Daniel memaksa Bella untuk memasuki mobilnya. Sekembalinya Daniel ke ruangannya tadi, gadis itu tetap berada di sana dan tetap menunggu sampai sore tiba. Bella bersikukuh terus menempel pada tunangannya tersebut. Gila, Bella bahkan berkata ingin ikut pulang ke rumah pria itu.
"Aku lapar, aku mau makan sushi."
Lelaki bermata sipit itu hanya menggeleng singkat sebelum menginjak pedal gas mobilnya. Tidak ada yang ingin dia lakukan sekarang selain mengantarkan Bella pulang ke rumahnya sendiri. Daniel sudah sangat merasa kelelahan. Lelah karena pekerjaannya dan lelah karena harus menjadi pengasuh bayi besar macam Bella.
"Kakak dengerin aku nggak, sih?"
Bella berteriak keras hingga membuat Daniel harus menjauhkan kepalanya sedikit. Lagi-lagi Daniel hanya menggeleng. Makin kesal karena sikap Bella yang sudah sangat keterlaluan. "Saya capek, saya mau pulang terus istirahat." balasnya tegas.
"Kalau begitu aku ikut Kakak pulang ke ...."
"Saya antar kamu pulang." sela Daniel tak mau jika Bella sampai ikut pulang ke rumahnya. Selama tujuh jam Bella sudah berkeliaran di sekitarnya, Daniel tak mau melihat gadis itu lebih lama lagi.
"Aku mau ikut, titik!" tukas Bella tak mau kalah. Sejak dia kecil tak pernah ada yang bisa membantah keinginannya. Papa, mama dan kakaknya sangat memanjakannya. Dan untuk Daniel, Bella tidak mau diperlakukan berbeda. Daniel adalah miliknya, dan itu berarti pria tersebut juga harus mau menuruti segala kemauannya.
Daniel hanya diam sampai kendaraan roda empatnya tersebut keluar dari basement. "Saya mau membatalkan pertunangan kita. Maaf, saya nggak bisa melanjutkan hubungan ini." ucapnya tanpa menoleh, lirih namun penuh penekanan. Pikirnya memang sudah saatnya dia mengatakan hal yang sejujurnya. Lelaki itu tidak mau terkekang lebih lama lagi.
Pasang mata Bella membola, pun sama dengan bibirnya. Tentu saja jika dia tidak terima. Dia baru akan meminta pada Daniel agar tanggal pernikahan mereka dimajukan. "Maksud Kakak apa?"
"Saya ingin fokus pada pekerjaan."
"Kata Papa kita harus segera menikah." Gadis berdagu lancip itu tentu hanya berbohong. Pikirnya, Daniel pasti tidak akan bisa menolak jika perintah sudah keluar dari ayahnya.
"Kemarin saya sudah membicarakannya dengan om Danu."
"Bohong! Kakak pasti bohong!" Kalut, Bella menjerit histeris lalu menarik-narik lengan Daniel yang masih memegang kemudi. Daniel sudah memeperingatkan tindakan Bella yang sangat membahayakan nyawa. Namun, semuanya berjalan begitu cepat dan sudah terlambat. Mobil mendadak berhenti setelah menabrak seseorang. Daniel memukul setir begitu melihat banyak orang berkerumun di depan moncong mobilnya, orang yang ia tabrak pasti terluka.
_____
"Win... Win ...." Meisya berteriak memanggil nama temannya yang tersungkur di depan sebuah mobil berwarna hitam. Bersama Risma ia berlari menghampiri Wina yang sudah tak berdaya. "Kebiasaan kalau jalan sambil main hape ya begini jadinya."
"Gue pesen ojek." Wina menjawab sambil meringis, kesakitan.
"Lo nggak kenapa-napa 'kan, Win?" Risma bertanya khawatir. Keduanya lalu membantu Wina untuk bangun, tapi gadis berjaket merah itu langsung mengaduh kesakitan. Wina tidak bisa berdiri.
