Kamu Jahat, Mas! (2)
Sebelum membaca pastikan kamu sudah klik subscribe dan rate bintang lima ya.
"Mbak Dea, terima kasih sudah mau membantuku, makanan Mbak juga enak, saya ga tahu kalau ga ada Mbak akan minta tolong siapa lagi," ujar Lesti hendak berpamitan pulang.
"Sama-sama, Les, kalau butuh apa-apa datang saja ke rumah, nih susunya kamu umpetin, biar si Azril dan mertuamu ga lihat," jawab Mbak Dea--tetangga terdekat yang paling akrab dengan Lesti--
Wanita berumur dua puluh dua tahun itu masuk ke dalam rumah dalam keadaan kenyang, disimpannya keresek hitam yang berisi beberapa kardus susu formula ke bawah tumpukan baju si kembar.
Lesti menghela napas, merasa beruntung karena memiliki tetangga baik dan pengertian macam Mbak Dea, padahal usianya jauh lebih muda dari ibu mertua. Namun, ia justru lebih dewasa dan bijaksana.
Bukan hanya bijaksana, tapi tetangga samping rumahnya itu sangatlah loyal, saat Lesti menitipkan anaknya hendak membeli makanan di warteg depan gank.
Mbak Dea malah mengajak makan di rumahnya, wanita itu tak tega membiarkan Lesti yang baru satu bulan melahirkan harus berjalan kaki, tak hanya itu Mbak Dea juga yang membelikan susu formula yang kini disembunyikan Lesti.
Ia segera menidurkan bayi Nafis yang sudah terlelap sejak tadi, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah bau keringat.
Kini, tak ada lagi air mata yang ada hanyalah amarah yang membara dalam dada, ia harus tetap berfikir tenang dan waras saat menghadapi mereka.
Bisa saja Lesti keluar dari rumah itu dan kembali ke kampung halaman, tetapi Lesti tak ingin dicap sebagai istri durhaka karena pergi dari rumah suami tanpa pamit, juga kondisi tubuhnya yang belum memungkinkan.
Setelah tubuhnya kembali segar Lesti segera kembali dan memakai pakaian, lalu ia membaringkan tubuhnya di dekat si kembar, wanita itu merasa ngantuk sekaligus lelah.
Mengurus dua bayi kembar tanpa dibantu siapapun memang bukan perkara yang mudah, masa bodoh dengan piring-piring kotor yang menumpuk di westafel, toh dia juga tak ikut menikmati nasi goreng yang disajikan mertuanya pagi tadi.
Satu jam terlelap tiba-tiba ia terbangun karena mendengar suara berisik dari luar, rupanya itu Azril yang sedang mencari dompetnya sambil marah-marah.
Membanting dan menendang sesuatu yang ada di hadapannya, Lesti terpaksa bangun untuk menghampiri suaminya yang seperti kesetanan.
Betul ternyata ruang keluarga dan ruang tamu sudah berantakan karena amukan Azril, untung saja Lesti sudah membuang sampah yang di dalamnya ada dompet Azril, jika tidak lelaki angkuh itu pasti sudah menemukan apa yang ia cari.
Lesti menyunggingkan bibir melihat wajah suaminya yang sedang kesal, lekas ia menutup kembali pintu kamar dan membaringkan tubuhnya di samping si kembar.
"Lestii!" teriak Azril memekik, ia sudah merasa putus asa.
Terpaksa wanita itu kembali bangun lagi, dan berlari kecil menghampiri suaminya.
"Apa sih, Mas, jangan berisik si kembar lagi tidur," bisik Lesti.
"Kamu lihat dompetku di mana?" tanya Azril dengan gusar.
"Mana aku tahu, bukankah kamu selalu menyimpannya rapat-rapat karena uangnya takut dicuri sama aku," jawab Lesti penuh penekanan.
Sontak saja Azril melirik istrinya dengan tatapan sinis, ia merasa ada sedikit perubahan di diri istrinya itu, sedikit berani melawan.
"Sekarang bantuin aku cari dompetnya, awas kalau ga ketemu!"
"Engga! Aku tuh cape seharian urus bayi, aku mau tidur sama si kembar." Lesti melengos lalu masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.
"Dasar istri durh*ka!" maki Azril penuh emosi.
"Terserah!" Balas Lesti dari dalam kamar dan membaringkan kembali tubuhnya ke kasur.
Dipandangnya langit-langit kamar dengan tatapan kosong, otaknya berputar memikirkan nasib rumah tangganya yang semakin hari semakin kacau, tak ada kedamaian dan kesejukan, terlebih sekarang ada orang lain yang mengisi hati suaminya.
Sudah diabaikan, diselingkuhi pula, ia merasa dirinya adalah orang yang paling menderita di dunia ini, hatinya bagai disayat-sayat, sakit yang Lesti rasa.
Semenjak Lesti dinyatakan hamil sikap Azril berubah drastis, lelaki itu masih belum siap memiliki anak dalam waktu yang dekat, hatinya dipenuhi ambisi.
Ambisi memiliki rumah mewah, kendaraan dan karir yang bagus, ia berfikir dengan memilik anak maka akan menghambat semua angan-angannya, teringat ucapan-ucapan pedas Azril tempo hari.
"Punya anak itu ga gampang, nantinya pasti ada aja pengeluaran untuk biaya ini dan itu."
dan yang lebih menyakitkan lagi saat Lesti harus melahirkan dengan operasi caesar, bukannya bersyukur karena bayi dan ibunya selamat, ia malah melontarkan ucapan pedas yang begitu menusuk hati.
"Gara-gara kamu uang tabungan kita hampir terkuras habis."
"Istrimu ini malas ngeden makanya sampai di operasi, anaknya temen Ibu juga melahirkan anak kembar tapi dia bisa lahiran normal," celetuk ibu mertua menambah panas suasana.
Hingga kini, ucapan-ucapan itu membekas di hati Lesti, menumbuhkan rasa dendam di hatinya.
Tenggorokan yang terasa haus memaksa Lesti untuk bangun dan beranjak menuju dapur, keadaan rumah masih kacau seperti tadi, langkah Lesti terhenti saat mendengar Azril tertawa bersama ibunya.
"Duhh, walaupun keluarga si Lesti itu orang kampung tapi dia dermawan dan lumayan tajir ya, kamu simpan uang itu anggap saja ganti duitmu yang hilang, soal KTP, dan kartu SIM itu bisa diurus belakangan." Terdengar ibu mertua berbicara.
"Iya, Bu, kayanya aku harus cepet-cepet ke bank buat urus ATM yang hilang, lumayan Bapaknya Lesti ngirim uang banyak banget," ucap Azril senang.
"Makanya kamu jangan biarkan si Lesti punya hape, bisa berabe kalau Bapaknya itu sampe nelpon ke dia, dan bilang kalau setiap bulan selalu ngirim uang sama kamu," celetuk ibu dengan santai, mereka tak sadar di balik tembok Lesti sedang berdiri menguping.
Geram, itu yang Lesti rasakan, pantas saja selama beberapa bulan terakhir ini Azril selau menolak membelikan ponsel baru, ternyata ini alasannya, atau jangan-jangan ponselku yang hilang itu karena .... Lesti menduga-duga.
Bersambung.
kasih like, komen dan follow akunku ya.