Keesokan harinya, apa yang ditakutkan Angel terjadi juga.
Saat jam istirahat, Angel kepingin mengajak Arla makan, tapi dia menemukan kelas Arla sudah penuh dengan cowok hingga ia tak bisa menerobos pintu.
"Arla!" teriaknya putus asa. Suaranya tenggelam di antara keramaian, sementara Arla tampak kewalahan mejanya dibanjiri oleh para cowok yang datang seperti air keran mengalir. Entah bagaimana pesan yang gagal ia tempel kemarin ternyata telah tersebar demikian suksesnya.
Tapi, Arla tetap menghadapi keributan itu dengan tenang plus senyuman manis. Enggak peduli lumayan seram juga dikepung oleh para cowok yang kelihatannya begitu bersemangat. Tentu saja perkumpulan "datang pagi demi Arla" tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Semuanya punya ambisi yang sama: memenangkan "audisi" dan menjadi pacar Arla.
"Hai, Cantik. Nama gue Arjuna!"
"Arla, pilih gue aja! Gue janji elo enggak bakalan menyesal jadi pacar gue!"
"Gue aja, Ar! Gue lebih cakep dan tajir dari dia!"
"I'm the guy, babe! I'm coming for you!"
"Arla pujaanku, sejak pertama kali melihatmu, aku tahu kalau engkau memang tercipta untukku."
"Gue aja. Yang lain lewat!"
"Will you marry me, Arla?"
"Guelah cinta sejati yang dikirim buat elo."
Dengan serius Arla mendengarkan satu demi satu rayuan gaje yang bikin perutnya sakit bin mual. Arla akui kalau ia memang kurang matang mempersiapkan audisi seperti apa yang bakal ia adakan. Jadinya, ya ... berantakan begini, malah lebih mirip stand up comedy. Untung enggak ada yang sikut sana sikut sini. Ya, terang saja ... bagaimana bisa memenangkan hati Arla kalau mereka saling berantem?
Angel yang sudah kehilangan kesabaran tanpa ragu menembus barikade cowok-cowok jones muka tembok itu dan berjuang keras mencapai meja Arla. Dia tidak peduli betapa sulitnya sampai tubuhnya terasa bonyok tergencet macam tempe penyet. Arla memang luar biasa punya pengagum begitu banyak. Ini baru gelombang pertama dan di luar masih ada antrean panjang gelombang berikutnya.
"Sumpah, gue cinta mati sama elo. Sampai mati pun gue berani bersumpah."
"Arla, gue mau ngomong!"
"Bilang aja, Ar ... Gue bakal kasih apaaa aja yang elo mau! Credit card gue platinum!"
"Gue mau ngomong, kata gue!"
Tiba-tiba Arla menangkap suara sopran yang sangat dikenalnya di antara bas, bariton dan tenor. Suara itu lantas membuyarkan senyum di wajahnya. Kemudian dia mendapati kepala Angel dengan rambut ikal ombaknya tergencet di antara lengan dua orang cowok. Ketenangan Arla pun berganti kepanikan. Dia berusaha menyelamatkan gadis itu.
"Eh, kasih lewat temen gue!" teriak Arla cemas sebelum leher Angel keburu putus.
Cowok-cowok itu kemudian langsung pada diam dan takjub melihat kemunculan Angel yang mendadak. Angel yang kelihatan gusar langsung diamankan oleh Arla.
"Jel, elo enggak pa-pa?" Arla memegang bahu Angel dengan cemas.
"Makasih atas perhatian elo!" sahut Angel ketus.
"Loh, kenapa elo-elo pada diam? Ayo ngomong lagi!" teriak Angel pada cowok-cowok di sekeliling mereka, tapi tak ada satu pun yang berani setelah kemunculan gadis itu.
"Siapa, ya, yang tadi bilang cinta mati sama Arla? Elo, ya?" Angel menunjuk muka seorang cowok berambut tegak lurus.
"Heh, bullshit banget!" Angel tertawa narsis. "Perasaan baru kemarin elo nembak gue di telpon! Elo percaya enggak, Ar?"
Muka cowok itu langsung merah padam kena sindir Angel. Dia buru-buru cabut sebelum Angel menyerang kredibilitasnya lebih jauh. Angel pun tertawa penuh kemenangan. Dalam hati, Angel ingin menunjukkan pada Arla kalau audisi semacam ini hanya omong kosong! Buktinya, dia sudah menemukan satu celah kebohongan. Betapa riskannya bila sahabatnya mencari pacar dengan cara begini.
"Ya udah, mau elo sekarang apa, Jel?"
"Gue pingin ajak elo makan! Dan kalian juga kenapa masih ada di sini? Ayo bubar!" Angel mengusir cowok-cowok itu, tapi keburu dicegah Arla.
"Apa lagi, sih, Ar? Buruan ikut gue ...," paksa Angel.
"Sori, Jel. Elo liat sendiri, kan, gue lagi sibuk. Elo makan sendiri aja, ya, hari ini? Gue janji lain kali gue tebus," kilah Arla halus, memberi tanda kalau dia tidak berniat untuk mengakhiri audisi.
