"Hai, Angielucifer."
Suara sendok berdenting keras saat Arla meletakkan piring berisi karedok di atas meja kantin. Dia kemudian duduk tanpa permisi di sebelah Angel.
Angel terpaku memelototinya. Kaget karena sahabatnya itu tiba-tiba muncul setelah kejadian kemarin. Dia enggak menyangka Arla akan kembali secepat ini. Datang-datang malah bikin kupingnya sakit dengan memelesetkan nama aslinya, Angelicia. Alasan untuk marah ke Arla pun makin komplet.
"Apa kabar? Hm, enak banget nih karedok," seloroh Arla sambil******bibirnya. Dia sedang diet dan gak kepingin makan apa-apa selain selada dan saus ala nusantara ini.
"Gue yang mestinya bertanya. Gimana kabar elo setelah hari penting lo kemarin, Carlyle?"
Angel heran ketika Arla malah tergelak. Biasanya gadis itu paling enggak suka kalau dipanggil Carlyle, tapi baru kali ini Arla tidak tersinggung dan malah menganggapnya lucu. Duh, sahabatnya yang satu ini jadi aneh, deh. Mungkin gara-gara overdosis digombali cowok.
"Anghie, thumbhen lloh engghak mharah ghue phangghil Angghiehusife?"
"Plis, deh, Ar! Cantik-cantik elo jorok banget. Habiskan dulu tuh karedok di mulut!" Angel mengomel.
"Asyik ... Angel bisa marah lagi! Gitu, dong, Jel. Gue sempat khawatir tadi elo kenapa-kenapa, tiba-tiba aja kok jadi baik hati sama gue. Hihihi!" Arla malah kegirangan.
"ARLAAA!"
Mereka pun jadi pusat perhatian. Dan Angel jadi maluuu banget karena kredibilitasnya sebagai pemuka organisasi di Peninsula terancam karena dia bergaul lama-lama sama Arla. Kenapa ya dia selalu saja lepas kontrol kalau bicara sama Arla. Punya dosa apa dia di masa lalu sampai mesti menanggung penderitaan seberat ini?
"Eh, Jel, jangan jauh-jauh dari gue, dong!" Arla mencekal lengal Angel karena gadis itu beringsut dari tempat duduknya.
"Kenapa lagi, sih, elo datang dalam hidup gue, Ar? Elo enggak pernah rela, ya, membiarkan gue tenang?" tanya Angel sinis dengan muka bosan.
"Angel segitunya, deh. Gue cuma kepingin dibagi es kopyor lo, soalnya dompet gue ketinggalan di rumah dan uang yang ada di saku gue cuma cukup buat beli makan ...."
Apa? Kok bisa Arla berkata sepolos itu. Perasaan kesal, gemas, sekaligus geli, bercampur jadi satu di perutnya. Angel menghela napas.
"Ya ampun, Ar .... Elo itu childish banget, sih." Angel geleng-geleng kepala heran.
"Iya, nih, Jel. Kayaknya gue telat puber, ya? Makanya gue mau punya pacar biar berasa cewek beneran," keluh Arla nelangsa.
"Hah? Kalau elo selama ini merasa cewek jadi-jadian, trus gue apaan, dong, Ar? Setengah manusia, gitu?" Angel kaget.
"Yee, maksud gue selama ini kan gue cuma dianggap cewek kemarin sore, anak baik-baik. Gue kepingin mengubah status gue menjadi dewasa kayak orang-orang." Lagi-lagi Angel menggelengkan kepala. Rupanya Arla sudah menjadi korban tren pacaran.
"Elo itu seharusnya bersyukur, Ar. Bersyukuuur ... cewek polos macam elo itu sekarang udah jadi komoditas langka. High quality jomblo!"
"Yee ... elo jangan sinis gitu, dong, ama gue! Pujian lo nyelekit, tau?"
"Udah, deh. Enggak usah pura-pura. Elo lagi kepingin konsultasi sama gue soal sayembara itu, 'kan?" tebak Angel curiga karena Arla sudi membuang-buang waktu baca bukunya yang berharga untuk mengganggu acara makan siangnya. Pasti ada something kalau Arla tiba-tiba muncul tanpa diundang. Dia sudah hafal sifat Arla yang selalu mengandalkannya setiap kali ada masalah.
"Audisi, Jel ...." Arla meralat ucapan Angel.
"Mau sayembara-audisi-kontes-apa kek!" tukas Angel dengan kecepatan luar biasa.
"Bukannya gue peduli sama elo, ya, Ar. Gue cuma prihatin," selorohnya cuek.
"Yang ikut kemaren ada 109 dan tersisa tiga orang buat gue seleksi lagi."
"Wow!" Mau tak mau Angel berseru kaget ketika Arla langsung bercerita.
"Gue enggak bisa bayangkann elo bisa milih tiga dari 109 cowok cuma dalam waktu satu hari!" komentar Angel takjub. Kalau dia yang jadi Arla pasti bingung dan tinggal pakai jurus cabut lidi.
"Rasanya masih mendingan daripada milih baju satu toko!" kilah Arla pendek.
