"Sahhh!"
Aku menitikkan airmata usai mas Kholik mengucap ijab kobul. Teriakan saudara-saudara yang ikut menyaksikan prosesi sakral itu terdengar hingga seluruh penjuru masjid.
Aku meraih tangan suamiku, ku cium tangan yang selama ini tak pernah ku sentuh. Desiran lembut menyusup hangat di hati. Dan debaran kian nyata ketika mas Kholik mengucap doa, kemudian meniup puncak kepala.
"Cium dong istrinya," seru salah seorang kerabatku. Aku tersipu, belum pernah aku mengenal rasa seperti ini. Tanganku gemetar. Dudukku tak nyaman.
Ah, ingin aku menyelinap pergi dari ruangan ini. Laki-laki yang kini berstatus suamiku itu terus menatap wajahku.
"Mas, mosok mbaknya nggak di sun to." Lagi-lagi godaan terdengar. Penghulu di depanku tersenyum.
"Boleh dicium lo mas, sudah sah kok," katanya.
Cup.
Aku tersentak. Satu kecupan mendarat di keningku. Seketika aku menoleh ke arah mas Kholik. Dia malah memamerkan senyum gantengnya. Aku meremas jemariku.
Menunduk. Aku hanya bisa menunduk. Malu, rindu. Padahal yang ku rindukan sudah dari tadi berada di sampingku. Entah, aku masih harus mengeja tentang rasaku.
Ketika melakukan sungkem pada kedua orang tuaku, ku rasakan tubuh ibu dan bapak gemetar. Petuah dan doa mereka lantunkan. Sedekat ini, tapi aku merasa seakan ada sekat tak kasat mata mulai terbangun.
Aku, seorang anak berubah menjadi seorang istri. Aku tetap anak ibu dan bapakku, tapi ku tau, semua tak lagi sama. Ada satu hati yang harus ku jaga. Ada satu keluarga yang menanti baktiku di sana.
Beranjak menuju orangtua mas Kholik. Abi menyambutku dengan senyum. Ku lihat umi menangis sambil memeluk putra kesayangannya.
Tiba saat aku sungkem pada umi. Aku hanya bisa terdiam saat tangan lembut itu menepuk bahuku.
"Aku harap kamu jadi istri dan menantu terbaik. Kalau kamu aneh-aneh, banyak yang mau menggantikanmu jadi menantuku."
Deng … deng … deng …...
🌷🌷🌷