5. Apakah Aku Direstui?

Wanita yang Kalian Hina Ternyata Tajir Melintir4

Suara getar gawaiku, aku melihat sebuah nomor, dari Mas Rizal. Aduh apakah yang terjadi? Bukankah dirinya sedang sakit. Dengan sedikit gusar kuangkat juga panggilan itu.

"Assalamualaikum, Hallo Mas!"

"Ini Mita Kak, Bisa Kakak kesini. Mas Rizal demam!"

"Hah, kok Bisa!"

"Ya, dia kemarin kehujanan dan telat makan serta dia beberapa hari selalu murung! Ibu kasihan sama dia. Panas badannya tinggi dan dia mengigau nama Kakak!"

Ucapan Mita membuat kepalaku sakit. Mengapa dia secemen ini. Aku bahagia sih dia teramat mencintaiku, andai saja Tante Ratna bukan Ibu Mas Rizal pasti kami sudah menikah.

"Kakak, kok diam. Bisa Kakak datang dan menjenguk Mas Rizal!"

"Eh, Ya. Besok Kakak datang. Lagian ini sudah malam!"

"Baiklah, Kak. Terima kasih."

"Ya, sama-sama!"

Panggilan diakhiri, aku mendesah pelan. Kali ini drama apalagi ya. Aku sebenarnya sudah bosan melihat kelakuan sombong Ibu Mas Rizal, dia berpikir karena tamat SMP aku tak pantas dengan anaknya yang bekerja kantoran. Namun Mas Rizal sakit seperti ini aku menjadi kasihan. Semoga dia baik-baik saja setelah aku menjenguknya besok.

💕💕

Aku datang kerumah Mas Rizal untuk menjenguknya, karena aku sudah janji dengan Mita kemarin.

"Assalamualaikum!" Ucapku memberi salam dan dari dalam rumah terdengar ucapan menyahut salam dariku.

"WaalaikumSalam!" Kemudian pintu dibuka dan kulihat Mita disana.

"Eh, Kak Mala, ayo masuk dan sudah ditunggu Mas Rizal dari tadi!" Serunya menyuruhku masuk. Aku melangkahkan kaki ku masuk kerumahnya. Kemudian dibimbing Mala untuk menemui Mas Rizal. Dia sudah tertidur disana dan ada selang infus di tangannya.

"Sakitnya parah, Mit? Kok gak dibawa ke dokter?" Tanyaku penasaran.

"Dia gak mau, Kak. Kata mantri nya kalau gak ada perubahan maka terpaksa harus dibawa kerumah sakit!"

Aku kemudian mendekati Mas Rizal yang terlihat pucat dan matanya terpejam.

"Mas, kamu kok bisa sakit gini sih. Kamu cepat sembuh ya, jangan sakit lagi!" Kataku dengan suara pelan didekatnya, dia berangsur membuka matanya.

"Mala... Mala....! Ucapnya pelan.

"Eh, ya. Mas!"

"Mala!" Dia sudah terbangun dan tersenyum getir melihatku.

"Ya, Mas!" Kataku sekali lagi.

"I Love You!" Ucapnya, hadeh. Aku membatin masih sakit bisa mikirin kata cinta.

"Kamu sakit apa, Mas. Cepat sembuh ya!" Seruku padanya.

"Aku sakit karena mikirin kamu, Mala. Kamu masih marah sama aku dan Mama?" Tanya nya dengan mata sayu dan wajah pucat. Aku menggeleng cepat.

"Udah enggak kok!"

"Terus kamu gak jadi kan mutusin aku!"

"Eh, kamu gak usah pikirkan. Pikirkan aja kesehatan kamu, Mas!"

"Akhirnya kamu datang juga!" Tante Ratna menghampiri dengan wajah ketus. Aku hanya diam saja tak menyahut teringat perkataannya yang menjelekkanku dan masih terasa menyakitkan.

"Rizal sakit gara-gara kamu!" Kata Tante Ratna menyalahkanku, kok dia jadi nyalahin aku. 

"Kok gara-gara saya tante, emang apa kesalahan saya!" 

"Ya dong! Gara-gara kamu gak mau menyetujui syarat pernikahan anakku jadi sakit begini! Dia gak bisa kerja dan kalau gajinya dipotong kamu mau tanggung jawab?" Katanya semakin ketus, aku mengelus dada menghadapi sikap Ibunya ini. Belum jadi mertua dia sudah nyinyir padaku. Bagaimana bila sudah jadi mertuaku. 

"Mama! Udah lah jangan dimulai. Rizal gak mau kehilangan Mala! Pokoknya Mama harus menyetujui pernikahan Rizal!" Protes Mas Rizal dengan suara lemah dan bergetar. Ibunya memandang diriku dengan sengit.

"Aduh, anakku! Kenapa kamu tunduk sekali pada dia. Dia pasti ngasih kamu obat atau jampi biar kamu teringat dia terus!" 

"Tante ini bicara apasih, pakai begituan itu hukumnya dosa. Memfitnah orang juga dosanya besar, Tante!" Kataku dengan nada ketus. Ibunya diam.

"Ma, pokoknya aku hanya akan menikah dengan Mala, karena yang menentukan hidupku aku dan bukan Mama!" Mas Rizal dengan nada pelan dan lemah masih bersikeras mempertahankan aku, walaupun aku sudah menyerah untuk menikah dengannya. 