"Hahaha. Elo pikir enak milih cowok sambil keroyokan gitu? Repot? Elo juga, 'kan, yang pusing? Arla, Arla. Lagian masih banyak tuh cowok hebat yang naksir kamu. Elo malah pake cara yang berisiko gini. Sekalian aja lo pasang iklan di dunia maya dan live show!"
"Nyari cowok juga ada seninya, Angel," celetuk Arla sok tahu.
Seni apaan? Elonya aja yang enggak kreatif, Angel mencibir dalam hati. Anak bayi itu malah memberi nasihat sama ratu pacaran kilat level dia? Enggak terbalik, tuh?
"Elo dengar alasan gue dulu, Jel. Maksud gue bikin audisi terbuka biar semua cowok punya kesempatan. Cowok yang hebat juga belum jamin gue bakal suka. Siapa tau yang gue cari itu malah cowok yang biasa-biasa aja. Cinta itu kan tulus dan nggak memandang kriteria? Lagian kalau langsung tatap muka, gue bisa tau gimana kondisi rambutnya atau gimana kebersihan giginya. Jadi sekalian aja gue menilai kepribadiannya, enggak ribet, hemat biaya, lagi!" tutur Arla penuh keyakinan.
"Ar, elo itu milih pacar atau hewan piaraan, sih? Kenapa jadi bawa-bawa soal rambut dan gigi segala?" Angel melongo, kayaknya ada yang enggak beres dengan otak sahabatnya .... Arla pun mesem-mesem. Maklumlah, dia enggak suka cowok yang jarang keramas sampai ketombean atau jarang gosok gigi sehingga banyak lubangnya.
"Heh, terserah elo, deh, tuan putri! Gue, sih, enggak peduli walau elo menskrining satu-satu rambut dan gigi mereka! Elo jilat-jilat juga terserah!" desisnya kesal.
"Trus selanjutnya tiga orang itu bakal elo apakan?" lanjut Angel pura-pura enggak begitu tertarik. Padahal dia penasaran bagaimana perasaan Arla sekarang: apakah gadis itu menikmati permainan yang ia ciptakan sendiri?
"Nasib gue aja gue kagak tau."
Tuh, kan. Ternyata jawaban Arla tak jauh dari tebakan Angel. Kedengarannya jujur dan jelas-jelas memberi pertanda kalau Arla sekarang sedang dalam kesulitan. Angel jadi kasihan juga. Baik banget, 'kan, dia jadi sahabat?
"Ngg ... kali aja gue bisa bantu kasih saran ke elo. Pengalaman gue soal cowok lumayan lho! " Angel menawarkan bantuan.
Tanpa diberitahu pun Arla hafal reputasi terbesar Angel yang kedua di luar nama besarnya di organisasi. Angel selalu mengencani jajaran cowok yang mengejarnya walaupun akhirnya dia sudah tahu bakal memutuskan cowok itu secara sepihak. Dan sampai sekarang, tak ada satu cowok pun yang bertahan lebih dari dua pekan sama dia. Habis ... standar Angel ketinggian, sih.
Tapi Arla memang sedang butuh bantuan Angel. Tanpa menunggu dua kali pun, dia akan menyerahkan masalahnya sekarang dengan pasrah ke ahlinya. Cerita Arla soal ketiga calon pacarnya pun langsung luber.
"Yang pertama namanya Dhea."
"Dhea? Enggak salah lo, kali aja ketuker sama nama adiknya."
"Nama boleh lembut, Jel ... Tapi dia manly banget ... lho!"
"Huk!" Angel tersedak lalu buru-buru menutup mulutnya. "Bapak-bapak, Ar? Jangan-jangan, dia berkumis, lagi!"
"Sekali-kali mikir positif, kenapa, sih?" gerutu Arla.
"Memangnya apa yang elo pikirin waktu milih cowok ini?"
"Unik!" ujar Arla mantap.
"Hah? Kriteria apaan tuh, Ar? Elo jangan menyamakan milih pacar dengan Guiness Book of Record, dong!"
"Trims buat saran elo, Jel. Tapi gue enggak neko-neko. Yang penting bagi gue, cowok itu bisa cocok sama gue. So ... cowok yang namanya Dhea ini sudah memenuhi kualifikasi gue, jadi elo enggak usah khawatir. Kita lanjut, ya?"
Sebelum Angel menyambung ceramahnya, Arla buru-buru melanjutkan.
"Trus yang kedua ada Jeamie. Tapi, dia enggak lebih baik dari Dhea."
"Maksud l-lo?" Bibir Angel sampai maju kayak ikan mas koki.
"Jeamy enggak punya keistimewaan yang menonjol, tapi anaknya manis dan baik. Gue yakin aja saat milih dia."
"Dia anak manis ... dan juga baik hati ...." Angel tiba-tiba menyanyikan lirik lagunya Ratu - Teman Tapi Mesra.
"Jel, lo malah nyanyi, sih?" protes Arla mendengar suara Angel yang cempreng dan fals abis.
