Bersikap terhadap yang Positif Terpapar



Salah satu dilema ketika virus korona menjangkiti Indonesia adalah saat ada pihak-pihak tertentu mempublikasikan nama-nama dan tempat tinggal mereka yang positif covid-19, padahal seharusnya ini  rahasia.

Di satu sisi, setidaknya menurut pendapat sebagian orang,  tindakan ini  melanggar hak individu penderita atas  kerahasiaan medis. Di sisi lain, menyembunyikan  identitas pasien covid hanya  akan membahayakan lingkungan sekitar. Mempublikasikan nama dan tempat tinggal penderita mengingat cepat dan mudahnya virus berpindah, justru  akan menyelamatkan ratusan bahkan ribuan jiwa.

Uniknya ketika perdebatan di atas masih terjadi di Indonesia, berbagai tokoh dan selebriti di negara maju, dengan sigap dan terbuka mengumumkan diri. Sikap tersebut dilakukan untuk membantu siapa saja pada lingkaran mereka-  yang  barangkali  sempat berpapasan atau berinteraksi, agar dengan cepat bisa memeriksakan diri atau melakukan isolasi mandiri.

Sampai saat ini tidak ada peraturan darurat yang mengizinkan lembaga tertentu untuk mengumumkan daftar nama  penderita covid 19. Di Jakarta hanya disebutkan kelurahan, kecamatan, dan jumlah penderita secara berkala. 

Ketiadaan aturan darurat menyebabkan, tindakan mengumumkan penderita bisa digolongkan melanggar hukum. Kita membutuhkan kepastian, sebenarnya. Jika tidak maka masyarakat seperti berperang melawan musuh yang tidak tampak. 

Virusnya sendiri sudah merupakan musuh tak terlihat, setidaknya jika  masyarakat memiliki  data siapa-siapa yang sudah terinfeksi,  mereka bisa lebih baik dan tepat saat menjaga jarak. Mungkin saja ini salah satu sebab kenapa virus kian  tak terkendali dan masyarakat meremehkan,  karena mereka tidak sadar ancaman yang sedemikian dekat.

Tanpa ada aturan yang membolehkan membuka identitas, maka harapan untuk mampu  melihat dan melakukan antisipasi akan musuh di sekitar, selama pandemi,  bergantung pada seberapa kstaria mereka yang mengidapnya. Seberapa gagah berani dia untuk tampil mengumumkan kondisi diri,   demi mengamankan lingkungan yang lebih luas.

Sepanjang pengetahuan saya, pejabat yang benar-benar secara resmi mengumumkan dirinya positif covid-19, adalah Anies Baswedan. Sungguh berharap keberaniannya yang terdorong kepedulian untuk menyelamatkan masyarakat yang lebih banyak,  bisa menjadi contoh bagi siapa saja khususnya tokoh publik.

Sang gubernur mengingatkan semua yang sempat berpapasan dan berkomunikasi langsung dengannya dalam kurun beberapa hari terakhir,  untuk segera memeriksakan diri.

Beliau tidak malu atau takut disalahkan, karena menularkan. Resiko ini ditempuh, sebab kekhawatiran akan pandangan dan sikap  orang lain terhadapnya kalah oleh kepedulian akan kemaslahatan masyarakat, dan peluang menyelamatkan mereka.

Orang nomor satu di Jakarta itu juga menekankan, covid bisa menyerang siapa saja, apa pun jabatannya. Sekalipun selalu menjaga protokol kesehatan, upaya ini tidak serta merta menjamin seseorang bebas dari jangkauan virus.

Dokter dengan APD lengkap saja banyak yang tertular. Salah seorang dokter di Kota Solo, dr. Khoirul Hadi Sp.KK, justru meminta videonya saat dirawat di ruang ICU diambil sebagai pembelajaran masyarakat.

Perlu keberanian dan integritas untuk melakukan hal ini, sebab profesi dokter identik dengan sosok sehat, gagah , mapan, bersih dan rapih. Demi edukasi masyarakat, beliau tidak keberatan video yang menampilkan sosoknya dengan wajah pucat dan dalam kondisi lemah, disebarkan.

Dalam pesan yang beredar luas, sang dokter menceritakan betapa dirinya jauh membaik setelah melewati terapi plasma. Selanjutnya beliau meminta para pasien yang 

sudah sembuh dari Covid-19, agar rela mendonorkan darahnya.  Ia menerangkan sumbangan darah bisa membantu proses terapi bagi pasien yang masih dalam perawatan.

Dengan demikian, penderita covid yang khawatir akan dikucilkan,  kini  berkesempatan menjadi pahlawan. Dulu mungkin para pasiennya dianggap sebagai sumber penyebaran, namun sekarang setelah sembuh, mereka bisa menjelma  pahlawan yang berkontribusi bagi  kesembuhan pasien lain.

Pastinya perlu keberanian dan kepedulian terhadap sesama bagi mereka yang terkena covid-19, hingga bisa bersikap tepat. Sementara kedewasaan dari berbagai  

lapisan masyarakat untuk menyikapi tidak menghakimi, atau mengucilkan penderita, akan terasa seperti oase di pandemi yang menyurutkan banyak kebahagiaan.

Saya termasuk yang beruntung mendapatkan oase itu. Di perumahan tempat tinggal kami, saat terdapat  warga terkena covid, mereka secara terbuka menyampaikan kepada  kepada yang lain via whats app. Selanjutnya warga yang sehat berbondong-bondong meringankan kesulitan warga yang sakit dan harus melakukan isolasi mandiri.

Tidak ada yang menyalahkan,  tidak ada yang dipermalukan, sebab semua menyadari apa yang terjadi adalah musibah, dan ketika musibah terjadi yang bisa dilakukan mereka yang berada dalam kondisi lebih baik adalah mengulurkan tangan terhadap mereka yang terpapar kesulitan.

Di tanah air kita yang rakyatnya terkenal dengan sikap gotong royong, saya meyakini oase serupa kian mudah ditemukan. Sebuah contoh ideal ketika  masyarakat faham bagaimana harus bersikap terhadap penderita dan di sisi lain- penderita tahu bagaimana bersikap saat terpapar.

Jika hal ini terus tumbuh dan berkembang, maka terlepas aturan tentang kerahasiaan penderita apakah harus disembunyikan dan tidak boleh diumumkan, kebijakan tersebut pada prinsipnya berada di tangan setiap pasien.  Semoga pada akhirnya kepedulian dan keinginan menyelamatkan  orang banyak, yang menang. Semoga pandemi yang berlangsung panjang ini, kian mengeratkan serta menyatukan kita semua,  dan bukan menjauhkan.          

Semoga pula yang saat ini positif, meski merahasiakan diri, tetap disiplin melakukan isolasi mandiri di rumah dan memastikan telah negatif sebelum kembali beraktivitas keluar rumah dan menyapa tetangga....

  4 Des 2020


***


- semoga berkenan meninggalkan jejak cinta di halaman ini. Subscribe ke buku terbaru Asma Nadia ini, follow author untuk tips menulis gratis di inboxmu. Baca juga novel lain; Surga yang Tak Dirindukan 3, Nikah Tanpa Pacaran, Pertama Bilang Cinta, Bidadari untuk Dewa dan Assalamu'alaikum Beijing... tetap semangat berkarya walau di tengah pandemi...