"Kaki gue ...." Suara Wina terputus, air matanya berdesakkan keluar saat ia merasakan kakinya semakin sakit.
"Jangan-jangan kaki lo patah." seru Risma ketakutan.
Mengetahui jika Wina tidak baik-baik saja membuat Meisya langsung kembali berdiri dan membelah kerumunan. Lalu gadis berperawakan gemuk itu menggebrak kap mobil hitam yang entah mengapa pengemudinya tidak segera keluar untuk bertanggung jawab. Nampak dari luar jika kedua orang yang berada di dalam mobil malah bertengkar. "Keluar lo! Tanggung jawab!" Dengan berani Meisya menunjuk lurus kepada pria pengemudi. Tak sabar, dia berjalan ke samping pintu dan memukul-mukul kaca hingga akhirnya sang pemilik keluar.
_____
Daniel berhasil melepaskan cengkeraman tangan Bella setelah menghentaknya dengan cukup keras. Mengetahui jika mobil menabrak seseorang, Bella bukannya segera turun, tapi malah menahan tunangannya agar tetap berada di mobil. Bella yang keras kepala malah menyarankan Daniel untuk pergi saja. Baru akan membuka pintu, lagi-lagi Bella berulah dengan menarik ujung jas yang dipakai Daniel. Bella menutut kejelasan hubungan mereka. Bentakan keras diberikan oleh pria itu, habis sudah kesabarannya menghadapi bayi yang berwujud seorang gadis berdagu lancip tersebut.
Bella terdiam kaku ketika pasang telinganya menangkap bentakan keras dari Daniel. Pertama kali dalam dua puluh tiga tahun di hidupnya dia mendapatkan perlakuan semacam ini. Hatinya mendadak tergores, dia tidak bisa menerima.
Bertepatan dengan itu dari arah luar, bentakan yang tak kalah keras juga terdengar. Tatapan keduanya lalu terputus lalu Daniel keluar dari mobil setelah mendapat bentakan yang kedua. Sementara Bella, mau tak mau ikut turun juga.
"Saya akan bertanggung jawab." ucap Daniel begitu salah seorang perempuan yang ia pastikan adalah bawahannya itu dengan lancang mengacung-acungkan telunjuknya tepat di depan hidungnya sambil berteriak kencang meminta pertanggungjawaban. Jika tidak dalam keadaan dia yang bersalah, Daniel pastikan ini adalah hari terakhir perempuan itu bekerja di tempatnya.
Cepat saja Daniel mengangkat seorang bawahannya yang lain, yang dicium oleh mocong mobil sedannya tadi lalu membawanya masuk ke bagian penumpang belakang. Tanpa menunggu diperintah, Meisya dan Risma ikut masuk juga. Risma duduk di belakang bersama Wina, sementara Meisya duduk di depan. Pun tanpa menunggu teriakan dari gadis di sampingnya lagi, Daniel segera melajukan kendaraannya untuk membelah jalanan ibukota yang ramai lancar. Menuju rumah sakit untuk mencari pertolongan bagi korbannya yang terus saja mengaduh kesakitan.
Bertiga menunggu Wina yang diperiksa di IGD rumah sakit terdekat dari supermarket. Daniel duduk di kursi tunggu dengan tenang sambil bersidekap tangan. Pasang matanya memejam seraya mengatur napasnya agar pikirannya kembali tenang. Hari ini bisa jadi adalah hari tersial dalam hidupnya. Sedari pagi terkungkung oleh kehadiran Bella, saat akan pulang malah ada saja insiden lainnya yang mengharuskannya berada di sini.
Sementara Risma dan Meisya saling berbisik membicarakan pria tinggi di samping mereka. Berdiskusi mencari cara untuk mendapatkan kartu identitas si tersangka yang menabrak sahabat mereka itu.
Bersambung.
Pengen tahu yang baca Dewina ada berapa orang? Perasaan kok sepi amat. Apa masih belum move on dari papa Dean, hehe.