"Mama capek ributin ini terus sama kamu! Kamu memang anak durhaka! Mama sih mau saja kamu nikah sama si Male cuma dia gak mau memenuhi syarat yang Mama ajukan. Dia ini bakal jadi istri dan mantu pembangkang!" Kata Ibunya lagi membela dirinya dan memberikan tatapan marah padaku. 

"Tante kalau seperti ini terus saya juga gak bisa jadi mantu Tante, saya mundur. Mas bukan aku tak cinta padamu tetapi untuk menjadi istrimu teramat berat bagiku! Maafkan aku, Mas!" Aku beranjak dari dudukku. Kulihat Ibunya masih marah dan sikapnya benar-benar membuatku muak. Dia mirip ratu lebah yang harus dipatuhi bila tidak dia akan menyengat siapapun. 

"Sayang kok gitu, aku tak menyangka kamu menyerah begitu saja!" 

"Maafkan aku, Mas. Aku pulang saja!" Ucapku lagi pada Mas Rizal. Aku benar benar akan mengakhiri ini. Sudah lah Mas Rizal bila mau menikah denganku maka dia harus bisa menghadapi sikap sok ngatur Ibunya. 

"Eh, Kak. Kamu mau pulang ya. Aku nebeng boleh kan! Btw kamu pakai mobil siapa?" Tanya Mita dengan cengiran diwajahnya. 

"Oh, itu mobil temanku, aku pinjam karena buru-buru kesini! Aku juga mau ke rumah Bu Ayu. Maaf ya Mita, Kakak gak bisa ngantar!" Seruku pada Mita, kulihat dia sedikit kecewa.

"Yaelah yaudahlah, kirain bisa nebeng!" Katanya dengan wajah ditekuk dan dia pergi begitu saja.

"Kamu bilang mau kerumah Bu Ayu. Buat apa?" Kini Ibunya bertanya dengan penasaran.

"Bu Ayu mau lihat-lihat berlian dan kayaknya mau beli!" Ucapku seadanya.

"Mala, kamu belum kasih Tante komisi karena sudah menawarkan produk kamu loh. Mana komisi Tante!" 

Aku menghembuskan napas kasar, kalau soal duit Tante Ratna cepat banget ingat. 

"Ya, Tante datang aja ke toko itu, nanti disana dikasih komisinya!" 

"Baiklah!" Ucapnya cepat, 

"Ya udah saya pulang dulu Tante. Mas Rizal kamu cepat sembuh ya dan ini aku lupa kasih kamu sesuatu!" Aku memberikan buah-buahan pada Mas Rizal dan dengan cepat disambar Ibunya. 

"Lain kali kalau mau bawa yang banyak Mala!" Kata Ibunya, 

"Mala jangan pulang dulu kita belum selesai membahas masalah pernikahan kita!" Mas Rizal protes lagi. 

"Kalau mau kerumah Jeng Ayu, Tante ikut karena penasaran dia mau membeli perhiasan yang mana!" Kata Ibunya dingin, aku hanya mencibir kearah wanita paruh baya itu. Selalu ikut campur urusan orang lain.

💕💕


"Mala, bagaimana yang ini. Bagus tidak!" Bu Ayu menunjuk cincin simpel dan elegan padaku, aku hanya mengangguk dan tersenyum.

"Bagus, Tante!" Kataku, kulirik Tante Ratna Ibu Mas Rizal yang hanya mencibir. 

"Aduh, perhiasan kamu cantik-cantik sekali Mala, seperti kamu. Kulitmu kok halus sekali, perawatan dimana!" Katanya memujiku, aku hanya tertawa. 

"Tante mau ikut. Saya sering loh perawatan salon! Harganya juga gak terlalu mahal dan memang sedang promo. Salon baru, Tante. Tetapi soal pelayanan jangan ditanya!" Kataku berpromosi. Aku sedang iseng membuka bisnis salon, kuajak Noni juga ikut bergabung disalonku karena dia dirumahkan akibat pengurangan karyawan. 

Lumayan untuk pemula sepertiku, apalagi aku rajin promosi sehingga ada saja yang datang ke solon yang baru ku buka. 

"Oh boleh juga Mala, tante mau diajak kapan-kapan! Harganya pas kan dikantong!"

"Dijamin gak mengecewakan Tante!" Seruku, Ibu Mas Rizal masih terus memasang wajah ditekuk.

"Bu Ratna gak mau ikutan. Yuk ah kita nyalon bareng!" Kata Bu Ayu pada Ibu Mas Rizal. 

"Ih saya mah yang salon murahan gal level!" Katanya ketus. 

"Eh, Mala. Kamu gak buru-buru kan!" Tanya Bu Ayu.

"Eh memangnya kenapa Tante!"

"Saya mau kenalkan kamu sama Rama anak saya!" Ujar Bu Ayu tersenyum, aku melirik Tante Ratna dia tampak gusar dan tak senang. 

"Eh Mala kamu lupa kalau kamu calon istri Rizal!" Katanya dengan kesal. Aku melihatnya aneh, apakah aku sudah direstui.


Bersambung.




Komentar

Login untuk melihat komentar!