"Apa, Ar? Enggak salah, elo? Elo milih gue atau mereka?!" Suara Angel meninggi.
"Jel, plis ...." Arla memohon dengan menangkupkan kedua tangan di atas kepalanya.
"Arla, gue hitung, nih, sampe tiga! Satu— "
"Jel, gue enggak bisa!"
"—dua"
"Jeeel ...."
"TIGA!"
Suara Angel tertelan di tenggorokan ketika hitungannya yang terakhir keburu ditimpali oleh para peserta audisi. Cowok-cowok itu pun bersorak penuh kemenangan karena berhasil mengerjai sang ketua OSIS.
"Terserah elo, deh, Carlyle Tamara Puteri!" kata Angel putus asa yang langsung undur diri dari arena usai berucap dengan mata garang. Arla yang biasanya ngambek bila dipanggil "Carlyle", kali ini tak berkutik demi melihat angkara murka di wajah Angel. Apa Angel sungguh-sungguh marah padanya?
"Suit!"
Gadis itu baru sadar ketika seorang cowok bersiul memanggil.
"Jadi, gimana, nih?" tanya mereka.
"Enggak pa-pa, kita lanjut lagi ...." Sebuah senyum manis kembali menghiasi bibir Arla. Gadis itu memang pandai memulihkan situasi seolah-olah tidak terjadi apa-apa sehingga ketegangan tadi terlupakan. Walaupun dia merasa sangat bersalah atas sikapnya barusan ke Angel, ia tidak ingin orang-orang menyadari bahwa mereka tengah bertengkar. Arla menutupi kekalutannya dengan begitu rapi.
Akhirnya Angel makan sendirian tanpa Arla. Mukanya cemberuuut melulu hingga bikin garing yang melihat. Angel masih belum bisa memaafkan Arla. Enggak banget gitu lho kalau dia dinomor duakan di samping cowok-cowok pecicilan. Sepertinya Arla memang sudah kehilangan otaknya yang pintar. Mana bisa mencari pacar macam obral begitu?
Lalu tiga cewek KU(rus)(ca)NTI(k) muncul di sana. Mereka heran melihat ekspresi Angel yang tertekuk garing. Namun, Angel tidak menyadari kehadiran mereka karena pikiran gadis itu sekarang sedang tidak ada di sana.
"Eh, Jel, di sini ternyata elo!" Virginia menepuk pundaknya dengan keras sehingga mau tak mau Angel bangun juga dari petualangan alam pikirannya. Dia menatap tak bersemangat ke arah Virginia, Vero dan Lulu yang tak lain adalah pesuruh dia di OSIS. Tanpa permisi dulu, ketiga cewek itu ikut nimbrung di meja Angel dan memesan makanan. Angel pun mengunyah ciloknya dengan malas.
"Lo udah tau soal Arla, Jel?" tanya Veronica, kembaran Virginia.
"Lha iyalah, Ver ... Arla, kan, sahabat dia? Pasti Angel udah tau. Ketauan tuh dari mukanya yang bete," timpal Virginia karena Angel diam saja.
"Elo enggak support dia, Jel?" seloroh Lulu. Angel masih diam.
"Apa elo yakin si Arla masih utuh kalau enggak ada yang jaga? Cowok-cowok sini enggak bisa dipercaya, lho!" Lulu bicara seakan-akan Arla sedang jadi umpan hiu saja yang bakal tinggal tulang belulang karena ia tinggal pergi. Namun, Angel hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
"Kok Arla bisa-bisanya pakai cara konyol kayak gitu? Kasih wejangan tuh sahabat elo. Dia kan cantik, pinter, baik lagi. Emang enggak ada cowok selevel dia, apa?" komentar Lulu menambah panas hati Angel. Kalau ada sesuatu yang enggak enak soal Arla, pasti dia juga ketiban gosip miringnya. Arla, sih, santai karena dia tak punya tanggungan rasa malu karena dia berasal dari golongan netral yang kerjaannya cuma belajar, lain halnya Angel yang aktif di OSIS. Enggak enak banget namanya jadi terbawa-bawa dalam kekonyolan yang diciptakan oleh sahabatnya.
"Tapi Arla memang hebat, ya, Jel! Katanya geng Romeo dan Catastrophe juga ikutan!" Vero menyebutkan dua geng paling terkenal di Peninsula.
"Cowok-cowok di kelas gue aja pada kabur ke tempat dia!" Lulu menambahkan.
"Jangankan semut, kecoak-kecoak juga berpesta kalau dikasih umpan gratis!" Akhirnya Angel bersuara.
"Ih, cakep-cakep jiyay amat elo, Jel! Kita lagi makan, nih. Jangan bawa-bawa nama kecoak, dong!" protes mereka bertiga.
"Rasain," ujar Angel tanpa belas kasihan melihat tampang ketiganya yang menderita.
♠♣♥♦