Minggu pagi menjadi hari yang menyenangkan bagiku, bisa menonton televisi hingga puas.
PR yang diberikan guru sudah selesai kukerjakan semalam, Ayah dan Ibu membantuku mengerjakan soal-soal itu.
Setiap hari minggu, Ayah dan Ibu selalu berada di rumah. Katanya, hari Minggu itu hari berkumpul bersama keluarga.
"Bang, jangan nonton televisi terus. Mentang-mentang hari libur, pagi-pagi buta begini sudah menonton." Ibu mulai mengomeliku.
Cengiran lebar menghiasi bibirku.
"Mumpung libur, Bu. Kalau hari sekolah kan enggak selalu bisa nonton," ucapku masih menonton televisi yang menayangkan siaran kartun.
"Ayo bantu ibu dulu," ucapnya lagi
"Bantu apa, Bu?"
"Membersihkan rumah, sebentar lagi lebaran haji tiba."
Kumatikan televisi, kemudian berdiri mendekat pada ibuku.
"Iya, ya Bu. Lebaran haji sebentar lagi tiba," ucapku pada Ibu.
"Makanya itu, ayo bantu ibu bersihkan rumah."
Aku mengiyakan membantu ibuku membersihkan rumah.
"Ayah sama Adik kemana, Bang?" tanya ibu ketika mungkin tidak melihat mereka.
"Pergi ke warung, Adik mau beli jajan katanya."
Ibu terlihat mengangguk saja, kemudian memintaku mulai membersihkan rumah dari kamarku sendiri.
"Nah, silakan bersihkan kamar Abang dulu," ucap Ibu sambil membuka pintu kamarku.
Kamarku terlihat berantakan, buku komik berserak di atas kasur. Baju dan buku pelajaran tergeletak sembarangan di meja belajar.
"Tapi ... Bu."
Gelengan kepala Ibu membuatku lagi-lagi manut, membersihkan kamarku sendiri yang berantakan.
"Bersihkan kamar Abang dulu, buku pelajaran disusun rapi di meja belajar, baju sekolah digantung yang rapi. Buku komiknya juga disusun di rak buku yang sudah disediakan di kamar Abang."
"Iya, Bu." Aku menjawab lesu sambil memanyunkan bibir dengan kepala tertunduk lesu.
"Semangat membersihkan kamar, Abang!"
"Iya, Bu."
Kumulai membersihkan kamar dari buku komik yang berserak di atas kasur, kemudian menyusunnya di rak buku.
Selesai dengan buku komik, aku beralih melipat selimut. Entah bagaimana cara melipatnya yang penting sekarang kasur, selimut, dan bantal sudah rapi.
Baju sekolah kurapikan, hanger yang berada di gantungan dalam lemari kuambil kugantung baju-baju sekolah setelahnya dimasukkan dalam lemari.
"Sudah rapi!" jeritku senang.
Keluar kamar, kulihat Ibu tengah menyapu kamarnya. Berlari aku menghampiri Ibu untuk melaporkan kamarku yang telah rapi.
"Bu, kamar abang sudah rapi," ucapku sambil memamerkan senyum bangga.
"Beneran, Bang?" tanya Ibu tidak yakin.
Aku mengangguk semangat.
"Iya, Bu. Abang sudah bereskan kamar, kalau enggak percaya, lihat saja sendiri."
Ibu mengangguk percaya, lalu kembali meneruskan menyapu lantai kamarnya.
Setelah itu, baru aku dan Ibu ke halaman depan. Ayah dan Adik pulang tidak lama setelah kami mencabut rumput.
"Loh, sudah mau bersih-bersih rumah saja, Bu?" tanya Ayah pada Ibu.
"Iya, Yah. Mumpung hari libur," ucap Ibu menjawab pertanyaan Ayah.
Aku dan Adik diminta Ayah untuk membersihkan kaca jendela saja, dengan manut kami pun menurut.
Aku mengambil semprotan pembersih kaca, kemudian lap untuk mengelap kaca.
"Loh, Bang. Lap itu untuk apa?" tanya Ayah ketika melihatku membawa lap.
"Untuk bersihkan kaca, Yah," jawabku sambil mengangkat kain ke atas sebatas dadaku.
Ayah tertawa, tetapi aku malah jadi bingung dibuatnya. Apa yang Ayah tertawakan?
"Bukan pakai itu, tetapi pakai alat yang bentuk mirip pencukur jenggot dan kumis itu loh, Bang."
Mengerutkan kening, aku tidak tahu apa yang tengah ayahku itu katakan.
"Alat yang seperti apa, Yah? Abang enggak ngerti."
Ayah berlalu masuk ke dalam rumah, baru kemudian Ayah keluar lagi dengan alat pembersih kaca yang mirip seperti pencukur kumis Ayah di rumah.
"Ini loh, Bang," ucap Ayah menunjuk alat yang baru saja dibawanya.
Aku membulatkan mulut membentuk 'o sebagai tanda bahwa aku sudah mengerti alat pembersih kaca seperti apa.
"Ya sudah, pakai ini untuk membersihkan kaca, satu untuk Abang, satu lagi untuk Adik."
"Iya, Yah."
Aku dan Adik membersihkan kaca rumah, menyemprot kemudian mengelapnya menggunakan alat yang seperti pencukur jenggot.
"Bang, adek enggak bisa bersihin kaca bagian atasnya," ucap Adik ketika tiba giliran kaca atas akan dibersihkan.
"Ya sudah, biar abang saja, Dek."
"Tolong ambilkan kursi," pintaku pada adikku itu.
Setelah kursi diambil, kaca bagian atas kubersihkan dengan riang.
Hari beranjak siang, aku merasa kepanasan ketika membantu Ayah yang belum selesai mencabut rumput.
Ibu bertugas membersihkan bagian dalam rumah sedangkan Adik, kini tengah asyik minum es teh, karena sejak tadi terus merengek lelah.
"Sudah selesai, Yah?" Ibu keluar dengan teko dan gelas di atas nampan.
"Belum, Bu. Sebentar lagi selesai, tinggal membuang sampah rumput ini lagi," ucap Ayah menjawab pertanyaan Ibu.
"Selesai!" jeritku setelah rumput-rumput di halaman rumah selesai kucabuti.
Halaman rumah kini terlihat bersih, daun-daun kering yang berasal dari pohon manggan dan rambutan yang tumbuh di halaman rumah juga sudah dibersihkan.
"Ayah buang dulu ke belakang, Abang istirahat dulu," pinta Ayah padaku.
"Siap, Ayah."
Aku mencuci kaki dan tangan yang berlumuran tanah, kemudian membasuh wajah yang berkeringat dengan air keran yang bersih dan jernih.
"Segarnya," ucapku ketika merasakan segarnya air yang membasahi wajah.
"Bang! Ayo minum es teh!" seru adikku
Aku pun berlari supaya bisa cepat meneguk nikmatnya es teh yang membuat aku menelan ludah.
Cuaca yang memang panas membuat rasa hausku kian menjadi-jadi.
"Minta gelasnya, Dek."
Adikku itu mengangsurkan gelas padaku, setelahnya kutuang air es dari teko ke dalam gelas.
Glek! Glek! Glek
Suara air es yang kutelan, leganya setelah minum air es teh rasa haus sirna seketika.
Siang itu, ketika semua kegiatan membersihkan rumah telah selesai, kami makan siang bersama.
Nikmatnya makan ketika lelah bekerja membersihkan rumah, rumah bersih serta halaman yang terlihat asri dan bersih membuat mataku sejuk memandangnya.
SELESAI.
Bengkulu, 21 Juli 2020