Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia


Aku bangga terhadap rakyat Indonesia.  Sejak wabah merebak, mereka terus bergerak, aktif dan berinisiatif mencari informasi, lalu berikhtiar untuk menjaga diri dan keluarga dari terpapar virus korona. Termasuk menjadi perpanjangan tangan info-info terkait corona dan terus mengedukasi. 

Tidak hanya di kota, bahkan hingga desa dan kampung-kampung, segenap lapisan rakyat melakukan langkah antisipasi, memastikan tidak sembarangan orang keluar masuk. Seorang istri meminta suaminya untuk menyendiri dulu selama dua minggu sebelum masuk ke rumah di kampung setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta. Bukan tidak peduli, tapi ini wujud kesadaran yang layak di apresiasi. Bahkan masyarakat yang jauh dari gegap gempita informasi sebagaimana mereka yang di kota, sudah mengerti arti menjaga jarak secara fisik untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona. 

Mereka sadar bahwa setiap orang Indonesia mungkin saja telah menjadi salah satu yang membawa virus dalam dirinya. Sekalipun tidak punya alat deteksi, mereka mengambil inisiatif untuk  lebih dulu menentukan langkah-langkah  aman, swa karantina. Saya pribadi optimis wabah akan berakhir lebih cepat, dan Indonesia tercinta pulih segera jika semua pihak menerapkan hal yang sama, Sayangnya memang belum.

Aku bangga menjadi rakyat Indonesia. Di beberapa komplek dan perkantoran penghuninya secara mandiri menyiapkan bilik disinfektan. Menyadari  beberapa cairan yang disemprotkan bukan berasal dari komposisi ideal, mereka mencari bahan alternative yang lebih tepat dan aman.  Bagaimanapun kreativitas ini menujukkan kesungguhan rakyat yang tak menunggu subsidi, mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, ketika tidak ada tempat bersandar.

Aku salut dengan generasi muda Indonesia. Anak-anak muda yang tidak  mudah dibuai oleh informasi menyimpang. Benar beberapa hoax sudah tersebar, bahkan tidak sedikit disampaikan oleh institusi resmi dan  figure  yang seharusnya kompeten. Syukurlah generasi kita pandai memilih. Mana berita  yang harus dipercaya mana yang harus diabaikan, dan bertindak tepat tanpa terpengaruh propaganda. 

Sungguh, aku takjub dengan bangsa Indonesia. Secara ekonomi mungkin sebagian besar anak bangsa ini serba kekurangan, terlebih di masa krisis wabah yang mengikis sumber penghasilan. Akan tetapi, ketimpangan ini dengan cepat direspons, begitu banyak rakyat menunjukkan kepedulian. Berbagai lembaga kemanusiaan menggagas kantung-kantung bantuan, Teman-teman selebriti dan tokoh publik, termasuk komunitas artis hijrah, Kajian Musawarah yang dalam waktu singkat mengumpulkan dan menyalurkan lebih dari 200 juta rupiah bagi kebutuhan APD Nakes dan mereka yang terdampak ekonomi. Uniknya berbagai LSM maupun forum masyarakat turut bergerak. 

Berbagai video viral menunjukkan di ruas-ruas jalan, tidak sedikit masyarakat membagikan makanan, kebutuhan pokok, dan bukan seluruhnya dari kalangan yang berkelimpahan, tetapi semua ingin berbagi, Semangat sedekah yang luar biasa semoga terus berdenyut memasuki bulan Ramadhan nanti. Seorang sopir ojol bercerita setiap hari selalu saja mendapatkan makanan gratis di jalan. Entah ke barat, timur, utara atau selatan Jakarta, 

“Alhamdulillah, Pak, Ada saja yang membagikan makanan!” ujarnya dengan senyum yang saya yakin terkembang di balik masker yang dikenakan.

Sumpah, terkait masker ini, saya benar-benar dibuat terkesima dengan kreativitas intelektual Indonesia, dan respons cepat mereka.  Menyikapi sulitnya menemukan masker di pasaran yang harganya melonjak berkali-kali lipat, ramai di sosial media  yang membuat gerakan, menantang anak bangsa menyediakan seratus juta masker kain, dengan saku di bagian dalam yang bisa diselipkan lapisan tissue hingga lebih aman.  