"Arla sobat gue tersayang, Angel kasih tips ke elo, ya? Anak manis dan baik enggak termasuk kriteria, terlalu biasa itu mah! Jadiin aja dia TTM lo, beres 'kan?" Angel mengacungkan jempol. "Lanjut deh yang ketiga!"
Duh, lirik Arla agak ngeri ke Angel. Pantesan Angel tak pernah bertahan lama sama cowok manis dan baik.
"Sebenarnya calon gue cuma Dhea dan Jeamie, Jel."
"Elo itu gimana sih, Ar? Elo bilang kan tadi ada tiga orang?" tanya Angel heran.
"Yang ketiga bukan cowok pilihan gue, dia yang maksa buat dipilih! Apa gue perlu menjelaskan cowok yang bukan pilihan gue?"
"Enggak usah muter-muter, deh! Gue juga nggak paham. Elo ceritakan saja, mau gimana kek sejarahnya elo dapat cowok ini," paksa Angel tak sabar.
"Namanya Roverio Maharitos Ananda Berbhakti."
Tawa Angel langsung meledak usai Arla menyebutkan nama itu.
"Benar elo enggak milih dia, Ar? Namanya unik, loh, kriteria elo bangeeet ...," ledeknya.
"Cerita gue belom selesai!" Arla melotot. "Gue yakin elo bakal enggak bisa ketawa lagi setelah dengar cerita gue."
"Enggak perlu repot-repot, Ar .... Dari namanya juga gue udah tau kalo doi hibrid dari persilangan langka. Ras unggul tuh! Jadi gue udah tau sekarang siapa calon kuat buat elo. Doi yang paling unik. Setuju kagak?"
Arla pusing, deh, jadinya sama Angel yang terlalu gampang ambil kesimpulan cuma dari nama orang, padahal tahu ceritanya saja belum.
"Elo nemu doi di mana, Ar?" tanya Angel yang sekarang jadi tertarik. Arla hanya senyum dikulum karena Angel enggak tahu nama itu.
"Catastrophe."
Jawaban Arla bikin Angel syok.
"WHAT— "
"Duh, Arla! Ngapain, sih, elo sama cowok begituan?!" Angel memukul meja dengan kepalan tangannya. Dia protes berat.
"Ihhh!" Angel menggeram. "Jangan salahkan gue, ya, kalau terjadi apa-apa sama elo. Gue udah kasih peringatan kalau audisi yang elo bikin ini bakal mengundang penyakit." Angel kesal. Mau ditaruh di mana mukanya bila sahabatnya sampai punya pacar anak geng?!
"Tenang, Jel, gue bakal baik-baik aja, kok," senyum Arla meyakinkan.
"Lo masih bisa senyum gitu, Ar? Gue paling anti sama geng, apalagi Catastrophe! Lagian cowok elit, kan, di luar kriteria elo yang ... ordinary?"
"Gue cuma enggak suka sama geng mereka dan cara gaul mereka. Tapi yang penting si Roverio ini normal, Jel. Yah, anggap aja masih aman!" Kecuali aroma parfumnya yang tumpah, senandika Arla dalam hati.
"Heh? Enggak salah dengar gue kalau elo sekarang belain mereka?" Kening Angel berkerut.
"Tetap aja bukan gue yang milih, Jel ...." Arla membela diri.
"Gimana kalau justru elo yang bersedia dipilih si RMAB? Ujug-ujug ada cerita Bad Boy Crying Girl!" ancam Angel. "Oya, gue juga enggak mau kasih tips gimana cara mengubah cowok karena cowok itu enggak pernah bisa diubah!"
"Gue masih punya waktu satu minggu buat memilih, kok."
"Apanya yang dipilih?!" Angel berang. "Dalam kasus elo udah dijamin kalau elo enggak bisa milih selain RMAB!" jerit Angel tertahan.
"Siapa bilang? Gue belom putusin, kok."
"Elo udah bayangkan, kagak, gimana nasib elo kalau menolak si Roverio? Mereka bisa aja berbuat macam-macam sama elo, Ar!"
"Tenang, Jel, kan ada elo ...."
"Maksud l-lo?" tanya Angel sinis untuk yang ke sekian kalinya.
"Apalah artinya Catastrophe di tangan Ketos. Bila terjadi apa-apa sama gue, elo tinggal lempar aja mereka ke sidang sekolah."
"A-apa, Ar?!" ujar Angel kelabakan karena namanya dibawa-bawa.
"Elo enggak bisa pakai nama gue seenaknya, dong! Gue enggak punya tanggung-jawab apa-apa sama urusan elo! Ngerti?"
"Tapi gue yakin kalau elo enggak akan diam gitu aja bila terjadi apa-apa sama gue, kan?"
"ARLA!"
Ups. Arla berhasil mengerjai Angel habis-habisan dan dia tidak bilang soal perjanjian itu. Dia simpan aja, deh, biar khayalan terburuk Angel yang bikin ceritanya jadi berbumbu dan makin seru. Lucu juga melihat Angel yang jadi sengsara memikirkan nasibnya.
Tralala trilili.
♪♫♪♫