Ikhtiar Masjid Menjemput Ramadhan


Di hari kedua Ramadhan yang selalu dirindukan, saya bergegas ke jalan baru, area sekitar  rumah yang setiap Ramadhan akan dipenuhi para pedagang yang menjajakan  berbagai jajanan berbuka seperti gorengan, aneka minuman, kolak, hingga lauk pauk. Di saku saya terselip daftar titipan yang diinginkan anak-anak.

Namun  ketika tiba dilokasi, saya tercengang. Sepanjang mata memandang hanya sepi yang terpampang. Saya nyaris tidak menemukan satu pun pedagang musiman yang berjualan.

“Sudah dua tahun, tidak ada pedagang untuk menu berbuka,” ujar satu-satunya  pedagang gorengan yang mangkal.

Dua tahun? Saya membatin.

Ya, tanpa terasa kita  telah melalui dua momen Ramadhan di tengah pandemi. Teringat Ramadhan  tahun lalu yang hening tanpa kegiatan sholat tarawih berjamaah di awal- awal pandemi. Saat ini memang telah sedikit lebih ramai walau pandemi belum berakhir, bahkan secara jumlah kasus telah melonjak jauh. Namun yang membantu, masyarakat, jajaran nakes dan pemerintah serta   berbagai pihak telah jauh lebih siap.

Mesjid di perumahan tempat tinggal kami sebagai salah satu contoh yang sejak jauh-hjauh hari membuat persiapan khususnya menyambut Ramadhan. Sejak dulu, masjid ini walau  tidak mewah, namun menjadi kebanggaan penghuni kompleks.   Bukan karena luas bangunan masjid melainkan bagaimana DKM dari tahun ke tahun menunjukkan pengelolaan yang semakin profesional.

Misalnya saja untuk merenovasi masjid dari sebuah tempat ibadah sederhana menjadi bangunan cukup besar, DKM berusaha menghindari  meminta sumbangan di jalan. Mereka membuat proposal yang elegan untuk mencari donatur, menyelenggarakan bazar barang murah yang disebut “Pasar Pahala ”demi menggalang dana. Hanya saja, selama pandemi pasar pahala sementara dihentikan untuk menghindari penyebaran virus.

Di bulan Ramadhan kali ini, masjid kembali menujukkan profesionalitasnya. Mereka mengirimkan surat edaran panjang untuk semua penghuni, memastikan semua warga menjaga diri jika ke masjid.

Demi menjaga kebersihan, secara berkala pengurus melakukan penyemprotan disinfektan, mengepel lantai dengan karbol, melakukan mengecekan suhu jemaah dengan thermo gun, dan menyediakan sabun serta  hand sanitizer di mana-mana. Terkait pengumpulan zakat,  DKM kini menyediakan pelayanan online, hingga jamaah tidak perlu lagi bertatap muka untuk menyerahkan langsung.

Yang menarik, pihak DKM  juga membuat panduan tata cara ibadah yang detail menyesuaikan protokol lesehatan. Di sana disampaikan dengan tegas bahwa: setiap jamaah harus membawa peralatan sholat sendiri (sajadah dan mukena), wajib memakai masker, jamaah dengan suhu 37,5 derajat celcius tidak dipekenankan ke masjid,  wajib mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk, wajib menjaga jarak aman 1 meter, dilarang membawa makanan ke masjid, serta  tidak bersalam-salaman setelah sholat.

Tidak berhenti di sana, masih ada sekian catatan lain yang harus dipatuhi jamaah. Sahur dan buka puasa dianjurkan dilakukan di rumah dengan keluarga inti. Jamaah yang tidak enak badan atau kelelahan dihimbau tidak memaksakan sholat ke masjid. Mereka yang membawa anak diwajibkan menjaga agar tetap di samping mereka, dan anak kecil yang dibawa harus berusia lima tahun ke atas.

Masih ada lagi sejumlah pemberitahuan rinci. Ceramah sholat tarawih tidak boleh lebih dari 5 menit, bacaan sholat diusahakan memilih surat-surat pendek yang terdiri dari 3 ayat, pelaksanaan buka puasa hanya boleh berupa  makanan kotak yang dibawa pulang. Penghuni komplek pun diharapkan memberi makanan ke masjid dalam keadaan sudah dibungkus. Satu lagi, ibadah tilawah di masjid tidak boleh dilakukan lebih dari pukul  21.00.

Itikaf masih berjalan namun kali ini tidak disediakan makanan sahur. Demi sirkulasi udara yang lancar, kipas angin akan selalu dibiarkan menyala. 

Meski sudah dengan aturan detail ini pun pihak  pengurus masjid tetap membuka kemungkinan jika kelak di kemudian hari, sejumlah penyesuaian lanjutan diperlukan.

Tata cara di atas barangkali  sudah dilakukan dilaksanakan banyak  dewan kegiatan masjid yang memiliki keinginan tinggi memfasilitasi ibadah bagi masyarakat sekitarnya, khususnya pada Ramadhan ini,  juga  kesadaran  penuh di sisi lain,  akan situasi pandemi yang masih memprihatinkan.  Namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat rumah ibadah, masjid dan mushola yang perlu memperbaiki pelayanan dan edukasi terhadap jamaah yang datang beribadah.

Saya pribadi takjub dan sangat mengapresiasi ikhtiar pengurus masjid dekat rumah, yang ingin memberikan pelayanan terbaik bagi jamaah  hingga bisa beribadah dengan maksimal, namun tetap dengan mengiringi dengan protokol ketat.

Bagaimana pun pun masjid menjadi pusat bertemunya jamaah. Menjaganya agar tidak menjadi pintu yang memaparkan virus menjadi penting agar kegiatan beribadah di masjid bisa terus dilaksanakan. Terlebih di bulan suci, keinginan umat  lebih besar untuk mencari keutamaan dan pahala semaksimal mungkin.

Terlepas sebagian umat Itetap  memilih menegakkan ibadah di rumah, dan  belum siap ke masjid, dan ini merupakan pilihan wajar mengingat situasi, namun tidak berarti kita tidak bisa turut memberikan apresiasi baik bagi  DKM di mana saja yang berjuang keras agar masjid sanggup  menyelenggarakan berbagai kegiatan ibadah Ramadhan, namun tetap lebih aman dengan tetap menegakkan protokol kesehatan.

Semoga pandemi segera usai dan tahun depan sama-sama kita bisa menyambut ramadhan yang tak lagi hening, dengan penuh suka cita.


(21 April 2021)

 

***

- semoga berkenan meninggalkan jejak cinta di halaman ini. Subscribe ke buku terbaru Asma Nadia ini, follow author untuk tips menulis gratis di inboxmu. Baca juga novel lain; Surga yang Tak Dirindukan 3, Nikah Tanpa Pacaran, Pertama Bilang Cinta, Bidadari untuk Dewa dan Assalamu'alaikum Beijing... tetap semangat berkarya walau di tengah pandemi...