Alhamdulillah, masih sangat bangga menjadi rakyat di Indonesia. Berbagai pihak tidak henti bergerak. Para ilmuwan dan teknisi terus mengembangkan riset untuk membuat ventilator memadai  dengan harga cepat dan murah, serta portable. Gubernur Jakarta bahkan menyiapkan laboratorium yang bisa mendeteksi virus melalui tes dengan kecepatan 1.000 orang per hari. Kabarnya dibutuhkan cuma satu minggu untuk menyiapkan hal ini. 

Aku juga angkat topi tinggi-tinggi bagi para pengusaha Indonesia yang peduli. Naluri bisnis adalah mencari keuntungan. Akan tetapi di masa wabah,  tidak sedikit pengusaha produk lokal yang mendonasikan dana dalam jumlah yang fantastis. Sebagian mengalihfungsikan penginapan, dan hotel serta gedung yang mereka miliki untuk dijadikan rumah sakit darurat. Para influencer bahu membahu mulai dari membuat konten menghibur dan bermanfaat selama di rumah saja, juga menggunakan sosial media mereka untuk menyuarakan usaha kecil sesama rakyat yang sepi sejak virus corona merajalela.

Hal lain yang membuat bangga  adalah upaya  bersiap para pemerintah daerah yang berani mengambil tindakan tegas, tindakan antisipatif yang aktif. Mereka sadar ada risiko ekonomi jika melakukan pembatasan wilayah namun di sisi lain  mereka pun tahu,  jika  pembatasan wilayah tidak dilakukan maka selain nyawa taruhannya, risiko ekonomi lebih besar  dan akan  sangat berlarut-larut, menanti kita. Seandainya semua pihak mampu memahami urgensi hal ini.

Kita perlu bergerak dalam ritme yang sama. Solidaritas untuk menjaga jarak, mengenakan masker bahkan meski cuma belanja di tukang sayur komplek perumahan. Kekompakan untuk di rumah saja dan rajin cuci tangan. Ini hanya berhasil sempurna jika seluruh rakyat terlibat. Jika  tidak dijalankan secara menyeluruh, bisa jadi pandemi akhirnya berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain.

Kebanggaanku menjadi rakyat Indonesia yang terakhir serta terpenting. Aku bangga, salut, terkesima, dan takjub pada komitmen dan perjuangan para tenaga medis yang bekerja siang malam tanpa lelah. Tanpa perlengkapan memadai mereka  seolah dikirim ke medan tempur tanpa dipersenjatai memadai, tapi mereka tetap menjalankan tugas. Tanpa APD lengkap  tentu mereka tahu seperti berperang dengan perlindungan nihil, tetap mereka tak surut dan terus berusaha melayani sebaik yang mereka bisa. 

Tidak sedikit dari mereka meninggalkan kemewahan, dan keluarga di rumah. Dan tidak sedikit yang akhirnya meninggalkan keluarga untuk selamanya. Mereka adalah pahlawan sesungguhnya,  pahlawan yang jejaknya akan terus terukir di hati rakyat.  Pada  mereka  yang berada di garda depan, tumpuan harapan bersandar.

Wabah ini tentu tidak ada yang mengharapkan kehadirannya. Namun keberadaannya telah menyatukan berbagai lapisan anak bangsa, juga profesi, dan latar belakang sosial dan pendidikan, untuk berpikir di luar diri dan keluarga, semua bersatu untuk meringankan Indonesia yang terluka.

Semoga berbagai pihak terus bergerak, terus berderap. Apresiasi setinggi-tingginya terhadap semua upaya ketulusan gerakan rakyat, saat ini beberapa pihak baik dari lembaga masyarakat, maupun masjid yang membantu turun langsung mengurus proses jenazah hingga dimakamkan. Semoga setiap perhatian, kebaikan dan doa Allah balaskan jannah...


***

Semoga berkenan meninggalkan jejak cinta di bab ini dan berikutnya ya...

Buku Karena Corona, karya ke 64 Asma Nadia ini, sebagian besar bisa dibaca GRATIS. Silahkan subscribe agar mendapat informasi karena akan ada tulisan yang baru di sini. Selain Karena Corona ada lima novel Asma Nadia di sini: Surga yang Tak Dirindukan 3, Bidadari untuk Dewa, Nikah Tanpa Pacaran, Assalamualaikum Beijing dan Pertama Bilang Cinta. Subscribe untuk inspirasi yang menguatkan hati. Follow Penulis Asma Nadia untuk tips menulis gratis dihantar langsung ke inboxmu di sini... Semoga menyemangati