Ada perbedaan besar antara biasa atau wajar, dengan terbiasa. Biasa adalah situasi normal di saat semua berjalan seperti sebelumnya atau umumnya. Sedangkan terbiasa mengandung makna yang tidak selalu lumrah namun karena kita sudah menjalani secara rutin, terasa seperti sebuah kewajaran. Terbiasa - bisa saja mengandung nuansa negatif namun diri kita sudah mentotelir dan beradaptasi.
Yang berbahaya adalah ketika kita merasa segalanya baik-baik saja padahal sebenarnya situasinya buruk. Lebih berbahaya lagi, karena sudah terbiasa, akhirnya kita menganggap seolah lumrah padahal sebenarnya telah jauh menyimpang dari ideal.
Kita sudah melewati pandemik lebih dari setahun. Satu demi satu fasilitas masyarakat, layanan publik, dll telah lama kembali beroperasi. Mulai dari pusat perbelanjaan, perbankan, kegiatan rumah ibadah, dll. Satu-satunya kegiatan yang belum dilakukan secara normal adalah aktivitas belajar mengajar tatap muka di institusi pendidikan. Jika Juli ini sekolah dibuka, tentu saja semua kian terasa kembali pulih.
Merasa segala sesuatunya sudah normal, sebagian besar masyarakat pun mulai beraktivitas biasa- termasuk di bulan Ramadhan- dan menyambut Iedul Fitri. Tak sedikit yang sejak lama merencanakan dan bersiap mudik. Meski pun harusnya kita tetap waspada,
sebab situasi sejatinya belum pulih, hanya kita yang terbiasa.
Bagaimana kondisi Indonesia terkait covid 19, lebih tepatnya bisa dilihat dari cara bangsa lain memandang negeri kita saat ini.
Arab Saudi membuka kembali penerbangan internasional pada 17 Mei mendatang. Namun Indonesia menjadi salah satu negara yang dianggap tidak aman, hingga penerbangan dari Indonesia dilarang karena alasan pandemik.
Ya, Indonesia termasuk satu dari 20 negara di dunia yang berada dalam daftar negara asal yang dilarang melakukan penerbangan ke Arab Saudi. Bersama RI ada AS, Inggris, India, Jerman, Argentina, Irlandia, Pakistan, UEA, Italia, Brasil, Portugal, Turki, Afrika Selatan, Perancis, Lebanon, Mesir, dan Jepang.
Dengan kata lain, tanah air tercinta masih dianggap sebagai negara yang paling berisiko di dunia. Bukan tanpa alasan. Pemerintah Saudi mencatat, banyak Jemaah Indonesia yang ternyata positif ketika tiba di negeri kelahiran Rasulullah SAW tersebut.
Sejak Desember 2020 hingga Februari 2021, sekitar 109 jamaah Indonesia terkonfirmasi positif dari total 1.600 jamaah. Perbandingan angka-angka ini membentuk prosentase yang tidak sedikit. Dikhawatirkan, jika musim haji tiba, bukan mustahil Jemaah Indonesia juga akan termasuk dalam daftar dilarang, meski kita berharap hal ini tidak terjadi.
Fakta di atas jelas menunjukkan bahwa Indonesia belum pulih, masih dalam keadaaan siaga. Memang tidak separah India yang per hari bisa mencapai 300.000-an kasus baru, tapi bukan berarti kita sudah boleh bersantai dan lengah.
Salah satu sebab kenapa kasus melonjak di India karena sebagian besar masyarakat awalnya cenderung mengabaikan bahaya Covid-19.
Seorang teman di India bercerita bagaimana perilaku masyarakat di sekitarnya yang terkesan sangat santai. Sehari-hari segala sesuatu berjalan seperti biasa dan tidak tampak sedang dalam situasi pandemi. Pasar ramai, orang berkerumun, dan menurutnya tidak banyak yang mengenakan masker ketika itu. Bahkan dia bercerita bagaimana dirinya dijadikan kelakar orang sekitar ketika memakai masker.
Situasi tersebut cukup menggambarkan betapa kesadaran warga dan kemampuan pemerintah mengedukasi masyarakat, sangat penting dalam menghadapi wabah.
Masih panjang perjuangan yang harus kita lalui bersama. Mendekati Iedul Fitri, merebak kekhawatiran tambahan. Meski pemerintah telah memberi peringatan tegas bagi para pemudik, bahkan mengumumkan akan melakukan pemeriksaan ketat pekan ini.
Sayangnya batas waktu tersebut bukan disikapi secara positif sebagai langkah kehati-hatian, malah membuat masyarakat berdesak-desakan memenuhi semua pintu mudik. Berbondong-bondong pulang kampung sebelum pemeriksaan diperketat dan mudik dilarang.
Padahal peringatan tersebut ibarat lampu kuning di sudut lalu lintas. Sedianya saat berhadapan, pengemudi harus mengurangi kecepatan. Namun yang terjadi saat ini para pengemudi malah menekan pedal gas lebih dalam, agar kendaraan bisa menerobos sebelum lampu lalu lintas berubah warna. Akhirnya upaya mengamankan direspons salah, dan malah menimbulkan bahaya.
Di Indonesia, tanpa pandemik pun fenomena mudik setiap tahun selalu meninggalkan catatan panjang korban, termasuk korban jiwa akibat kemacetan dan kecelakaan jalan raya. Angkanya bisa mencapai seribu lebih pertahun selama beberapa tahun terakhir. Jika mudik tidak dilarang, maka jumlah korban akan membengkak, korban kemacetan, masih ditambah akibat terpapar pandemi.
Pemerintah sudah berusaha menjaga dan mengamankan, masyarakat harus mawas diri dan sebisa mungkin menghindari mudik lebaran selama masih pandemi. Alih-alih saling mengunjungi untuk menebarkan cinta, bisa jadi justru menjadi ajang menularkan virus dari satu orang ke lainnya. Dari satu keluarga ke keluarga lain. Semoga tak mencipta kabar duka di kemudian hari.
Situasi yang terlihat seakan normal, mudah-mudahan tidak membuat kita terpedaya. Tetap cermat mengamati pergerakan kasus dan angka-angka. Jangan abai akan data dan fakta, sebab kondisi sama sekali belum pulih, percayalah- hanya kita yang sudah terbiasa.
Dulu terasa mengejutkan mendengar berita ada warga yang terpapar covid-19. Kini saking seringnya- kita seolah turut terbiasa bahkan saat mendengar kabar duka penderita yang meninggal. Tetap biasa meski di antara mereka ada sosok yang kita kenal.
Dulu kita menjaga jarak begitu ketat, lalu berangsur mulai berani merapat dan akhirnya terbiasa kembali tak menjaga jarak. Padahal sekali lagi, pandemi masih jauh dari usai.
Beberapa negara lain yang sempat membaik, dan aktifitas telah normal pun, kemudian harus kembali berjuang melalui situasi yang kemudian berbalik.
Maka, mari berpikir untuk kepentingan semua. Masih harus banyak sabar dan menahan diri. Menjelang Iedul fitri, sebisanya kita bantu langkah-langkah pemerintah untuk mengurangi kerumunan mudik, demi keselamatan bersama.
7 Mei 2021
***
- semoga berkenan meninggalkan jejak cinta di halaman ini. Subscribe ke buku terbaru Asma Nadia ini, follow author untuk tips menulis gratis di inboxmu. Baca juga novel lain; Surga yang Tak Dirindukan 3, Nikah Tanpa Pacaran, Pertama Bilang Cinta, Bidadari untuk Dewa dan Assalamu'alaikum Beijing... tetap semangat berkarya walau di tengah pandemi...