mengabulkan permohonanku untuk tetap bisa melindungi Liu Fung,  walaupun akhirnya sebagai seekor anjing. Tapi aku dan Liu Fung anjing yang beruntung karena dirawat oleh keluarga manusia yang baik. Kini aku rela menjalankan reinkarnasiku, hingga kelak hidupku berakhir. Semoga Yang Berkuasa Atas Alam telah memaafkanku dan memberiku reinkarnasi lain yang lebih baik di kehidupan yang akan datang.


===Finish===
Cerpen ini sudah diterbitkan dalam buku antologi cerpen Reinkarnasi terbitan Cleopatra Publisher



Komentar

Login untuk melihat komentar!